Belakangan ini
marak terjadi kabar bohong alias hoax yang tersebar di sosial media, yang
sengaja disebarkan oleh orang-orang yang tak bertanggungjawab untuk meraih
keuntungan semata. Termasuk soal pemberian tandajasa atau penghargaan yang
diperoleh istansi tertentu. Kecanggihan teknologi saat ini membuat banyak pengghargaan palsu tersebar melalui email resmi lembaga pendidikan. Karena itu waspadalah.
Seorang jurnalis dan pengiat budaya OR, bercerita diberanda fecebooknya, bahwa Ia pernah dianugrahi beberapa penghagraan yang diukirnya selama menjadi pengiat budaya di Maluku. OR juga sering menghasi acara pertelevisian Nasional. Ini jelas karena ada usaha, upaya dan kerja keras, sehingga wajar dan sepantasnyalah orang semacam OR yang hidupnya penuh kreasi dianugrahi prestasi.
Beberapa kali OR menerima penghargaan
itu dari lembaga resmi yang profesional. Namun, Ia juga memberikan penilaian
subjektif bahwa lembaga yang memberikan penghargaan itu uga dianggapnya tidak
kredibel hanya untuk mencari keuntungan semata. Istilah kasarnya kancing bayar baru dapat
prestasi, beres segala urusan.Apabila Anda menemukan hal semacam itu, jelas tidak benar.
Persis sama dengan kejadian itu, beberapa waktu lalu, Saya dikirim sebuah gambar sertifikat dari pesan inboks fecebook berinisal IA, Saya tak begitu tahu akun fecebooknya siapa? Karena tidak ada foto profil yang menjelaskan tentang identitas pemilik akun itu.
Saya hanya menduga, bila akun fecebook tersebut ada boleh jadi hubungannya dengan orang-orang yang mengajar (guru) di lembaga pendidikan SMA (Sekolah Menggah Atas) swasta di Seram Bagian Barat, Maluku. Sekolah tempat Saya mengabdi dulu. Pasalnya dari gambar sertifikat tersebut, tertulis jelas persetasi yang diggapai lembaga pendidikan swasta tersebut di bawah kepemimpinan RU, juga disertai pesan singkat yang ditulis oleh akun fecebook itu, “menggapai matahari terang.”’ Pesan untuk tampa disertai penjelasan.
Terusterang Saya tak begitu memahami maksud memberikan gambar beserta isi pasannya itu di inboks fecebook Saya. Apa mungkin sertifikat penghargaan itu sebagai bentuk kampanye dan publikasi? Agar Saya tahu bahwa lembaga pendidikan swasta yang saya menyingkatnya SMIQA di bawah kepemimpinan RU, yang baru kurang lebih menjabat 6 bulan telah memiliki prestasi yang cemerlang? Jika sertifikat penghargaan itu benar mengapa tidak dipublikasi saja di media berita online resmi?
Kemudian divralkan ke akun-akun fecebook dan sosial media lainnya, sehingga sekolah yang mendapat penghargaan itu semakin terkenal dan dikenal publik. Atas prestasi yang diperoleh dapat berdampak positif dan menjadi inspirasi banyak orang dan lembaga pendidikan lainnya diberbagai pelosok negeri, sehingga diksi kebanyakan orang mutu pendidikan tergantung infrastrukut, dapat ditepis karena tidak sepatutnya benar. Publik juga bisa tahu dan tercerhkan atas capaian prestasi yang baru saja dipeloleh sekolah. Ataukah sertifikat yang dibagikan kepada Saya itu, hanya kamuflase untuk mencari sensasi.
Kita mesti lebih berhati-hati menerima sanjungan penghargaan dari lembaga manapun. Selain lembaga resmi negara, atau lembaga yang benar-benar kredibel dibidang itu. Bila lembaga resmi negara setiap dokumen yang dikeluarkan tentu disertai dengan surat keputusan pemerintah setelah melalui tahapan vervikasi yang ketat. Apalagi di tenggah maraknya informasi hoax saat ini.
Saya menggap bijak, kalaupun benar. Ini tidak sesuai mekanisme penjurian, tidak memiliki metodologi untuk menetukan layak tidaknya nahkoda yang memimpin lembaga itu. Atau lembaganya resmi, tetapi dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Karena itu, putuslah matarantai virus penyebar hoax, jangan membantu menyebarkan kabar bohong itu, sehingga mencerdeai nama suci lembaga pendidikan yang baru berkembang merangkak mencapai pucuk.
Ketelitian dan kehati-hatian sebagai kaum yang berpendidikan perlu, agar isi otak tak terbaca kosong. Meminam pepatah lama, “Tong Kosong Nyaring bunyinya.” Kita mesti bijak dan memperhitungkan konsekwensi dari Undang-Undang ITE? Yang dapat menjerat pelaku yang membantu penyebar hoax pada persoalan pidana. Mari kita saling mengingakan untuk bijak mengunakan Sosial Media (Sosmed).
Mari putus rantai hoax, dengan konten kratif yang didasarkan pada sajikan data dan fakta. Mengucapkan kebenaran itu lebih mulia di mata Tuhan, sekaligus menjadi rujukan tentang isi hati dan kepala. ** (K.R).
Komentar
Posting Komentar