Stop Plagiat. Inilah kalimat pembuka yang akan disampaikan pada tulisan ini. Berawal dari keresahan dan kegelisahan batin saya, saat membaca karya hasil riset saya diciplak. Jiwa dan batin ini, seakan terguncang. Bibir pun berkata, itu milik saya. Namun apalah daya, semua telah terlanjur. Mungkin juga dianggap waktu (keberatan) telah berlalu. Karena itu, mereka tak hendak bertanggungjawab, dan tak ada balasan ketika surat keberatan (melalui e-mail) dilayangkan.
Seakan tak ingin tahu, dan tidak tahu apa-apa. Mengganggap apa yang mereka lakukan itu, benar hingga protes tak digubris. Apapun alasannya, mengambil hak milik orang lain tampa seizin pemiliknya adalah perbuatan terlarang alias mencuri. Tindakan mencuri dalam pandangan agama manapun sangat dilarang, juga mendatangkan dosa dan petaka. Melangar norma agama dan hukum normatif. Inilah deretan kisah protes saya, terhadap media cetak ternama di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara, yang sengaja mengcopi paste tulisan saya, dan masukannya di dalam opini harian mereka dan dengan sengaja menghilangkan nama saya;
Menjadi pelajaan berhaga untuk penulis pemula atau penulis kawakan, bahwa menciplak adalah perbuatan dosa. Meskipun demikian, penulis kawakan sekelas profesor pun masih melakukan tindakan bejat itu. Beberapa waktu yang lalu (10/09/2016), saya membaca sebuah status di akun fecebook milik seorang guru besar (profesor) yang bekerja di Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI). Ia sedang mempermasalahkan karya tulis Ilmiahnya, diciplak oleh orang lain yang juga adalah seorang dosen dibeberapa perguruan tinggi di Indonesia. Diantaranya dosen di sebuah perguruan tinggi yang berada di Ambon, Maluku.
Permasalahannya adalah sang penulis tidak mencantumkan nama sumbernya ketika menulis karya ilmiahnya. Seakan menggangap karya yang dihasilkannya benar 100% idenya. Inilah yang disebut plagiat alias menciplak. Saya pun mengapdet status di fecebook group Independesi Ipmam, yang sebagian besar angotanya adalah anak sekampung saya. Berikut pangalan kalimatnya;
“perbuatan yang yang tak terpuji ini, kini sedang marak terjadi dilingkungan akademik (Kampus-Kampus). Dan jika terjadi gugatan dan terbukti melakukan plagiat sesuai ketentuan Undang-Undang bisa dijabut gelar akademiknya. Alias gelar sarjana yang dimilikinya akan batal secara hukum. Oleh karena itu, adik-adikku sekalian yang baik hati, yang sedang menempuh kuliah Strata Satu (S1), dimanapun berada. Jika Anda menulis karya ilmiah kelak, hindarilah perbuatan "mencopi paste, mentah mentah- tampa memasukan nama penulisnya," karena itu bisa dipermasalahkan secara hukum sesuai ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Berusahalah untuk menghasilkan karya ilmiah (skripsi) dari hasil bacaan dan penelitian anda sendiri. Itu lebih baik dan bermolaral daripada menciplak karya milik orang lain.”
Catatan: Tulisan Tersebut Telah dipos penulis di Kompasiana.com dengan judul "Lawan Plagiator: Protes untuk Sang Penciplak",








0 Comments:
Posting Komentar