Langsung ke konten utama

Postingan

Budayakan Membaca

Penulis Abdul Asis Abdul Asis, Membaca Iqro dalam bahasa Arab bermakna bacalah. Sebuah makna yang menyuruh kita untuk membaca.  Istilah membaca ini sebetulnya bermakna luas. Karena itu, saya membatasi makna membaca hanya melalui media tulisan, buku, tafsir, dan sejenisnya. Pada prinsipnya, dengan membaca kita dapat mengetahui seluk beluk dunia dan seisinya. Terkadang kita selalu mengabaikan budaya membaca. Padahal kalau kita merujuk dari sejarah para ulama Islam, mereka selalu membudayakan membaca. Selain membaca, mereka juga menulis, mengkaji, menafsir dan mengaflikasikan ilmu yang mereka dapatkan. Para ulama terdahulu tak merasa bosan untuk menyelami dunia ilmu, sehingga otoritas kazana keilmuan yang mereka miliki betul-betul mempuni. Sedikit teringat dengan perkataan Imam Annawawi dalam kitab ilmu, bahwa “kebutuhan manusia terhadap ilmu melebihi dari kebutuhan makan dan minum.” Apabila kita menafsirkan perkataan tersebut sangatlah mendalam maknanya. Melalui media tulis ini saya ...

Wujudkan Peradaban dengan Ilmu

Penulis: Abdul Asis. Sebuah Pandangan Tentang Peradaban Ilmu Masalah yang paling penting dihadapi umat saat ini adalah manusia dan pembinaannya. Pembinaan yang terhubung dengan warisan kebudayaan. Berinteraksi dengan zaman, berkomitmen untuk masyarakat dan bangsanya. Apabila manusia diabaikan tumbuh tanpa ilmu dari akarnya, maka musnalah. Sesungguhnya, kemajuan pembangunan tidak dapat dicapai dengan politik dan uang semata. Melaingkan dicapai dengan suatu asas ilmu dan pengetahuan. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi peting, sehingga generasi mampu memberikan kontribusi penuh untuk mewujudkan sebuah peradaban. Peradaban ilmu dan pengetahuan melalui wadah pendidikan, sehingga seseorang tidak hanya berpanguku tangan melihat keadaan dan menyaksikan kondisi yang ada apatis, pesimis, dilingkunggannya. Dapat menciptakan pembagunan SDM, meningkatkan kemajuan, kemakmuran dan mengabdikan dirinya untuk generasi di masanya. Wujukanlah peradaban dengan ilmu...

IPMAM DALAM IDE

IPMAM HANYA TUNGGAL DALAM IDE”ATAUKAH SEBALIKNYA “ Oleh: Jubaer Hart  Sebuah pandangan Perbedaan gagasan, politik, dan ideologi berimplikasi terhadap generasi dan kader IPMAM di abad ke 21. Berbagai macam latarbelakang dan pergerakan  kader-kader IPMAM  di rana akademisi, membuat organisasi ini berada dipersimpangan jalan. Berbekal pengetahuan ideologi islam yang fundamentalis dan diskusi-diskusi tentang keislaman yang tauhid, sampai membaiat IPMAM diharamkan berpolitik mengingat politik bernuansa sangat ekstrim terhadap kepentingan individual maupun golongan. Lantas kemudian disimpan dimana-dan dikemanakan  kader-kader yang berkualitas ini? Atau politik seperti apa yang harus dipakai oleh IPMAM? Mungkin karnah IPMAM adalah organisasi yang menggunakan rujukan Al-Quran dan As-Sunnah, sehingga berpolitk dijadikan sebagai tabuh. Saya rasah pertanyaan-pertanyaan seperti ini yang harus kita carikan jalan keluar atau soslusi, sehingga nilai-nilai dan maknah organisa...

Jumpa Pertama di Kota Daeng

Aku dan kamu berjumpa di Kota Daeng. Pertemuan itu, kali pertama kita. Setelah sekian lama mengipikan perjuampaan itu. Kita bertemu di UVRI Antang. Di Pos penjagaan, Kampus UVRI aku menggu. Dan beberapa waktu aku menunggu, kamu tiba-tiba muncul dari arah depan pintu gerbang, dengan berboncengan sepeda motor. Kamu bersama kakak Iparmu. Kamu memanggilku Bi, disini. Dengan senyum aku menjawmu, kesini saja. Tak menunggu lama kamu pun melangkah mendekatiku. Kita bersalaman, jabat tangan, saling melempar senyum. Kamu memandangku, mencubit-cubit badangku dengan penuh kasih sayang. Kaka iparmu datang menyembar kita. Aku berkenalan denganya, berjabatangan dengan senyum malu. Kamu mengajaku kerumah sepupumu. Tak ada motor untuk bisa menjangkau rumahmu. Kamu mencarikanku ojek. Dan aku menungguhmu, hingga kamu muncul bersama ojek yang kamu ajak untuk memboncengku. Aku bersama tukang ojek satau sepeda motor dan kamu bersama kaka iparmu semotor. Kami mengikuti belakang kalian. Sekali-kali tuka...

Konsep Tentang Sejarah yang Diingat

  “Sejarah yang diingat.” Demikian pengalan kalimat yang pernah diutarakan sejarawan Inggris, Bernard Levis (terjemahan, 2019). Ungkapan tersebut, sesungguhnya tepat untuk menulis narasi sejarah yang ditemukan dari masyarakat bawah ini. Keberadaan mereka dalam panggung kesejarahan Indonesia pada umumnya, meminjam istilah Zuhdi, diabaikan dan terabaikan. Kecenderungan sejarawan dalam menampilkan diskripsi sejarah selama ini, lebih banyak memunculkan kisah heriok masyarakat yang berasal dari kalangan menegah ke atas, sehingga rakyat kecil yang hidup di dusun dan di desa terpencil, tak punya tempat dalam sejarah. Bahkan kisah mereka pun ketika ditampilkan dalam pangungg sejarah tak banyak diminati oleh pembaca. Padahal nilai-nilai kesejarahan yang dapat dipetik dari kisah itu, banyak yang bisa dijadikan pengetahuan generasi bangsa sekarang dan di masa depan. Karena itu, historografi ini menampilkan narasi sejarah dengan pendekatan sejarah masyarakat bawah, sesuai hasil penelitian ...

Sejarah Kampung Saluku: Satu Kali Tinggal

Penulis : Kasman Renyaan (Mahasiswa Pendidikan Sejarah pada PPS (S2) UNM   Istilah Saluku diambil dari bahasa Cia-cia. Akar kata “Sa” dan “Luku.” Sa, berarti “satu” dan “luku” artinya tinggal. Saluku mengandung makna “’satu kali tinggal.” Ungkapan Saluku, dimaksudkan untuk mereka yang tinggal di kampung ini, baik penduduk setempat maupun pendatang, kemudian menikah di Saluku akan tetap berkeinginan untuk tinggal (menetap) di kampung ini. Selain itu, nama Saluku juga dimaksudkan kepada orang lain (pendatang), bila mereka datang ke kampung ini, akan tetap berkeinginan terus-menerus tinggal di kampung ini. Maksudnya, ia akan mempunyai keinginan kuat untuk tetap menetap di Saluku. Ketika orang itu pergi meninggalkan kampung ini, maka ia akan terus mengingatnya dan akan berusaha untuk kembali lagi di lain waktu. Tidak ada catatan tertulis yang bisa mengungkapkan secara pasti kapan sebenarnya orang Buton bermukim di sini? Namun, dari sejumlah informasi yang direk...

Mengukir Kisah Kampung Asamjawa di Pantai Barat Seram

 Penulis: Kasman Renyaan Tradisi Lisan : Sejarah Masyarakat Kecil Merekontruksi sejarah kampung atau sejarah masyarakat akar rumput (baca politik), akan sulit ditemukan dalam dokumen tertulis. Tentang apa yang dilakukan di masa lampau, tidak ditulis lalu disimpan sebagai dokumen sejarah. Selain para pelakunya tidak memiliki kepandaian menulis, juga dianggap oleh kebanyakan orang tidak penting untuk dilukiskan dalam catatan sejarah. Sebuah kampung akan dianggap penting dan banyak orang yang tertarik untuk menelusuri jejak sejarahnya apabila kawasan tersebut menjadi titik pusat pusat pemerintahan di masa lampau, atau menjadi tempat lahir para pejuang, ilmuan, tokoh-tokoh besar yang berpengaruh dalam perkembangan kehidupan umut manusia. Konsep inilah yang disebut “peminggiran sejarah.” Padahal setiap orang atau tempat tertentu pastinya memiliki sejarah. Karena itulah, pintu masuk untuk merekontrusi sejarah kampung dan orang kampung mengunakan pendekatan sejarah lisan atau tradisi ...