A.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia sebanarnya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk yang
sadar. Kesadaran manusia itulah dapat disimpulkan dari kemampuannya untuk berfikir, berkehendak, dan merasa. Dengan
pikirannya, manusia mendapatkan (ilmu) pengetahuan. Dengan kehendaknya, manusia
mengarahkan prilakunya. Dan dengan perasaanya pula, manusia dapat mencapai
kesenangan.[1]
Perbedaan mendasar antara manusia dengan
makhluk lain (hewan) ialah, manusia diberikan kelebihan akal dan pikiran (ide)
untuk merenungkan segala bentuk persoalan (keadaan) dalam hidupnya. Manusia
dapat memecahkan dan menjelaskan kehidupan dunia sekelilingnya, antara dunia
subjektif dan dunia objektif. Dalam hubungan antara pikiran atau ide manusia
dan keadaan (materi) atau kenyataan di sekelilingnya itu, sudah tentu banyak
terdapat persoalan. Tetapi di antaranya, yang paling pokok dan mendasar adalah
antara pikiran dan keadaan atau antara ide dan materi, yang manakah yang lebih
dahulu. Ini menjadi masalah yang terpokok dan paling mendasar, karena setiap
sistem filsafat atau pandangan dunia, mau tak mau harus menjawab hal ini. Dan
jawabannya adalah menjadi pangkal tolak pandangan filsafatnya.[2]
Konsepsi-konsepsi tentang kehidupan dan
dunia yang kita sebut “Filsofis” dihasilkan oleh dua factor, pertama konsepsi religious dan etis
warisan; Kedua, semacam penelitian
yang disebut “ilmiah” dalam pengertian yang luas. Kedua factor ini mempengaruhi
sistem-sistem yang dibuat oleh para filsuf secara perseorangan dalam proposisi
yang berbbeda-beda, tetapi kedua factor inilah yang sampai batas-batas tertentu
mencirikan filsafat. Kata Filsafat digunakan dengan banyak cara, sebagian
secara luas dan sebagian secara sempit.[3]
Kata filsafat ini sebenarnya berkaitan erat dengan segala sesuatu
yang bisa dipikirkan oleh manusia. Bahkan tidak akan pernah ada habisnya, karena
mengandung dua kemungkinan, yaitu proses berpikir dan hasil berpikir. Filsafat
dalam arti pertama adalah jalan yang ditempuh untuk memecahkan masalah.
Sedangkan, pada pengertian kedua, merupakan rangkaian kesimpulan yang diperoleh
dari hasil pemecahan atau pembahasan masalah. Filsafat dari
segi bahasa, pada hakikatnya adalah menggunakan rasio (berpikir). Tetapi, tidak
semua proses berpikir disebut filsafat. Manusia yang berpikir, dapat diketahui
dalam kehidupan sehari-hari.[4]
Persoalanya
kemudian, bagaimana ketika pemikiran filsafat ini diarhkan
untuk membangun Ilmu-Ilmu Social. Tentunya akan sanggat mendukung dapat memberi
nilai manfaat terhadap proses berfikir ilmiah, dapat pula terdapat hasil
berfikir ilmiah. Pemikian Filsafat dalam kaitainya dengan ilmu sosial ini,
merupakan salah satu cabang ilmu yang mempelajari persoalan sosial kemasyarakatan
secara kritis, radikal dan komprehensif. Peran filsafat sosial dalam ranah
kehidupan sosial harus berpartisipasi dalam melayani manusia. Karena itu para
ilmuan sosial harus menentukan keberpihakannya kepada siapa mereka melayani.
Filsafat sosial harus menolak pemisahan antara teori dan praktek, dan semua
praktek dan teori harus didiskusikan. Kepentingan praktek bagi ilmuan sosial
adalah untuk membebaskan manusia dari ketertindasan dengan demikian posisi
mereka sebagai manusia dapat berubah.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut
diatas, maka yang menjadi permasalahan mendasar dalam penulisan Makalah ini
yaitu:
a. Apa
itu filsafat?
b. Fungsi
dan peranan Filsafat ?
c. Bagimana
Pemikiran Filsafat Dalam Membangun Ilmu-Ilmu Social?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan
a.
Tujuan
Penyusunan
makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan:
1. Apa
itu filsafat?
2. Fungsi
dan peranan Filsafat ?
3. Pemikiran
Filsafat Dalam Membangun Ilmu-Ilmu Social
?
4. Memenuhi
tugas perdana martikulasi pada matakuliah Tinjauan Filsafat Dalam Pelaksanaan
Penelitian Ilmu-Ilmu Social.
b.
Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu Sebagai
penambah bahan bacan dan pengetahuan terutama bagi penulis sebagai proses
mempelajari filsafat dan kaitanya dengan ilmu-ilmu social. Serta dapat menamba
pengetahuan bagi siapa saja yang hendak mempelajari filsafat.
B.
PEMBAHASAN
1.1.
Filsafat
a.
Apakah Filsafat itu ?
Bagi sebagian besar
orang, belajar
filsafat dianggap sebagai suatu hal yang
kurang penting. Sebab, selain filsafat dianggap tidak banyak berkaitan dengan
problem praktis kehidupan, filsafat juga dianggap sebagai ilmu yang sangat
tinggi. Padahal, pengertian yang demikian tidaklah benar. Bahkan, dengan
belajar filsafat kita akan semakin mudah memahami kontradiksi-kontradiksi yang
dialami dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, kita perlu mengetahui apa yang
dimaksud dengan filsafat.[5]
Kata Filsafat sendiri berasal dari kata-kata Yunani, yakni Philo dan Sophia. Philo artinya
cinta yang dalam mana luas diartikan sebagai keingitahuan yang mendalam,
sedangkan Sophia artinya,
kebijaksanaan atau kepandaian. Sehingga disimpulkan bahwa orang yang
mempelajari filsafat adalah seseorang pencinta kebijaksanaan yang tidak pernah
puas akan suatu ilmu pengetahuan dan mengganggap kebenaran itu tidak akan perah
final. Ia terus berusaha mencari kebenaran hingga ke akar-akarnya.[6]
Secara singkat dan
sederhana
yang dimaksud filsafat adalah: seluruh pandangan manusia terhadap dunia
keseluruhanya baik alam maupun pikiran. Dengan kata lain, belajar filsafat berarti belajar tentang dasar atau
pangkal pandangan kita terhadap gejala-gejala alam, masyarakat dan pikiran.
Setiap manusia mempunyai pandangan–pandangan tertentu misalnya, tentang alam.
Ada orang yang berpendapat bahwa manusia bukan
hanya tidak bisa mengubah alam tetapi malah dikuasai alam. Akibat pandangan itu
maka manusia menyembah dan memohon kepada alam: batu-batu, pohon-pohon
tertentu, gunung dan sebagainya, disembah, diberi sajian korban dan sebagainya.
Tetapi ada pula orang yang berpendirian bahwa,
alam itu bisa dikenal dan dikuasai oleh manusia untuk kebahagiaan manusia.
Misalnya, para sarjana di negeri-negeri Sosialis sedang dengan giat mempelajari
ruang angkasa luar dan sistem planet hingga mereka telah berhasil memotret
punggung bulan yang tak kelihatan, mengirimkan manusia untuk mengitari bumi,
untuk mempelajari ruang angkasa luar dan keadaan planet-planet lainya dengan
pengetahuan yang luas dan mendalam. Untuk lebih memudahkan kita memahami
filsafat, marilah kita lihat contoh berikut ini. Si Amin, mempelajari sejarah
Indonesia; dari hasil bacaannya ia mengetahui bahwa dahulu kala Indonesia tidak
pernah dijajah, kemudian dijajah Imperialis Belanda dan sesudah itu oleh fasis
Jepang. Selama penjajahan itu, rakyat Indonesia terus-menerus mengadakan
perlawanan untuk menghancurkan kekuasaan kaum penjajah itu. Kemudian pecah revolusi Agustus 1945 dan
sekarang ini Indonesia adalah negara yang belum Merdeka penuh dan setengah
feodal. Ia menarik kesimpulan bahwa masyarakat
Indonesia ini Jadi, menurutnya sejarah masyarakat Indonesia terus mengalami
perubahan, karena adanya perjuangan yang
terdapat dalam masyarakat itu.
Pendapat atau
pandangan yang diajukan si Amin itu
adalah fikiran-fikiran filsafat dan ketika ia mengajukan pendapat atau
pandangan maka ia sudah berfilsafat, sekalipun ia tidak mempelajarinya. Jadi, jelas bahwa filsafat itu erat
hubunganya dengan kehidupan kita. Soalnya ialah, bagaimana kita memahami dan memiliki filsafat yang benar.[7]
b.
Pengertian
Filsafat menurut para Filsuf
Filsafat dalam
perkembangannya seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan mempunyai perbagai
penertian. Namun memiliki tujuan yang sama. Sebab dasar filsafat adalah pikiran
(ide) manusia. Karena
begitu luasnya kajian filsafat, maka banyak filosof yang berbeda dalam
mengertikan filsafat.
Ada
beberapa catatan sejarah tentang pengertian filsafat menurut para filosofis
terkemuka, diantaranya, Plato (427 SM–348 SM) mengartikan filsafat sebagai ilmu
pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli. Sedangkan Aristoteles
(382 SM–322 SM) filsafat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang meliputi
kebenaran yang didalamnya terkandung ilmu – ilmu metafisika, logika, etika, dan
antropologi. Sehubungan dengan itu, tokoh filsafat muslim Al Farabi (870 M–950
M) mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan
bagaimana hakikat yang sebenarnya. Sementara Descartes (1590 M – 1650 M)
mengemukakan bahwa filsafat merupakan kumpulan dari segala pengetahuan di mana
tuhan, alam, dan manusia menjadi pokok infestigasi. Teori filsafat tersebut
takjau berbeda dengan teori yang di sampaikan Filsuf Immanuel Kant (1724 M –
1804 M) mendeskripsikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menjadi pokok
dan pangkal ilmu pengetahuan yang mencakup di dalam metafisika, etika, agama,
dan antropologi. Sebenarnya setiap manusia dapat mendeskripsikan sendiri
pengertian dari filsafat. Asalkan, dapat membayangkan luasnya ruang lingkup
yang di kaji dari filsafat tersebut. Begitu juga para filosof yang telah
mengemukakan definisi – definisi di atas, pada hakikatnya sama. Tidak ada
pertentangn, hanya saja cara menyampaikannya yang berbeda.[8]
Dan tokoh filsafat Muslim lain seperti Al-Kindi mengartikan
Filsafat adalah tentang realitas hal-hal yang mungkin bagi manusia, karena
tujuan filsof dalam pengetahuan teoritis adalah untuk memperoleh kebenaran, dan
dalam pengetahuan praktis untuk berprilaku sesuai dengan kebenaran.[9]
Dari berbagai teori
filsafat yang dikemukan diata, maka penulis berkesimpulan bahwa filsafat adalah
kumpulan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil berfikir sesorang untuk
menjelaskan keadaan alam sekitaranya. Sebab dasar dari filsafat itu adalah
proses berfikir.
c. Berfikir
Filsafat
Berfikir filsafat menjadi cirri orang yang beradap
(madani) adalah orang yang mencoba mengunakan akal budi untuk memecahkan problem. Itulah sebabnya, dalam prilaku
hidup yang gemar berfikir filsafat selalu penuh dengan rasa ingin tahu. Rasa
ingin tahu termasud tentu didukung oleh sejumlah data yang jelas, akuntabel,
dan valid. Dengan demikian berfilsafat menandai orang yang kritis.
Setiap detik manusia pasti berfikir, ketika dia
sadar diri. Berfikir filsafat tentu berbeda dengan berfikir yang lain. Berfikir
filsafat, kuncinya adalah untuk meraih ebijaksaan hidup. Memang harus diakui
bahwa konsep filsafat masih sering memunculkan penafsiran bermacam-macam. Namun
demikian, inti filsafat memang bermakna kebijaksanaan. Filsafat merupakan
wahana berfikir.
Orang yang gemar berfilsafat artinya cinta
kebijaksanaan. Orang yang berfikir filsafat, adalah orang yang memiliki pola
pikir tertata, jernih dan meyakinkan. Berfikir filsafat adalah sebuah langkah
penjelasan ilmu. Berfikir dengan filsafat ilmu berarti memikirkan dasar-dasar
keilmuan dari objek pemikiran filsafat yang luas. Objek pemikiran filsafat
adalah segala sesuatu yang ada di alam semesta. Segala yang ada merupakan bahan
pemikiran filsafat.[10] Bahwa berfilsafat adalah berfikir. Hal ini
tidak berarti setiap berfikir adalah berfilsafat, karena berfilsaf itu berfikir
dengan ciri-ciri tertentu.[11]
d.
Ciri-Ciri
Berfikir Filsafat
Ciri-ciri berfikir filsafat secara singkat dan jelas
dapat di ketahui yaitu:
a. Membangun
pemehaman tentang makna dan membimbing tindakan.
b. Berfikir
secara ketas, tuntas, rinci, dan habis-habisan.
c. Berfikir
secara seismatik dan sistemik.
d. Membangun
bangang konsepsional (Peta Konsep).
e. Jawaban-jawaban
serial prihal kepilsafatan (5W + 1 H).
f. Merupakan
pemikirian yang kohoren, rutut dan sismatis
g. Hasil
dari pemikiran laogis dan rasional.[12]
2.2 . Fungsi Dan Peranan Filsafat dalam
Ilmu Pengetahuan
a. Fungsi
dan penan filsafat ilmu
Fungsi
filsafat dalam membangun ilmu-ilmu sosial kiranya tidak bisa dilepaskan dari
fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :
1. Sebagai alat mencari kebenaran dari
segala fenomena yang ada.
2. Mempertahankan, menunjang dan melawan
atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
3. Memberikan pengertian tentang cara
hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
4. Memberikan ajaran tentang moral dan
etika yang berguna dalam kehidupan
5. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman
untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi,
politik, hukum dan sebagainya.
Jadi
fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami
berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk
membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh
dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya
mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory
of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun
besar secara sederhana. Sedangkan peranan Filsafat diharapkan dapat
mensistematiskan, meletakkan dasar, dan memberi arah kepada perkembangan
sesuatu ilmu maupun usaha penelitian ilmuan untuk mengembangkan ilmu. Cara
kerja filsafat ilmu memiliki pola dan model-model yang spesifik dalam
menggali dan meneliti dalam menggali pengetahuan melalui sebab musabab
pertama dari gejala ilmu pengetahuan. Di dalamnya mencakup paham tentang
kepastian , kebenaran, dan obyektifitas. Cara kerjanya bertitik tolak pada
gejala – gejala pengetahuan mengadakan reduksi ke arah intuisi para
ilmuwan, sehingga kegiatan ilmu – ilmu itu dapat dimengerti sesuai dengan
kekhasannya masing-masing disinilah akhirnya kita dapat mengerti fungsi
dari filsafat ilmu.[13]
b. Peranan
Filsafat Dalam Ilmu Pengetahuan
Ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya
membantu manusia dalam mengorientasikan diri dalam dunia dan memecahkan
berbagai persoalan hidup. Untuk mengatasi masalah-masalah, manusia membutuhkan
kesadaran dalam memahami lingkungannya. Di sinilah ilmu-ilmu membantu manusia
mensistematisasikan apa yang diketahui manusia dan mengorganisasikan proses
pencariannya.
Meskipun demikian, pada kenyataannya
peranan ilmu pengetahuan dalam membantu manusia mengatasi masalah kehidupannya
sesungguhnya terbatas. Untuk mengatasi masalah ini, ilmu-ilmu pengetahuan
membutuhkan filsafat. Dalam hal inilah filsafat menjadi hal yang penting.
C.Verhaak dan R.Haryono Imam dalam
bukunya yang berjudul Filsafat Ilmu Pengetahuan: Telaah Atas Cara Kerja
Ilmu-ilmu, menjelaskan dua penilaian filsafat atas kebenaran ilmu-ilmu. Pertama, filsafat ikut menilai apa yang dianggap
“tepat” dan “benar” dalam ilmu-ilmu. Apa yang dianggap tepat dalam ilmu-ilmu
berpulang pada ilmu-ilmu itu sendiri. Dalam hal ini filsafat tidak ikut campur
dalam bidang-bidang ilmu itu. Akan tetapi, mengenai apa kiranya kebenaran itu,
ilmu-ilmu pengetahuan tidak dapat menjawabnya karena masalah ini tidak termasuk
bidang ilmu mereka. Hal-hal yang berhubungan dengan ada tidaknya kebenaran dan
tentang apa itu kebenaran dibahas dan dijelaskan oleh filsafat. Kedua,
filsafat memberi penilaian tentang sumbangan ilmu-ilmu pada perkembangan
pengetahuan manusia guna mencapai kebenaran.
Dari dua
penilaian filsafat atas kebenaran ilmu-ilmu di atas, dapat dillihat bahwa
ilmu-ilmu pengetahuan (ilmu-ilmu pasti) tidak langsung berkecimpung dalam usaha
manusia menuju kebenaran. Usaha ilmu-ilmu itu lebih merupakan suatu sumbangan
agar pengetahuan itu sendiri semakin mendekati kebenaran. Filsafatlah yang
secara langsung berperan dalam usaha manusia untuk mencari kebenaran. Di dalam
filsafat, berbagai pertanyaan yang berhubungan dengan kebenaran dikumpulkan dan
diolah demi menemukan jawaban yang memadai. Franz Magnis
Suseno mengungkapkan dua arah filsafat dalam usaha mencari jawaban dari
berbagai pertanyaan sebagai berikut: pertama, filsafat harus mengkritik
jawaban-jawaban yang tidak memadai. Kedua, filsafat harus ikut mencari
jawaban yang benar. Kritikan dan jawaban yang diberikan
filsafat sesungguhnya berbeda dari jawaban-jawaban lain pada umumnya. Kritikan dan
jawaban itu harus dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Pertanggungjawaban
rasional pada hakikatnya berarti bahwa setiap langkah harus terbuka terhadap
segala pertanyaan dan sangkalan, serta harus dipertahankan secara argumentatif
dengan argumen-argumen yang objektif. Hal ini berarti
bahwa kalau ada yang mempertanyakan atau menyangkal klaim kebenaran suatu
pemikiran, pertanyaan dan sangkalan itu dapat dijawab dengan argumentasi atau
alasan-alasan yang masuk akal dan dapat dimengerti. Dari berbagai penjelasan di
atas, tampak jelas bahwa filsafat selalu mengarah pada pencarian akan
kebenaran. Pencarian itu dapat dilakukan dengan menilai ilmu-ilmu pengetahuan
yang ada secara kritis sambil berusaha menemukan jawaban yang benar. Tentu saja
penilaian itu harus dilakukan dengan langkah-langkah yang teliti dan dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional.
Penilaian dan
jawaban yang diberikan filsafat sendiri, senantiasa harus terbuka terhadap
berbagai kritikan dan masukan sebagai bahan evaluasi demi mencapai kebenaran
yang dicari. Inilah yang menunjukkan kekhasan filsafat di hadapan berbagai ilmu
pengetahuan yang ada. Filsafat selalu terbuka untuk berdialog dan bekerjasama
dengan berbagai ilmu pengetahuan dalam rangka pencarian akan kebenaran. Baik
ilmu pengetahuan maupun filsafat, bila diarahkan secara tepat dapat sangat
membantu kehidupan manusia. Membangun ilmu pengetahuan diperlukan konsistensi yang terus berpegang pada
paradigma yang membentuknya. Kearifan memperbaiki paradigma ilmu
pengetahuan nampaknya sangat diperlukan agar ilmu pengetahuan seiring dengan
tantangan zaman, karena ilmu pengetahuan tidak hidup dengan dirinya sendiri,
tetapi harus mempunyai manfaat kepada kehidupan dunia.[14]
c. Ilmu Pengetahuan
Ilmu
adalah istilah yang bereasal dari kata yunani, yaitu secientia yang berarti ilmu. Atau dalam kaidah bahasa arab berasal
dari kata ‘ilm yang berarti yang berarti
memahami, mengerti, atau mengetahui.[15] Sedangkan pengetahuan Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, pengetahuan berarti segala sesuatu
yg diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu yg diketahui berkenaan dengan hal
(mata pelajaran). Dari arti kata tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
merupakan segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari persentuhan panca
indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari
proses melihat, mendengar, merasakan, dan berfikir yang menjadi dasar manusia
dan bersikap dan bertindak.
Ilmu Pengetahuan
adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi
ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan
kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu
diperoleh dari keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge),
tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati
dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui
dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk
karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari istemologepi.[16]
2.3.
Pemikiran Filsafat Dalam Membangun
Ilmu-Ilmu Social
a. Pemikiran
Secara Logis
Logika adalah ilmu penalaran atau
ketrampilan berpikir dengan tepat. Ketepatan berpikir sangat tergantung pada
jalan pikiran yang logis atau tidak amburadul. Dalam berpikir membutuhkan
ketrampilan untuk bisa mengerti fakta, memahami konsep, saling keterkaitan atau
hubungan, sesuatu yang tersurat dan tersirat, alasan, dan menarik kesimpulan.
Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu
menyatakan bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk
logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk
menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau
bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika silogistik tradisional aristoteles
dan logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika formal.[17]
Berpikir secara logis adalah suatu proses berpikir
dengan menggunakan logika, rasional dan masuk akal. Secara etymologis
logika berasal dari kata logos yang mempunyai dua arti 1) pemikiran 2)
kata-kata. Jadi logika adalah ilmu yang mengkaji pemikiran. Karena pemikiran
selalu diekspresikan dalam kata-kata, maka logika juga berkaitan dengan “kata
sebagai ekspresi dari pemikiran”.
Dengan berpikir logis, kita akan mampu membedakan
dan mengkritisi kejadian-kejadian yang terjadi pada kita saat ini apakah
kejadian-kejadian itu masuk akal dan sesuai dengan ilmu pengetahuan atau tidak.
Tidak hanya itu, seorang peserta didik juga harus mampu berpikir kritis
sehingga ia mampu mengolah fenomena-fenomena yang diterima oleh sistem indera
hingga dapat memunculkan berbagai pertanyaan yang berkaitan dan menggelitik
untuk dicari jawabannya.
Cara berpikir logis yang biasa dikembangkan, dapat
dibagi menjadi dua, yaitu berpikir secara deduktif dan berpikir secara
induktif. Logika deduktif adalah penarikan kesimpulan yang diambil dari
proposisi umum ke proposisi khusus. Sederhananya kata umum-khusus. Adapun
logika induktif kebalikan dari logika deduktif. Jenis logika ini harus
mengikuti penalaran yang berdasarkan pengalaman atau kenyataan. Artinya, jika
tidak ada bukti maka kesimpulannya belum tentu benar atau pasti. Dengan
demikian, dia tidak akan mempercayai suatu kesimpulan yang tidak berdasarkan
pengalaman atau kenyataan lewat tangkapan panca indranya.[18]
b.
Pemikiran diarahkan Pada pemikiran
Filsafat
Secara etimologis, pemikiran berasal dari kata dasar
pikir, yang berarti akal budi, ingatan, angan-angan. Dan ketika kata dasar
tersebut mendapatkan imbuhan awalan bermaka akan mempunyai makna menggunakan
akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu, atau menimbang-nimbang
dalam ingatan. Adapun kata pemikiran sendiri mempunyai pengertian proses, cara
atau perbuatan memikir.[19]
Mengarahkan pemikiran kepada pemikiran filsafat, maka pikiran itu harus logis, dan
ilmiah. Artinya pemikiran itu, harus diterima oleh akal sehat dan dapat
dipertanggung jawabkan kebenaranya. Pemikiran ilmiah yang dimaksud yaitu proses
berfikir secara logis yang didukung dengan kebenaran data. Pemikiran itu tidak hanya
berbentuk pendapat dari hasil imajinasi yang menghasilkan opini. Tetapi,
pemikiran yang bisa dibuktikan dengan data, sehingga bisa menghasilkan
pemikiran filsafat.
Karakteristik
berfikir filsafat sendiri adalah meliputi karakteristik yang bersifat
menyeluruh, bersifat mendasar, dan bahkan bersifat spekulatif. Maksudnya adalah
bahwa dalam berfilsafat itu tidak hanya ingin tahu pada satu objek saja namun
ingin mengetahui seluruh objek yang belum diketahui secara filsafati. Lalu
seseorang yang berfikir filsafat itu tidak mau hanya sekedar menerima pendapat
dari satu objek, namun ia ingin mengkaji dengan sendirinya tentang hakikat
kebenaran dari suatu objek kajian. Dan dalam menemukan hakikat kebenaran yang
sesungguhnya, dibutuhkan landasan atau patokan yang menguatkan dan menjadi
dasar atas kebenaran yang diperoleh dari suatu objek kajian.
c. Membangun
Teori Kepilsafatan
Teori adalah
serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan
yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan
menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel,
dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn
mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran “pemikiran teoritis” yang mereka
definisikan sebagai “menentukan” bagaimana dan mengapa variable-variabel dan
pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
Kata teori
memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan yang berbeda
pula tergantung pada metodologi dan konteks
diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu
dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta. Selain itu,
berbeda dengan teorema, pernyataan teori
umumnya hanya diterima secara "sementara" dan bukan merupakan
pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal
dari penarikan kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan
penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika.
Sedangkan secara lebih spesifik di dalam ilmu sosial,
terdapat pula teori sosial. Neuman mendefiniskan teori sosial adalah sebagai
sebuah sistem dari keterkaitan abstraksi atau ide-ide yang meringkas dan
mengorganisasikan pengetahuan tentang dunia sosial.[20] Berdasarkan hal itu, maka teori
sangat berperan penting dalam membangun pemikiran filsafat. Peran
Pemikiran filsafat dalam membangun teori ilmu pengetahuan dapat memberi nilai
manfaat terhadap proses berfikir ilmiah, dapat pula terdapat hasil berfikir
ilmiah.
Nilai manfaat yang dimaksud, sesuai dengan sifat
atau ciri sifat karakteristik, pemikiran filsafat itu sendiri. Kedua aspek
keilmiahan. Saling terkait sangat erat antara satu dengan yang lain dalam
penentuan mutu suatu bangun teori ilmu pengetahuan. Jika singkin prosesnya, dan
singking prodaknya baik, maka Pemikiran filsafat baik, demikian sebaliknya.
d.
Peranan Filsafat dalam membangun
Ilmu-Ilmu Sosial
Sebelum
memaparkan lebih jauh terkait dengan peranan filsafat dalam membangun ilmu-ilmu
social, maka terlebih dahu penulis akan menguraikan apa saja yang menjadi
kajian ilmu-ilmu social. Ilmu
sosial terdiri dari antropologi, ekonomi, ilmu hukum, ilmu politik, psikologi
sosial, sosiologi, geografi, dan sejarah. Setiap disiplin ilmu tersebut sangat
berbeda, tentunya setiap kajian bidang ilmu tersebut memiliki ruang lingkup
yang berbeda pula. Filsafat sosial sebagai ilmu kritis dalam melihat dan
menganalisis persoalan sosial kemasyarakatan akan terselamatkan dari
bahaya-bahaya legalisme, kemunafikan, dan penglarutan kepribadian di satu
pihak, dan suatu otonomi di lain pihak. Dengan demikian filsafat sosial dalam
hal ini bertitik tolak dari manusia yang dwi tunggal. Individu dan masyarakat.
Peran filsafat dalam membangun ilmu-ilmu sosial
dalam ranah kehidupan sosial harus berpartisipasi dalam melayani manusia.
Karena itu, para ilmuan sosial harus menentukan keberpihakannya kepada siapa
mereka melayani. Filsafat sosial harus menolak pemisahan antara teori dan
praktek, dan semua praktek dan teori harus didiskusikan. Kepentingan praktek
bagi ilmuan sosial adalah untuk membebaskan manusia dari ketertindasan dengan
demikian posisi mereka sebagai manusia dapat berubah.
Filsafat sosial melihat masyarakat sebagai
kesatuan manusia dalam kebersamaan. Melalui kebersamaan itu kemudian filsafat
sosial melihat struktur, proses dan makna sosial, baik pada masa lalu atau
sekarang, yang di dalamnya mempelajari nilai-nilai, tujuan-tujuan individu,
kelompok dan kelas sosial. Filsafat sosial sebagai ilmu kritis mempunyai
karakter berbeda dari ilmu sosial positif. Karena sifatnya yang kritis, maka
filsafat sosial mengenal apa yang disebut sebagai praxis dimana aksi berperan
sebagai sumber dan pengesahan teori.
C. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filsafat berasal
dari bahasa Yunani, yakni Philo dan Sophia. Philo artinya cinta yang dalam
mana luas diartikan sebagai keingitahuan yang mendalam, sedangkan Sophia artinya, kebijaksanaan atau
kepandaian. Jadi, Filsafat adalah cinta akan kebijaksanaan. Seseorang pencinta
kebijaksanaan tidak pernah puas akan suatu ilmu pengetahuan dan mengganggap
kebenaran itu tidak akan perah final. Ia terus berusaha mencari kebenaran
hingga ke akar-akarnya.
Berfikir
filsafat akan mengantarkan sesorang untuk memahami sebuah kebenaran. Sebab
dengan berfilsafat pula manusia akan senantiasa merenungkan segala bentuk
persoalan (keadaan) dalam hidupnya. Manusia dapat memecahkan dan menjelaskan
kehidupan dunia sekelilingnya, antara dunia subjektif dan dunia objektif. Dalam
hubungan antara pikiran atau ide manusia dan keadaan (materi) atau kenyataan di
sekelilingnya itu, sudah tentu banyak terdapat persoalan.
Peran Pemikiran
filsafat dalam membangun teori ilmu pengetahuan dapat memberi nilai manfaat
terhadap proses berfikir ilmiah, dapat pula terdapat hasil berfikir ilmiah.
Nilai manfaat yang dimaksud, sesuai dengan sifat atau ciri sifat karakteristik,
pemikiran filsafat itu sendiri. Kedua aspek keilmiahan. Saling terkait sangat
erat antara satu dengan yang lain dalam penentuan mutu suatu bangun teori ilmu
pengetahuan. Jika singkin prosesnya, dan singking prodaknya baik, maka
Pemikiran filsafat baik, demikian sebaliknya.
Peran filsafat dalam membangun ilmu-ilmu sosial dalam ranah
kehidupan sosial harus berpartisipasi dalam melayani manusia. Karena itu, para
ilmuan sosial harus menentukan keberpihakannya kepada siapa mereka melayani.
Filsafat sosial harus menolak pemisahan antara teori dan praktek, dan semua
praktek dan teori harus didiskusikan. Kepentingan praktek bagi ilmuan sosial
adalah untuk membebaskan manusia dari ketertindasan dengan demikian posisi
mereka sebagai manusia dapat berubah.
3.2.Saran
Berfikir
filsafat itu sangatlah penting dalam menetungkan langkah hidup dan kehidupan
seseorang. Sebab dengan berfir filsafat ia, akan mengetahui sebuah kebenaran
hakiki. Dengan berfilsafat pula seseorang akan hati-hati dalam menentukan
langkah. jika, sesorang telah memilih dan menetapkan jalan hidupnya, maka hal
itu adalah keputusan yang ia ambil melalui jalan filsafat. Olehnya itu,
berfikir filsafat akan menentukan seseorang dalam meraih kebahagiaan
hidupnya.
[2]
Materi Dasar Pusat Perjuangan Mahasiswa Untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN) “Filsafat Materialisme
Dialektika Historis.
[3] Bertrand Russell, 2007.
Sejarah Filsafat Barat dan Kaitanya
Dengan Kondisi Sosio-Politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. hal: v
[5]
Materi
Dasar Pusat Perjuangan Mahasiswa Untuk Pembebasan
Nasional (PEMBEBASAN) “Filsafat Materialisme
Dialektika Historis.
[6] Wahyu Murtiningsih, 2012. Para Fulsuf Dari Plato Sampai Ibnu Bajjah. Jogjakarta: Ircisod.
Hal: 5.
[7]
Materi
Dasar Pusat Perjuangan Mahasiswa Untuk Pembebsan
Nasional (PEMBEBASAN) “Filsafat Materialisme
Dialektika Historis.
[9] M.
Subhi Ibrahim, 2012. Al-Farabi Sang
Pemikir Logika Islam, Jakarta: PT Dian Rakyat.Hal: 5.
[10] Suwardi
Endraswara, 2012. Filsafat Ilmu, Konsep,
Sejarah, dan Pengembangan Metode Ilmiah. Yogyakarta: Caps.
[11] Teguh Prasetyo, Abdul Halim Barkatullah, 2013. Filsafat, Teori Dan Ilmu Hukum Pemikiran Menuju Masyarakat Yang
Berkeadilan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal: 1
[12] Ramli Umar. Bahan ajar Filsafat Sosial dan Metode Ilmu Peneitian,
Disampaikan dalam Kuliah Martikulasi Program Studi IPS Kehususan Sejarah, pertemuan
kedua, Selasa 1 Juli 2014.
[14]Andri Winata, 2013. Makalah
Filsafat Ilmu, Tentang Peranan Filsafat Dalam Ilmu Pengetahuan, http://andriwiranata76.blogspot.com/. Diakses: 03 Juli 2014.
[15]
Suwardi Endraswara, Op. cit. Hal : 157.
[16]Rifka Putri Kusuma. Pengertian Filsafat, Pengetahuan, Dan Ilmu Pengetahuan http://rifkaputrika.wordpress.com/2013/03/29/iad/ Diakses 03 Juli 2014.
[18]
Adhy Koesoema Faeyza, Apa itu Berpikir Logis, Kritis,
dan kreatif. http://adhychezz.wordpress.com/pemikiran/apa-itu-berpikir-logis-kritis-dan-kreatif/. Diakses 03
Juli 2014.
[19]
Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990. Kamus Besar
Bahasa
Indonesia,
Jakarta: Balai
Pustaka, hlm. 682-683.
kami sekeluarga tak lupa mengucapkan puji syukur kepada ALLAH S,W,T
BalasHapusdan terima kasih banyak kepada MBAH atas nomor togel.nya yang MBAH
berikan 4 angka 7643 alhamdulillah ternyata itu benar2 tembus MBAH.
dan alhamdulillah sekarang saya bisa melunasi semua utan2 saya yang
ada sama tetangga.dan juga BANK BRI dan bukan hanya itu MBAH. insya
allah saya akan coba untuk membuka usaha sendiri demi mencukupi
kebutuhan keluarga saya sehari-hari itu semua berkat bantuan MBAH..
sekali lagi makasih banyak ya MBAH … bagi saudara yang suka main togel
yang ingin merubah nasib seperti saya silahkan hubungi MBAH BAKARO,,di no ((( 082-333-348-575 )))
insya allah anda bisa seperti saya…menang togel 275
juta, wassalam.
dijamin 100% jebol saya sudah buktikan...sendiri....
Kami Berani Bersumpah Bahwa Ini Kisah Nyata Dari Kami Demih Allah Demi Tuhan.
Cuma mbah bakaro.Yg Bisa Membuktikan Angkanya,
Karna Sudah Banyak Dukun2 Yg Kami Hubungi Tidak Ada Satupun Yg Membawakan Hasil.
Jika Anda Ingin Merasakan Kemenangan Dalam Permainan Angka Togel 2D,3D,4D 5D, 6D,di Jamin Tembus 100%.
Bilah Ada Waktu Silahkan Tlpon MBAH BAKARO .Nomor Hp: : 082-333-348-575-
blognya bagus, terus berkarya...
BalasHapusTerus menjadi agent of scienc bro
BalasHapus