Menyajikan Data Mengungkap Fakta Menjadi Sejarah

Sejarah

3/sejarah/post-list

HMPS Pendidikan Sejarah Hatta Sjahrir Gelar Buka Puasa Bersama

Buka Puasa bersama Program Studi Pendidikan Sejarah, Sabtu, 23 April 2022

AG-HISTORIS Banda: Di momentum pertengahan bulan suci Ramadhan 1443 Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah (HMPS-PSJ), Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Hatta-Sjahrir Banda Naira, Maluku Tengah, mengelar acara buka puasa bersama (Bukber) di Gedung E, kampus itu,  Sabtu (23/04/2022), kemarin.

Pelaksana tugas Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah, Kasman Renyaan, S.Pd., M. Pd mengatakan, kegiatan ini penting dilakukan. Pasalnya bukan hanya untuk serimonial berkumpul menikmati makanan takjil bersama, tetapi memiliki nilai tambah perekat silaturahim, meningkatkan ibadah, mendorong rasa empati, termasuk menghadirkan kebersamaan di Bulan Suci. Semua itu menjadi tambahan amal ibadah dan mendapatkan pahala yang berlipat ganda.

Renyaan menambahkan, bulan suci Ramadhan ini menjadi momentum terbaik berbagai nikmat. Menyiapkan dan memberikan secuwil makanan kepada orang yang berbuka pahalanya berlipat ganda, tanpa mengurangi sedikit pun nilai pahala orang yang memberikan itu bila ia berpuasa. Apabila seorang yang tidak berpuasa lalu menyiapkan makanan berbuka kepada orang yang berpuasa, maka pahalanya sama saja dengan orang yang berpuasa itu.

"Boleh saja di antara mahasiswa yang berbuka ini, anak kos-kosan yang serba kekurangan, sehingga momentum Ramadhan ini saatnya kita berbagai kebaikan  dan mencari tambahan pahala."  Ungkapnya.

Meskipun demikian, masih banyak pula mahasiswa yang belum memiliki kesadaran untuk ikut berpartisipasi mensukseskan acara itu. "Buka Puasa bersama hari ini terlihat sepi, banyak mahasiswa prodi ini tidak hadir. Entah apa sebabnya? Sedangkan undangan telah disebarkan ke grub sehari sebelumnya, sehingga terkesan masih banyak mahasiswa belum memiliki kesadaran sosial dalam momentum yang digelar setahun sekali." Ungkap seorang pengurus HMPs Psj yang namanya tidak ingin dipublikasikan.

Kegiatan Bukber ini diinisiasi HMPS PSJ dan dukungan penuh oleh Prodi Pendidikan Sejarah. Langkah ini sekaligus merupakan perwujudan dari agenda tahunan prodi sejarah untuk mempererat silaturahim antar mahasiswa, alumni dan dosen dilingkungan akademik. Pasca kampus Hatta-Sjahrir mengelar kegiatan pasantren dan Safari Ramadhan Minggu pertama Bulan Puasa.

Acara yang berlangsung sederhana ini, turut dihadiri pembantu Ketua III Bidang Kemahasiswaan, Aditya Putra Basir, S.Pi., M.Si, Ketua Prodi Pendidikan Matematika, Ermawati,  S.Pd., M.Pd., Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Muhammad Mifta Sabban, S.Pd., M.Pd., Perwakilan Stap admistrasi, Yeni  Ahad, S.Pi,  Ketua Bem STKIP HS, para dosen dan sejumlah almuni serta mahasiswa pendidikan Sejarah.**(Ad).

 

Share:

Agama dalam Pandangan Bung Hatta


Muhammad Hatta, berpandangan bahwa Agama berdasarkan pada kepercayaan yang mutlak. Percaya kepada adanya Tuhan tidak bisa dibantah lagi. Orang yang tidak percaya Tuhan, sesungguhnya juga percaya. Mereka percaya bahwa Tuhan tidak ada. Namun tidak dapat dibuktikannya secara ilmiah bahwa Tuhan itu tidak ada. Itu di luar pengalaman yang kita alami. 
 
Karena soal Tuhan, tidak ada soal ilmiah yang kita bisa selidiki dengan bukti-bukti yang nyata. Kalau air bisa diselidiki. Air terdiri dari dua zat, H dan O, yang dapat dibuktikan dengan memanasi air. Lambat laun pecalah air itu menjadi dua bagian zat H dan satu bagian Zat O. Tetapi yang gaib itu hanya bisa dipercaya dengan hati dan iman. Keadaan Tuhan tidak dapat dibuktikan dalam alam yang tidak dapat dialami. 
 
Kebenaran agama didasarkan pada kepercayaan mutlak, berbeda dengan ilmu. Kebenaran ilmu bisa digugat. Seorang ahli yang mendapatkan teori baru, maka teori itu bisa digugat dengan penemuan-penemuan baru sesuai perkembangan ilmu. Karena itu dapat diselidiki dengan mengupasnya. Hata mencontohkkan pengalian Minyak dahulu di jaman Belanda, dikatakan bahwa di Irian Barat sudah tidak punya minyak lagi. Pengalian minyak di Irian Barat ditinggalkan, sudah tidak perlu lagi. Namun pada akhirnya dengan kemajuan teknik, sekarang kita dapat menggali minyak itu kembali. 
 
Pada prinsipnya agama hanya dapat dipercaya dengan iman, yang tidak dapat dibuktikannya dengan ilmu pengetahuan. Demikian orang yang beragama harus pula berilmu. Karena dalam Islam jelas mengajarkan, bahwa hanya orang yang berakal memiliki kewajiban dalam menjalankan syariat Islam.
Share:

Benteng Kolonial Masa Depan Parawisata Sejarah

 

Seorang anak sedang berfose di depan Benteng Concordia di Negeri Waer, Banda Besar, Maluku Tengah

Benteng Concordia di Negeri Waer, Banda besar. Benteng tinggalan VOC Belanda yg di bangun abad ke-17. Dibangunya benteng ini, sebagai upaya kolonial Belanda untuk memudahkan kontrol produksi rempah pala dan fuli (bunga pala) di sisi timur kepulauan Banda. Setelah di bangunya benteng Holandia di sisi barat, Lontor juga dua benteng utama di pulau Naira, yakni Benteng Nassau dan Benteng Belgica.

Upaya pembangunan benteng pada dua sisi Timur dan Barat itu telah menguatkan eksistensi kolonial Belanda di "Titik Nol Jalur" Rempah Nusantara. Terutama Pasca penaklukan Banda Naira dan pembantaian orang Banda di bawah gubernur Jenderal VOC Ceon tahun 1621.

Belanda kemudian membangun benteng-benteng pertahanan di sejumlah sisi kepulauan Banda demi ambisi penguasaan dan kontrol terhadap lalulintas perdagangan pala dan fuli.

Ulasan ringkas itu tentang masa lalu. Apa manfaatnya untuk masa kini? Tentunya banyak manfaatnya dari situs benteng itu. Selain untuk pembelajaran sejarah, pengembangan ilmu pengetahuan, juga menjadi obyek wisata sejarah, baik orang datang berkunjung sekedar bersua foto, maupun untuk kepentingan komersial, seperti pengambilan video yotube yang mendatangkan banyak duit bagi konten kreator dalam industri kreatif, juga vestival yang mengejar proyek tahunan.

 Masa depan, situs tersebut perlu dirawat dengan baik sebagai cagar budaya yang mendorong industri parawisata di Banda Naira tetap bertarap internasional. Karena orang Belanda dan bangsa Eropa lainnya akan datang ke Banda meski hanya untuk sekedar neyaksikan langsung kejayaan nenek moyang mereka dahulu. Tentu akan menghasilkan keuntungan dinamis bagi negara, daerah umumnya dan mayarakat Banda khususnya. Karena kehadiran mereka dalam kapasitas sebagai wisatawan regional, bukan lagi sebagai bangsa kolonial seperti yang pernah terjadi pada ratusan tahun lalu.

 Semakin lama mereka menetap, maka semakin banyak uang yg mengalir di daerah dan bagi masyarakat setempat. Pendapatan disektor prawisata meninggkat. Pemilik home stay, hotel, dan penginapan mendapatkan penghasilan, juga para pengrajin usaha kuliner merasakan manfaatnya. Tidak hanya wisatawan regional, tetapi juga wisatawan domestik dan lokal akan berkunjung untuk mencari kedamaian hidup dan ketenagan batin dengan alam Banda, baik yang datang liburan atau yang sedang studi (tour) sejarah.

 Karena itu, pemerintah perlu memberikan perhatian penuh dari berbagai situs tersebut demi peningkatan industri parawisata berbasis cagar Budaya dan benda tinggalan sejarah, sehingga tidak hanya sekedar serimonial "makan patita" dalam setiap poroyek vistival sejarah dan budaya, tetapi juga memberikan perhatian dalam bentuk revitalisasi kawasan benteng yang sudah terlihat kumuh, kotor dan tidak lagi menarik minat wisatawan untuk mengujunginya. Karena benteng sejarah itu bukan hanya masa lalu, tetapi juga menetukan masa depan.

.* (K.R)

 

Share:

Bung Kecil di Pengasingan Banda Naira

Seorang anak sedang duduk di tangga rumah pengasingan Sutan Sjahrir di Banda Naira

Bung Kecil, begitulah Sutan Sjahrir disebut. Karena tubuhnya yang kecil nan lincah di antara tokoh pergerakan Nasional lain pada masanya. Bung kecil, memiliki peran besar dalam sejarah bangsa dan lahirnya Indonesia. Ia pemuda pertama yang mendengar kekalahan Jepang atas Sekutu pada Perang Dunia II dari sumber berita radio yang dimilikinya. Kemudian mendesak Soekarno untuk segara memproklamirkan kemerdekaan. Meski Ia sendiri memilih absen saat detik proklamasi dibacakan Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur Jakarta tanggal 17 Agustus 1945.

Pasca Indonesia merdeka, Sjahrir menjadi Perdana Menteri Indonesia. Ia dikenal sebagai diplomat ulung ahli strategi andalan bangsa. Strategi diplomasi "take and give" menjadi andalanya. Diplomat Belanda pada setiap kali bersidang di forum PBB sering kewalahan menghadapi argumentasi cerdasanya. Ibarat "kecil tapi pedis." Ia menjadi pelopor dasar politik luar negeri bebas aktif. Baginya, diplomasi adalah jalan terjal mempertankan kemerdekaan Indonesia atas kembalinya Penjajah Belanda yang memboceng tentara Sekutu pasca Proklamasi.

Di rumah inilah (baca: foto) dahulu Ia tinggal sebagai orang buangan Belanda. Setelah berpisah rumah dengan Mohammad Hatta. Selama kurang lebih enam tahun lamanya, 1936-1942, Bung Hatta dan Bung Sjahrir hudup bersama orang Banda. Di Negeri Rampah pala ini, ada juga ada aktivis pergerakan lain, yakni Cipto Mangunkusumo dan Iwa Kusumasumantri sesama orang buangan Belanda.

Sjahrir memilih berpisah rumah dari kawan sejatinya, Muhammad Hatta yang sebelumnya tinggal bersama di sebuah rumah kontrakan milik parkenir, agar lebih leluasa memperiapakan diri saat menyambut pujaan hatinya, Maria yang akan datang menemuinya dari Negeri Belanda. Namun kerinduan terhadap istrinya itu, hanyalah mimpi yang tak terwujud hingga kepulangannya dari tanah pengasingan. 

Di Banda Naira, Ia begitu menikmati manisan pala, menyeruput teh dengan aroma rasa kayu manis setiap pagi, berenag, mendayung kole-kole, olah raga, dan menghirup udara segar dari panorama alam Banda yang asri. Sungguh sebuah tempat buangan yang jauh beda dengan Boven Diegul, Papua.

Di Banda Naira mereka seolah tidak sedang di buang, tetapi menemukan surga yang tersembunyi. Disetiap kali bertemu dengan sesama orang buangan, pembahasan situasi politik dunia, termasuk nasib kemerdekaan bangsa selalu menjadi topik menarik yang diperbincangkan secara sembunyi-sembunyi, agar tidak di ketahui polisi Hindia Belanda yang setiap saat berpatroli memantau pergerakan mereka.

Sjahrir dikenal sangat kritis anti terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Itulah sebabnya Ia di penjara di Cipinang lalu dibuang ke Boeven Digul Papua, bersama Bung Hatta dan berberapa aktivitas pergerakan lain kemudian dipindahkan ke Banda Naira pada 1936. Pemindahan itu dilakukan akibat mendapat pelakuan yang tidak wajar dan jatuh sakit terkena malaria. Berita sakit tokoh pergerakan itu tersebar sampai ke negeri Belanda sehingga mengundang reaksi dan kecaman keras dari kaum sosialis Eropa atas kondisi kesehatan para tahanan politik Hindia Belanda. 

Menurut kaum sosialis itu, bahwa pengasingan para tokoh pergerakan, bukan bertujuan untuk membunuh mereka. Akan tetapi, sekedar menjauhkan mereka dari gerakan politik di titik sentral Pemerintah Hindia Belanda di Pulau Jawa yang mencita-citakan kemerdekaan.

Sjahrir mendapat pendidikan hukum dari Negeri Belanda atas imbas politik etis awal abad ke-20. Di Negeri Kincir Angin itu, Ia mendapat pengaruh pemikiran Sosialis, yang menyadarkan darinya tentang penjajahan atas kaum pribumi di Hindia Belanda. Karena itulah, separu jiwanya disumbangkan untuk perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. 

Di Negeri Belanda, Hatta dan Sjahrir bergabung dalam organisasi Perhimpunan Indonesia. Sebuah organisasi pelajar yang mencita-citakan kemerdekaan, juga organisasi pertama yang menggunakan nama Indonesia di Eropa. Meskipun nama Indonesia, awalnya adalah nama yang dikatakan primitif oleh Dowes Dekker, "Ah Indonesia itu kan Primitif." Kata tokoh pergerakan Nasional dari Indisce Party ketika berkunjung ke Belanda pada 1923. Bung Hatta menepis penuh semangat "biarlah kita Indonesia asal kita yang menciptakan sendiri." 

Sekembalinya dari Negeri Balanda, Sjahrir bergabung dan membetuk organisasi Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) baru, pasca Pemerintah Belanda membekukan Partai Nasional Indonesia (PNI) bentukan Soekarno. Kemudian disusul Hatta kembali ke Indonesia. Dalam organisasi PNI baru itu Hatta menjabat ketua dan Sjahrir wakilnya. Organisasi ini bergerak dalam dunia pendidikan sebagai upaya mencerdaskan kaum pribumi. Terutama rakyat kecil yang tidak diterima di sekolah Belanda. Bagi mereka, pendidikan menjadi alat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan. Karena itu kaum pribumi harus cerdas agar dapat mengatur bangsa kelak secara mandiri lepas dari penjajahan. Pada prinsipnya PNI baru berupaya mempersiapkan pemimpin masa depan dan itu hanya dapat dilakukan dengan membuka sekolah bagi kaum pribumi yang tertindas.

Terbitnya peraturan Pemerintah Hindia Belanda "Koninklijk Besaluit" pada 14 Mei tahun 1913 yang melarang perkumpulan atau organisasi politik atas dugaan mengangu keamanan dan ketentraman umum, membuat gerakan para tokoh nasionalis untuk menyebarkan semangat Nasionalis mulai terbatas dan di batasi Belanda. Di tengah kondisi itulah semua tokoh pergerakan di tangkap dan di asingkan Belanda.

Berlatar Latar belakang hukum membuat Sjahrir terdorong untuk memberikan layanan bantuan hukum gratis kepada warga pribumi di pengasingan Banda Naira. Terutama ketika ada warga Banda yang bermasalah dengan polisi Hindia Belanda. Meskipun dirinya sendiri berada ditengah pengawaan polisi untuk tidak bicara soal politik. Namun Ia bebas menikmati hidup di bawah pohon-pohon pala. Mencari ketenangan batin dan inspirasi di Laut Banda atas kegalauannya akibat terpisah jauh dengan Mariah, Istrinya di Belanda. 

Sjahrir mengisi waktu luangnya mengarungi laut pesisir dengan perahu ke Pulau Pisang. Kini pulau itu dikenal dengan Pulau Sjahrir. Hobinya melaut membuat Polisi Hindia sempat melarangnya untuk tidak lagi mengungkapkan perahu, sebab dikhawatirkan Ia melarikan diri ke Australia. Namun larangan yang tidak masuk akal itu ditepis Sjahrir, sehingga Ia tetap bebas berperahu ke pulau terdekat dari Naira. Petualangannya di laut pesisir menjadi alasan dirinya untuk menyebarkan faham nasionalis.

Karena itulah perahu yang dibelinya dari nelayan Lontor diberi nama INDONESIA. Sebuah nama yang sangat asing di Laut Banda. Nama yang baru di dengar pertamakali oleh anak-anak Banda. Ia terus mengenalkan nama Indonesia kepada anak bangsa, mengajarkan nasionalisme, menumbuhkan semangat patriotisme di pengasingan. Di tengah mendayung perahu ke pulau Pisang lagu Indonesia Raya selalu dinyaikan untuk mengajarkan kapada anak-anak Banda tentang semangat tentang Nasionalisme dan patriotisme.

Bersama Hatta, Sjahrir membuka "Sekolah Sore' yang diperuntukkan kepada anak pribumi yang tidak diterima di sekolah negeri bentukan Belanda karena perlakuan diskriminatif bangsa kolonial.

Di sekolah itu Sjahrir juga berperan sebagai guru yang mengajar mata pelajaran Sejarah dan bahasa asing. Semua matapelajaran diajarkan dalam bahasa Belanda. Untuk menyatukan pemuda Banda, Ia membetuk klub sepak bola anak muda yang dinamai dengan Persatuan Pemuda Banda (Perbamu).

Ekspansi pasukan Jepang hingga ke Pulau Ambon, membuat Hatta dan Sjahrir di jemput pasukan Sekutu di Banda Naira dan diterbapkan ke Jawa. Inilah akhirnya cerita Sjahrir Di Banda Naira.

Hikmah: Tak harus menjadi Sjahrir, tapi belajar dari Sjahrir, bahwa dimanapun kita berada kita harus bisa bermanfaat kepada lingkungan tempat kita berada dan terus menebar kebaikan meski orang lain ada yang tidak suka kepadamu.

 

#Catatan Ringkas, Kasman Renyaan, Banda Naira 18 Maret 2022

 

 

Share:

Unordered List

3/sosial/post-list

Latest blog posts

3-latest-65px

BTemplates.com

3/sosial/col-right
Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Statistik Pengunjung

Ekonomi

3/ekonomi/col-left

Publikasi

3/publikasi/feat-list

Error 404

Sorry! The content you were looking for does not exist or changed its url.

Please check if the url is written correctly or try using our search form.

Recent Posts

header ads
Ag-Historis

Text Widget

Sample Text

Pengikut

Slider

4-latest-1110px-slider

Mobile Logo Settings

Mobile Logo Settings
image

Comments

4-comments

Budaya

budaya/feat-big

Subscribe Us

Recent Posts

sejarah/hot-posts

Pages

Popular Posts