Langsung ke konten utama

Konsep Tentang Sejarah yang Diingat


 “Sejarah yang diingat.” Demikian pengalan kalimat yang pernah diutarakan sejarawan Inggris, Bernard Levis (terjemahan, 2019). Ungkapan tersebut, sesungguhnya tepat untuk menulis narasi sejarah yang ditemukan dari masyarakat bawah ini. Keberadaan mereka dalam panggung kesejarahan Indonesia pada umumnya, meminjam istilah Zuhdi, diabaikan dan terabaikan. Kecenderungan sejarawan dalam menampilkan diskripsi sejarah selama ini, lebih banyak memunculkan kisah heriok masyarakat yang berasal dari kalangan menegah ke atas, sehingga rakyat kecil yang hidup di dusun dan di desa terpencil, tak punya tempat dalam sejarah. Bahkan kisah mereka pun ketika ditampilkan dalam pangungg sejarah tak banyak diminati oleh pembaca. Padahal nilai-nilai kesejarahan yang dapat dipetik dari kisah itu, banyak yang bisa dijadikan pengetahuan generasi bangsa sekarang dan di masa depan.
Karena itu, historografi ini menampilkan narasi sejarah dengan pendekatan sejarah masyarakat bawah, sesuai hasil penelitian yang ditemukan penulis di lapangan. Menyajikan beberapa sejarah kampung-kampung Buton di pesisir Hoamual, SBB-Maluku. Kehadiran mereka di daerah itu, sesungguhnya tidak meninggalkan bukti tertulis. Kapan orang Buton pertama kali datang wilayah Hoamual? Sebuah pertanyaan kritis, yang sudah barang tentu tidak akan bisa ditemukan dan dibuktikan kebenarannya secara mutlak. Namun itulah sejarah, bukanlah ilmu pasti, tetapi dialog yang tak berkesudahan, selama didukung dengan data dan fakta.
Memang belum ada, dan bahkan mungkin tidak akan perah ada temuan dokumen yang bisa dijadikan sumber data yang otentik untuk membuktikan kebenaran cerita sejarah orang Buton di Huamual. Apa yang dikisahkan tentang masa lalu mereka di tanah rantau itu, hanya terekam dalam inggatan kolektif masyarakatnya. Itupun bukan pengkisah bukan lagi dari pelaku pertama, tetapi cerita itu sudah turungkan dari generasi ke generasi, sehingga tak jarang mengandung multitafsir dan interpretasi dari sipencerita, bahkan cerita itu bias. Itulah sebabnya, terkadang tentang apa yang kisahkan bercampur dengan unsur mitos dan mistik. Walhasil, kebenaran cerita yang dituturkan tidak dapat dijangakau dengan pikiran rasional. Dari kisah itu, tidak ditemukan suatu kebenaran sejarah, layaknya sebuah disiplin ilmu.
Meskipun demikian, bukan berarti tidak ada dokumen tidak ada sejarah, tetapi sejarah selalu ada. Sepanjang ada kehidupan umat manusia. Rekam jejak, dan benda tingalannya, baik individu maupun dalam aktifitas di dalam lingkungan masyarakatnya dapat dijadikan sumber sejarah. Ditampilkannya historiografi ini paling tidak diharapankan bisa bermanfaat untuk sumber pengetahuan generasi di, mereka di tanah rantau yang tidak lagi hidup sezaman. Mungkin telah lupa sejarah dan budayanya sebagai pengikat kebersamaan mereka di daerah itu. Sejarah yang bisa memberikan tuntunan kepada generasi Buton-SBB, hari ini dan di masa mendatang agar mereka tidak jatuh dijurang yang sama.
Berikut ini adalah sepengal kisah sejarah yang direkam oleh penulis berdasarkan hasil wawancara dengan para informan yang masih menggetahui kisah awal kehadiran orang tua mereka terdahulu, di kampung-kampung Buton Pesisir Huamual yang kini mereka tinggali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH KETERTIBAN

KATA PENGANTAR Dengan Menyebut nama Allah SWT, yang selalu melimpahkan kasih sayang kepada makhluknya, segala puja dan puji hanya dipersembahkan kepadanya, shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai penunjuk jalan bagi umat menuju keridhaan Allah SWT. Makalah ini disusun dengan maksud untuk menambah bahan pengetahuan tentang Ketertiban. Ketertiban yang dimaksud dalam makalah ini adalah ketertiban sebagai landasan kehidupan dilingkungan baik lingkungan pendidikan, perkantoran, maupun dilingkungan masyarakat umum dan kedisiplinan seseorang terhadap aturan yang berlaku. Namun demikian   usaha seperti ini dirasakan masih sangat kurang bila dibandingkan dengan luasnya permasalahan-permasalahan Ketertiban diberbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Penulis menyadari bahwa penulisan Makalah ini jauh dari harapan akan kesempurnaan. Namun berkat usaha penulis dan bantuan yang selalu datang dari berbagai pihak, hingga penulisan makalah ini dapat diseles...

Universitas Banda Naira Gelar Yudisium Sarjana Perdana

  Wakil rektor bidang akademik (tengah depan) beserta dekan dan sejumlah ketua program studi dalam acara Yudisium Sarjana Rabu (11/1/2023), Pagi. AG-HISTORIS.com , Banda ; Setelah resmi naik status dari sekolah tinggi (STP dan STKIP) Hatta-Sjahrir menjadi Universitas Banda Naira (UBN) pada 2022 lalu, kampus yang dikelolah Yayasan dan Warisan Budaya Banda itu, mengelar yudisum masal perdana kepada 47 orang mahasiswa yang telah menempuh ujian sarjana hingga pekan lalu. Kegiatan serimonial akademik untuk pengesahan pengunaan gelar sarjana ini, diikuti oleh sebanyak 27 lulusan Fakultas Perikanan dan 20 mahasiswa lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) di gedung Harmony Society, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Rabu (11/1/2023). Dalam sambutannya, Wakil Rektor (Warek 1) Bidang Akademik UBN Budiono Senen, S.Pi., M.Si, mengatakan pemberian gelar sarjana ini merupakan suatu kebangaaan sekaligus beban. "Masyarakat di luar sana menunggu pengabaian Anda sebagai ...

AKULTURASI KEBUDAYAAN ISLAM DI NUSANTARA DALAM PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK SOSIAL DAN BUDAYA

KATA PENGANTAR Mendahului kata pengantar ini, penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa Pengasih Lagi Maha Penyayang atas limpahan rahmat-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun dengan maksud untuk menambah bahan pengetahuan tentang “ Akulturasi Kebudayaan Islam Dalam Persingunganya Dengan Kebudayaan Lokal Dalam Perspektif Ekonomi Politik Sosial Dan Budaya.” Kemampuan Islam untuk beradaptasi dengan budaya setempat, memudahkan Islam masuk ke lapisan paling bawah dari masyarakat. Akibatnya, kebudayaan Islam sangat dipengaruhi oleh kebudayaan petani dan kebudayaan pedalaman, sehingga kebudayaan Islam mengalami transformasi bukan saja karena jarak geografis antara Arab dan Indonesia, tetapi juga karena ada jarakjarak kultural. Proses kompromi kebudayaan seperti ini, tentu membawa resiko yang tidak sedikit, karena dalam keadaan tertentu seringkali mentoleransi penafsiran yang mugkin agak menyimpang dari aja...