Menyajikan Data Mengungkap Fakta Menjadi Sejarah

Sejarah

3/sejarah/post-list

KAUM MUDA DAN PILGUB MALUKU 2013


Oleh: Habil Kadir
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FIS Unidar Ambon.

Pemilihan Gubernur Maluku menurut rencana akan dihelat pada Juli 2013 mendatang. Sejumlah nama telah digadang bakal bertarung memperebutkan karpet merah, seperti: Said Assagaff, Fredy Latumahina, Abdullah Tuasikal, Alex Litaay, Azis Samual, Nono Sampono, Alex Retraubun, Suadi Marasabessy Daud Sangadji, dan Edison Betaubun.
Dari sekian nama diatas, muncul fenomena menarik. Bukan hanya figur tua, pun ikut menderek hasrat para jagoan muda adu balapan di sirkuit melawan para seniornya. Michael Wattimena, Abdullah Vanath, Abdul Hamid Rahayaan adalah sederet nama selanjutnya mewakili figur kaum muda yang telah menyatakan sikap resmi untuk ikut ambil bagian.
Tentu ini adalah satu langkah maju. Sekaligus momentum baik bagi peningkatan mudan kualitas kultur demokratisasi kita di aras lokal. Guna melengkapi ikhtiar bersama tercapainya proyek demokratisasi subtantif. Sebagai akibat dari proses konsolidasi demokrasi dan regenerasi kepemimpinan, sejauh ini berjalan cukup stabil dan seimbang dengan banyaknya partisipasi kaum muda tampil dalam pentas politik.
Hal yang ternyata ber-antitesa dengan prediksi banyak orang, bahwa Pilgub Maluku 2013 masih dominasi kaum tua (the sunset generation) berkontestasi secara prosedural-elektoral memperebutkan kuasa. Kaum muda sulit mendapatkan ruang dan tempat.
Anggapan ini sebenarnya sah-sah saja. Tatkala ketika kita mencermati proses Pilgub Maluku di dua periode sebelumnya (2003 dan 2008), hak dan partisipasi politik kaum muda dibajak oleh hegemoni elit kaum tua yang begitu dominan. Sehingga kita tidak saksikan seorang anak`muda tampil merebut tapuk kuasa gubernur maupun wakil gubernur.
Namun, sepertinya anggapan tersebut harus dibuang jauh-jauh. Dinding tebal arsitektur hegemoni politik kaum tua, sudah tak lagi kokoh. Situasi yang kemudian membuka peluang bebas bagi kaum muda bersaing merebut tapuk kekuasaan kepemimpinan daerah.
Terlepas dari plus-minus dan apapun jejak rekam mereka, tampilnya para kaum muda harus kita dorong dan apresiasi. Mereka adalah representasi dari kita. Juga secara tidak langsung, telah berhasil menginspirasi generasi berikut. Soal menang-kalah, juri adilnya kita kembalikan terhadap selera rakyat.
Sebagai anak muda, jelas saya kagum, salut atas semangat adrenalin dan optimisme naluri politik mereka. Semangat yang dilatari oleh perasaan jenuh dan resah terus menjadi bayang-bayang dibalik dominasi kaum tua. Pada konteks lain, tampilnya kaum muda juga mengkonfirmasi kritik paling telanjang terhadap institusi partai politik agar segera melakukan daur ulang terhadap genealogi oligarki kepartaiannya dan darurat mengakomodir semangat reformasi kepemimpinan daerah, yang selama ini macet dari aspek kaderisasi, perekrutan dan regenerasi calon pemimpin. Maka, tidak berlebihan kehadiran tokoh-tokoh muda pada momentum suksesi Pilgub Maluku 2013 dianggap salah satu pillihan alternatif. Terlebih disaat pekerjaan rumah mulai dari pengentasan kemiskinan, pengangguran sampai pemberatasan korupsi tak kunjung rampung. Seperti yang dikemukakan Sukardi Rinakit dalam Kompas (Jalan Baru Pemimpin Baru, 9-10-2007), kesadaran politik dalam pencarian pemimpin alternatif menjadi suatu keharusan sejarah ketika kondisi kehidupan tak juga membaik.
Sehingga dibutuhkan tokoh-tokoh muda yang segar sebagai upaya meneguhkan kembali proyek cita-cita dan ekspektasi masyarakat Maluku ke rel sesungguhnya. Cita-cita dan ekspektasi untuk melihat daerah ini maju, sejahtera, berkeadilan dan bermartabat.

Prospek dan Tantangan
Ditengah menguatnya wacana tampilnya kepemimpinan kaum muda di pentas Pilgub Maluku 2013, timbul satu pertanyaan: Mungkinkah Pilgub Maluku 2013 dapat mencetak seorang anak muda untuk menjadi gubernur atau wakil gubernur ? Dalam sebuah kesempatan diskusi dengan seorang teman aktivis, saya menghadirkan sejumlah daftar tentang prospek dan tantangannya. Prospek dan tantangan, apakah kaum muda mampu lolos atau tidak dalam ujian demokrasi lokal.
Sebagai seorang warga negara yang telah memenuhi kriteria seperti dianjurkan dalam konstitusi, tentulah semua orang mempunyai hak untuk dicalonkan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur. Hak yang sama dimiliki oleh kaum muda. Problem berikut yang harus dipenuhi oleh kaum muda adalah pada prasayarat pencalonan.
Prasyarat pencalonan sendiri, sesuai termaktub dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana diubah terkahir dalam UU Nomor 12 Tahun 2008, mengharuskan seseorang menempuh jalur partai politik dan perseorang (independen).
Menyangkut hal pertama di jalur partai politik, kepemimpinan kaum muda di Maluku saat ini memiliki prospek cerah. Banyak figur politisi muda binar tersebar dan mengisi job startegis dalam ranah partai politik baik skala daerah maupun nasional.
PKB misalnya, ada figur Basri Damis sebagai ketua umum. Kemudian diikuti Said Muzaqir Assagaff di PKS. Abdullah Vanath, di Partai Demokrat. Hingga Michael Wattimena dan Hamzah Sangadji, yang saat ini menjabat sebagai Korwil DPP Partai Demokrat untuk Maluku dan Wakil Sekjen DPP Partai Golkar. Dan sederet figur politisi muda binar lain yang tak kalah saing diposisinya.
Jika sudah tersedianya ruang yang memadai bagi tokoh-tokoh muda bergelut dan menduduki posisi puncak di ranah partai politik, bukan hal mustahil rotasi kepemimpinan daerah ke tubuh kaum muda hanya menunggu waktu. Tugas berikutnya, tinggal kaum muda mengkalkulasi peluang menang-kalahnya. Seadainya peluang menang maju sebagai single fighter kecil, langkah politik paling rasional dan hemat adalah memadukan antara senior dan kaum muda. Untuk masa depan yang dekat, misalnya, gubernurnya kalangan senior dan wakilnya kaum muda. Ataukah sebaliknya.
Perpaduan tersebut penting, bukan saja menghindari konflik dikotomi tua-muda dalam waktu panjang. Tetapi untuk mencegah kian tumbuh berkembang genealogi oligarki di partai politik. Diantara banyak ruang prospektif bagi kaum muda, yang juga amat kita perlukan dari mereka adalah ihwal keberanian solidaritas untuk duduk berkumpul bersama merumuskan dan mengawal agenda-agenda suksesi kepemimpinan daerah dalam suatu konsensus politik. Ini yang belum tercapai. Nyaris, kaum muda masih berjalan membawa ego dan kepentingan politik masing-masing. Belum adanya solidaritas bersama diantara kaum muda itu, sulit bagi kita membangun imajinasi dan harapan lahirnya kepemimpinan muda di masa datang ibarat jauh dari panggangan api. Pun pada persoalan krusial lainnya, mengenai adanya ancaman dari kaum tua yang secara infrastruktur politik sudah mapan: jaringan, finansial dan basis massa. Dan yang paling serius, berasal dari personalitas kaum muda itu sendiri. Harus diakui jujur, rapor dan trust kaum muda secara generalitif sedang jelek dimata publik. Persoalan korupsi yang melilit beberapa sosok kaum muda baik di legislatif dan ekskutif belakang ini, membuat publik mulai ragu dan tidak bergairah untuk melirik sosok kepemimpinan kaum muda.
Seperti terlihat dengan hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada Oktober 2011 lalu, sebanyak 75,2 persen dari 1200 responden menilai kiprah politisi muda buruk. Sisanya 24,8 persen menilai baik. Serta yang terbaru, bisa kita lihat secara seksama hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 29 Mei 2012, dimana pertimbangan paling penting bagi pemilih masih berkutat pada aspek integritas (66,2 persen responden). Baru aspek rekam jejak dan pendidikan.
Pada titik genting ini, penting bagi sejumlah figur kaum muda yang telah mendekler diri ikut balapan di Pilgub Maluku 2013, harus bekerja keras melewati lintasan yang penuh tikungan. Agar sukses kembali memperoleh simpati dan trust dari publik. Bilamana tidak, maka siap-siap kereta dorong kaum muda bakalan mogok di tengah jalan. Hanya saja, lebih dari itu, sesungguhnya mereka figur kaum muda sedang berikhtiar panjang membangun fondasi kokoh dan jalan lapang. Agar saya, anda, dan kalian semua dapat mempersiapkan diri lebih matang menjadi calon pemimpin muda masa depan ditengah derasnya arus demokratisasi yang memberikan kesempatan bagi siapa saja.
Kini, dengan semakin banyak muncul figur baik tua dan muda mencalonkan diri sebagai gubernur dan wakil gubernur di pentas Pilgub Maluku 2013, membuat selera politik kian variatif dan selektif. Tinggal kita serahkan sepenuhnya kepada masyarakat Maluku untuk menakar integritas, jejak rekam dan kualitas kemampuan setiap calon. Agar demokrasi tidak bergeser ke titik kebangkrutan, karena satu hal: salah pilih pemimpin. Untuk itulah, kepada bung Wattimena, bung Vanath, bung Rahayaan dan bung-bung yang lain; terima kasih atas semangat adrenalin dan optimisme naluri politik yang ditunjukan. Kalian kini menggenggam makna sejarah. Jika salah memilih jalan dan peran, rakyat akan mati. Jika benar memilih jalan, rakyat akan mukti ! (*)

Share:

MAKALAH KETERTIBAN


KATA PENGANTAR

Dengan Menyebut nama Allah SWT, yang selalu melimpahkan kasih sayang kepada makhluknya, segala puja dan puji hanya dipersembahkan kepadanya, shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai penunjuk jalan bagi umat menuju keridhaan Allah SWT.
Makalah ini disusun dengan maksud untuk menambah bahan pengetahuan tentang Ketertiban. Ketertiban yang dimaksud dalam makalah ini adalah ketertiban sebagai landasan kehidupan dilingkungan baik lingkungan pendidikan, perkantoran, maupun dilingkungan masyarakat umum dan kedisiplinan seseorang terhadap aturan yang berlaku. Namun demikian  usaha seperti ini dirasakan masih sangat kurang bila dibandingkan dengan luasnya permasalahan-permasalahan Ketertiban diberbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Penulis menyadari bahwa penulisan Makalah ini jauh dari harapan akan kesempurnaan. Namun berkat usaha penulis dan bantuan yang selalu datang dari berbagai pihak, hingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Sehubungan dengan hal itu, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya terutama kepada senioritas panitia ospek karena dengan tugas diberikan dapat menambah pengetahuan penulis tentang ketertiban, dan dengan tugas makalah yang di berikan ini sehingga penulis bisa sadar akan hakekat pentinya ketertiban.
Akhir kata penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca demi menyempurnakan penulisan skripsi ini. Semoga penulisan ini bermanfaat bagi pembaca.
Malang,   Agustus  2012

                                            P e n u l i s



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia dilahirkan dan hidup tidak terpisahkan satu sama lain, melainkan berkelompok. Hidup berkelompok ini merupakan kodrat manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Selain itu juga untuk mempertahankan hidupnya, baik terhadap bahaya dari dalam maupun yang datang dari luar. Setiap manusia akan terdorong melakukan berbagai usaha untuk menghindari atau melawan dan mengatasi bahaya-bahaya itu. Dalam hidup berkelompok itu terjadilah interaksi antar manusia.
Sebagai manusia yang menuntut jaminan kelangsungan hidupnya, harus diingat pula bahwa manusia adalah mahluk sosial. Menurut Aristoteles, manusia itu adalah Zoon Politikon, yang dijelaskan lebih lanjut oleh Hans Kelsen “man is a social and politcal being” artinya manusia itu adalah mahluk sosial yang dikodratkan hidup dalam kebersamaan dengan sesamanya dalam masyarakat, dan mahluk yang terbawa oleh kodrat sebagai mahluk sosial itu selalu berorganisasi. Kehidupan dalam kebersamaan (ko-eksistensi) berarti adanya hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Hubungan yang dimaksud dengan hubungan sosial (social relation) atau relasi sosial. Yang dimaksud hubungan sosial adalah hubungan antar subjek yang saling menyadari kehadirannya masingmasing. Dalam hubungan sosial itu selalu terjadi interaksi sosial yang mewujudkan jaringan relasi-relasi sosial (a web of social relationship) yang disebut sebagai masyarakat. Dinamika kehidupan masyarakat menuntut cara berperilaku antara satu dengan yang lainnya untuk mencapai suatu ketertiban.
Ketertiban didukung oleh tatanan yang mempunyai sifat berlain-lainan karena norma-norma yang mendukung masing-masing tatanan mempunyai sifat yang tidak sama. Oleh karena itu, dalam masyarakat yang teratur setiap manusia sebagai anggota masyarakat harus  memperhatikan norma atau kaidah, atau peraturan hidup yang ada dan hidup dalam masyarakat. Ketertiban dapat membuat seseorang disiplin, Ketertiban dan Kedisiplinan sebagai Landasan Kemajuan. Tertib dan disiplin adalah matra yang amat menentukan keberhasilan sebuah proses pencapaian tujuan. Dengan ketertiban, seseorang  berusaha mengetahui dan mencermati aturan agar perjalanan menjadi lebih lancar. Disiplin adalah sikap yang diperlukan untuk menjalani proses tersebut.
B.     Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang uraian diatas maka permasalahannya dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
1.      Apa itu ketertiban
2.      Bagaimana ketertiban dalam hidup
3.      Apakah ketertiban dapat membawa kedamaian dan kebahagiaan
C.    Pembatasan masalah
Untuk  menghindari terjadinya kesalahan pemahaman rumusan masalah tersebut, maka masalah ini dibatasi khusus pada pembahasan menyangkut dengan ketertiban dalam kehidupan manusia.
D.    Tujuan penulisan
Dalam kesempatan penulisan ini akan dibahas mengenai ketertiban dan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan senioritas.
E.     Manfaat penulisan
Dengan tercapainya tujuan di atas, maka manfaat yang diharapkanadalah sebagai berikut
1.      Manfaat teoritis.
a.       Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang  ketertiban 
b.      Sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi yang ingin melakukan pengkajian lebih lanjut berkaitan dengan hubungan ketertiban
2.      Manfaat praktis.
a.       Sebagai masukan bagi setiap individu khususnya dan masyarakat pada umumnya tentang ketertiban
b.       Untuk menumbuhkaan kesadaran bagi individu dan masyarakat tentang ketertiban




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ketertiban
Ketertiban asal kata tertib yang berarti teratur; menurut aturan; rapi. Sedangkan ketertiban yaitu peraturan (dl masyarakat dsb); atau keadaan serba teratur baik. Ketertiban adakalanya diartikan sebagai “ketertiban, Kesejahteraan, dan Keamanan”, atau disamakan dengan ketertiban umum, atau synonym dari istilah “keadilan”. Ketertiban umum Dalam bukunya “Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia” Prof.Dr S.Gautama mengibaratkan lembaga ketertiban umum ini sebagai “rem darurat” yang kita ketemukan pada setiap kereta api. Pemakainya harus secara hati-hati dan seirit mungkin karena apabila kita terlampau lekas menarik rem darurat ini, maka “kereta HPI” tidak dapat berjalan dengan baik.
Lebih lanjut S.Gautama mengatakan bahwa lembaga ketertiban umum ini digunakan jika pemakaian dari hukum asing berarti suatu pelanggaran yang sangat daripada sendi-sendi azasi hukum nasional hakim. Maka dalam hal-hal pengecualian, hakim dapat menyampingkan hukum asing ini.
Manusia adalah makhluk social yang selau berinteraksi dan membutuhkan bantuan dengan sesamanya. Dengan adanya hubungan sesame seperti itulah perlu adanya keteraturan sehingga individu dapat berhubungan secara harmoni dengan individu lain sekitarnya. Oleh karena itu diperlukan aturan yang disebut “Hukum”. Hukum diciptakan dengan tujuan yang berbeda-beda, ada yang menyatakan bahwa tujuan hukum adalah keadilan, ada juga yang menyatakan kegunaan, ada yang menyatakan kepastian hukum, dll.
Hukum yang ada kaitannya dengan masyarakat mempunyai tujuan utama yaitu dapat direduksi untuk ketertiban (order). Menurut Mochtar Kusumaatmadja “Ketertibaban” adalah tujuan pokok dan pertama dari segala hukum, Kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok(fundamental)bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur, ketertiban sebagai tujuan hukum, merupakan fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknyauntuk mencapai ketertiban ini diperlukan adnaya kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat.
B.     Ketertiban Dalam Hidup
Di setiap aspek kehidupan sudah barang tentu terdapat sebuah aturan yang mengatur. Baik di lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, atau pun di bidang sosial, politik maupun agama. Kenapa? Karena dengan adanya aturan akan menciptakan ketertiban dan membuat keadaan menjadi lebih tenang, damai, aman, dan sentosa. Bahkan, dengan  adanya ketertiban itulah terselenggaralah kehidupan di dunia dan alam semesta ini.
Aturan merupakan sebuah kata yang mempunyai makna sesuatu yang harus dipatuhi. Aturan juga disebut dengan norma. Sebuah norma adalah sebuah aturan, patokan atau ukuran, taitu sesuatu yang bersifat pasti dan tidak berubah. Dengan adanya norma kita dapat memperbandingkan sesuatu hal lain yang hakikatnya, ukurannya, serta kualitasnya kita ragukan. Norma berguna untuk menilai baik-buruknya tindakan masyarakat sehari-hari. Sebuah norma bisa bersifat objektif dan bisa pula bersifat subjektif. BIla norma objektif adalah norma yang dapat diterapkan diterapkan secara langsung apa adanya, maka norma subjektif adalah norma yang bersifat moral dan tidak dapat emmberikuan ukuran atau patokan yang memadai.
Aturan bisa diterapakan dalam kehidupan keluarga agar tercipta kehidupan rumah tangga yang berjalan tentram, indah, bersih, dan bahagia. Aturan juga terdapat pada Negara yang disebut dengan undang-undang. Dalam kehidupan masyarakat, sesuatu yang bersifat mengatur disebut hukum. Dengan adanya hukum itulah terjadi ketertiban dan ketentraman dalam kehidupan masyarakat. Bila hukum tidak ada atau tidak berfungsi, maka akan terjadi hukum rimba. Siapa kuat dialah yang berkuasa. Tentunya, ini akan berbahaya. Bahaya dari hukum rimba itu adalah anarki, dan kekacauan sosial akan terjadi dimana-mana. Sedikit lebih rendah dari norma, hukum dalam masyarakat juga berlaku sebagai norma sopan-santun yang mencerminkan etika seseorang.
Sesuatu yang bersifat aturan juga terdapat dalam alam semesta. Kita mengenal hukum alam, itulah aturan yang bekerja di alam semesta. Ketertiban  alam semesta dikenal di dalam agama Buddha sebagai Niyama artinya Hukum Tertib Kosmis. Sesungguhnya, di dalam segenap bidang kehidupan berlaku aturan dan ketertiban. Ketertiban itu pulalah yang dikuak oleh ilmu pengetahuan lewat teori. Sedangkan hukum-hukum di dalamnya sebagai bidangnya.
Pada tingkat kehidupan materi an-organik berlaku hukum ketertiban fisika yang disebut Utu-Niyama. Pada tingkat organik berlaku hukum ketertiban organik yang disebut Bija-Niyama. Pada tingkat kesadaran dan batiniah berlaku hukum ketertiban  jiwa yang disebut Citta-Niyama. Pada tingkat kehidupan dunia yang sulit terinderakan, gaib, dan bersifat spiritual juga ada hukum ketertiban yang terangkum dalam Dharma-Niyama. Dan dalam tingkat perilaku manusia pun memiliki hukum ketertiban yang disebut Karma-Niyama.
Bila dunia semesta saja memiliki ketertiban dan aturan, maka bayangkanlah bila hidup ini tidak ada aturan? Apa yang akan terjadi? Tentunya dunia ini akan kacau dan chaos. Orang akan saling membunuh, saling mencerca, saling fitnah. Perampokan, pencurian, penipuan akan merajalela. Tidak ada lagi jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi, tidak ada rasa aman, tidak ada lagi perlindungan terhadap hak milik, tidak ada lagi kebenaran. Semua serba kacau dan orang akan melakukan sesuatu dengan sesuka hatinya. Tidak ada bedanya antara benar dan salah, tidak ada bedanya antara kebijaksanaan dan keegoisan, antara giat dan malas, antara sukses dan gagal.
Oleh karena itu aturan sangat penting bagi kehidupan manusia. Karena aturan itu akan menciptakan kedamaian, ketentraman. Aturan juga harus jelas, sehingga antara yang menjalankan maupan yang melanggarnya tahu akan akibat dari pelanggaran aturan yang ia lakukan. Ketertiban pada prinsipnya dapat membuat seseorang disiplin, sebab Ketertiban dan Kedisiplinan sebagai Landasan Kemajuan tertib dan disiplin adalah matra yang amat menentukan keberhasilan sebuah proses pencapaian tujuan. Dengan ketertiban, kita berusaha mengetahui dan mencermati aturan agar perjalanan menjadi lebih lancar. Disiplin adalah sikap yang diperlukan untuk menjalani proses tersebut.
C.    Ketertiban dapat membawa kedamaian dan kebahagiaan
Sebelum kita masuk kepada bagaimana konsep ketertiban yang membawa kedamaian dan kebahagiaan sekaligus, kita lihat dulu tujuan akhir dari konsep yang hendak dicapai yakni kebahagiaan. Menurut Hans Kelsen kebahagiaan sosial merupakan kedilan. Lalu lebih lanjut Kelsen menjelaskan bahwa konsep keadilan merupakan sebuah konsep pertimbangan nilai yang bersifat subjektif.
Apa arti sesungguhnya dari pernyataan bahwa tatanan sosial tertentu merupakan sebuah tatanan sosial yang adil? Pernyataan ini berarti bahwa tatanan tersebut mengatur perbuatan manusia dengan cara yang memuaskan bagi semua orang sehingga mereka semua menemukan kebahagiaan di dalamnya. Kerinduan akan kedilan merupakan kerinduan abadi manusia akan kebahagiaan.
Kebahagiaan ini tidak dapat ditemukan oleh manusia sebagai seorang individu terisolasi dan oleh sebab itu ia berusaha mencarinya di dalam masyarakat. Roscoe Pound berpendapat tatanan hukum yang adil adalah tatanan hukum yang mengamankan dan melindungi berbagai kepentingan kodifikasi hukum tradisional yang diwarisi sesuai kondisi sosial yang ada.
Namun menurut Kelsen bahwa jelaslah tidaklah mungkin ada ada tatanan yang adil, yakni tatanan yang memberikan kebahagiaan bagi setiap individu, bila kita mendefenisikan kebahagiaan dari pengertian aslinya yang sempit tentang kebahagiaan perseorangan, mengartikan kebahagiaan sesorang sebagai apa yang menurutnya memang demikian. Karena itu tidak dipungkiri bahwa pada suatu saat kebahagiaan seseorang akan bertentangan secara langsung dengan kebahagiaan orang lain. Jadi tidak mungkin pula ada suatu tatanan yang adil meskipun atas dasar anggapan bahwa tatanan ini berusaha menciptakan kebahagiaan bukan atas kepada setiap orang perorangan. Menurut Kelsen yang dapat dikatakan adil adalah sebuah “legalitas” dari suatu aturan yang diterapkan terhadap semua kasus yang memang menurut isinya aturan ini yang harus diterapkan.
Berdasar atas rasio berpikir tersebut jelaslah bahwa keadilan merupakan suatu pandangan yang nisbi adanya dan hanya dapat dinilai dengan penilaian secara emosional. Namun masihlah lebih baik jika pandangan yang subjektif dan nisbi itu bertujuan dapat memberikan keadilan bagi sebanyak-banyaknya orang, daripada menciptakan sebuah gagasan yang bersifat memaksa tanpa mempertimbangkan perasaan hukum bagi sebanyak-banyaknya orang, maka justru akan membuat keadaan menjadi tidak lebih baik. Hal tersebut merupakan pandangan Jeremi Benthamthe aim of law is the greates happiness for the greates number”. Dan dengan pandangan itu paling tidak tujuan akhir kebahagiaan yang hendak dicapai dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya orang dari pada tidak sama sekali.
Akan tetapi menurut John Rawls keadilan yang diinginkan bagi sebanyak-banyaknya orang belum tentu keadilan yang objektif dan diterima secara rasio. Rawls memberi contoh apabila sebagian besar orang lebih menginginkan kondisi sosialnya menghalalkan perbudakan apakah itu bisa dikatakan sbagai keadilan bagi sebanyak-banyaknya orang dan apakah hal itu bisa diterima oleh rasio manusia yang beradab?. Rawls lalu mengemukakan teori keadilan yang kemudian dikenal dengan teori keadilan Rawls, menurutnya keadilan baru bisa didapatkan apabila orang dalam keadaan bebas/ independen dan tidak mengetahui posisinya di dalam sosial. Dalam teori ini kebahagiaan dapat diperoleh dengan prinsip kebebasan bertindak.
Menurut Imam Al-Gazali bahagia itu terdiri atas lima hal yaitu: 1. kebahagiaan akherat, 2. kebahagiaan yang dikarenakan oleh taufiq atau tuntunan dari yang Maha Kuasa (kedua jenis kebahagiaan itu merupakan kebahagiaan yang bersifat transedental) 3. bahagia yang dikarenakan oleh kutamaan akal budi yaitu kecerdasan, 4 keutamaan dari tubuh yaitu kesehatan dan kerupawanan, 5. kesehatan dari luar tubuh yaitu harta, keluarga, sosial dan keturunan (ketiga kebahagiaan itu merupakan kebagiaan yang bersifat lahiriah). Jenis kebahagiaan transedental hanya dapat dicapai pada kondisi sosial yang berkultur religius sementara yang bersifat lahiriah dapat dicapai oleh kelompok masyarakat manapun. Kebahagiaan lahiriah dalam pencapaiannya membutuhkan pola-pola yang tersusun secara sistemik oleh pemegang kendali dalam masyarakat (dalam hal ini pemerintah). Seperti pemerintah harus mengusahakan kesejahteraan bagi rakyatnya, mengusahakan pendidikan yang baik bagi rakyatnya, mengusahakan pelayanan kesehatan yang baik bagi rakyatnya d.l.l. Kebahagiaan yang bersifat transedental bukan berarti tidak dapat membawa kebahagiaan sampai ke alam nyata malah justru kebahagiaan transedental terbukti efektif membawa kebahagiaan itu. Kita sebut saja bagaimana konsep “kesabaran” yang diajarkan dan menjadi dogma dalam penganut agama Islam menjadikan penganutnya mampu untuk mengatasi berbagai hal yang selama ini menjadi masalah sosial, contoh kemiskinan, dalam konsep “sabar” kemiskinan dipandang sebagai cobaan dari yang Maha Kuasa yang mengharuskan orang yang mengalaminya untuk dapat menerima keadaan tersebut dengan hati yang ikhlas sembari berusaha untuk keluar dari kesulitan tersebut, sementara orang-orang mampu di sekitarnya diwajibkan untuk senantiasa membantu orang yang tidak mampu ini. Pembantuan tersebut dikenal dengan istilah Zakat, Infaq, dan sedekah. Kedua hal itu merupakan keseimbangan hidup. Dengan menilik hal tersebut dapat dikatakan bahwa keseimbangan hidup dapat diartikan saling memberi “manfaat”. Atau dengan kata lain tujuan hukum Islam adalah bagaimana memperoleh kemanfaatan dan kemaslahatan ummat.
Menurut F.K. von Savigny sebagai penganut mazhab sejarah keadilan hukum itu tidak dibuat namun tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Pendapat ini mempergunakan dasar volkgiest (jiwa rakyat) yang berbeda-beda menurut waktu dan tempat. Jadi menurut teori ini kebahagiaan itu tidak perlu dibuat namun dibiarkan tumbuh dengan sendirinya berdasarkan jiwa rakyat atau volkgiest itu.
Hal selanjutnya adalah persoalan “kedamaian”. Tatanan hukum yang seperti apakah yang dapat menimbulkan kedamaian? Kedamaian dapat ditimbulkan oleh tatanan hukum yang bukan untuk memuaskan kepentingan satu pihak dengan mengorbankan kepentingan pihak yang lain, tetapi menghasilkan satu kompromi antara kepentingan-kepentingan yang bertentangan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya friksi. Hanya tatanan hukum yang seperti itulah yang memungkinkan untuk menjamin perdamaian sosial bagi para subjeknya atas suatu dasar yang relatif permanen.
Menurut kaum positivis cita-cita keadilan merupakan sesuatu yang sangat berbeda dari cita-cita pardamaian, ada kecendrungan untuk menyamakan kedua cita-cita tersebut, atau paling tidak menggantikan cita-cita keadilan dengan cita-cita perdamaian. Perdamaian dapat tercapai bila tercipta keteraturan dalm masyarakat. Dengan aturan yang dibuat oleh otoritas tertinggi dari suatu komunitas akan mampu menciptakan kedamaian diantara angggota masyarakatnya, kedamaian ini paling tidak muncul dari rasa takut terhadap sanksi yang mengikuti aturan tersebut. Seperti itulah kaum positivis memaknai hukum dalam membawa perdamaian. Namun jika atas rasio tersebut aturan dibuat maka tujuan untuk mencapai kebahagiaan akan sulit tercapai
Kedamaian dapat diciptakan dengan barbagai peraturan yang mana peraturan itu tentunya tidak mengandung tendensi tertentu bagi kalangan tertentu pula. Lalu bagaimana cara agar aturan yang dibuat tidak menimbulkan tendensi? Disinilah mungkin peran Justice theory dari John Rawls dibutuhkan, pembuat aturan haruslah bebas dan tidak mengetahui kepentingannya dalam aturan yang dibuatnya.
Ketertiban akan senantiasa membawa kedamaian, namun perlu juga digaris bawahi bahwa kedamaian belum tentu membawa kebahagiaan. Lalu ketertiban yang bagaimanakah yang mampu membawa kedamaian sekaligus kebahagiaan. Konsep dasarnya adalah “peraturan”. Tujuan yang hendak dicapai adalah “aturan” yang membawa ketertiban, “aturan” yang membawa kedamaian, “aturan yang membawa kebahagiaan.
Sejak awal dikatakan biasanya peraturan dapat membawa ketertiban dan kita ketahui bahwa ketertiban ini akan membawa kedamaian antar individu dalam komunitas yang diatur tersebut, tak peduli apakah peraturan tersebut sesuai atau tidak sesuai dengan keinginan intern komunitas yang diatur. Jadi yang terpenting adalah bagaimana peraturan yang mampu membawa kebahagiaan. Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas bahwa kebahagiaan merupakan hal relatif dan bersifat subjektif. Namun kita bisa mengombinasi teori-teori yang telah dipaparkan di atas untuk menjawab permasalahan ini.  Jeremi Bentham dengan tujuan hukumnya yaitu untuk kebahagiaan bagi sebanyak-banyaknya orang, namun perlu juga memperhatikan kritikan dari John Rawls bahwa keinginan komunitas ini juga haruslah adil dan beradab olehnya justice theory dari Rawls sepertinya tepat digunakan dalam membuat peraturan. Selanjutnya peraturan yang akan dibuat sebaiknya sesuai dengan keinginan masyarakat atau jiwa bangsa (volkgiest) dengan demikian apa yang dikemukakan oleh Roscoe Pound bahwa tatanan hukum yang adil adalah tatanan hukum yang mengamankan dan melindungi berbagai kepentingan kodifikasi hukum tradisional yang diwarisi sesuai kondisi sosial yang ada akan dapat terpenuhi.
Namun di luar dari hal itu semua untuk membantu tugas hukum untuk memgontrol kondisi sosial karena memang hukum hanyalah salah satu alat kontrol sosial, diperlukan pranata lain seperti Pranata Agama. Hal ini diperlukan sebab sebagaimana yang telah dikatakan oleh Hans Kelsen bahwa kebahagiaan itu adalah hal yang bersifat subjektif dan Irrasional. Jika direnungkan apa yang dikemukakan Kelsen tersebut adalah masalah yang membutuhkan solusi. olehnya menurut penulis pencapaian kebahagiaan yang bersifat Subjektif dan Irrasional dapat dicapai dengan pencapaian kebahagiaan yang bersifat transedental. Caranya yakni dengan menggunakan peran ajaran agama.
      
 BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ketertiban adalah keadaan yang serba teratur dengan prinsip, kesopanan, kedisplinan, dengan maksud untuk mencapai suatu yang di inginkan bersama yaitu terciptanya suasana yang tentram dan damai. Agar bias terciptanya keteriban maka harus ada hukum yang mengatur dalm kehidupan masyarakat, Hukum yang ada kaitannya dengan masyarakat mempunyai tujuan utama yaitu dapat direduksi untuk ketertiban (order).
Ketertiban didukung oleh tatanan yang mempunyai sifat berlain-lainan karena norma-norma yang mendukung masing-masing tatanan mempunyai sifat yang tidak sama. Oleh karena itu, dalam masyarakat yang teratur setiap manusia sebagai anggota masyarakat harus  memperhatikan norma atau kaidah, atau peraturan hidup yang ada dan hidup dalam masyarakat. Ketertiban dapat membuat seseorang disiplin, Ketertiban dan Kedisiplinan sebagai Landasan Kemajuan. Tertib dan disiplin adalah matra yang amat menentukan keberhasilan sebuah proses pencapaian tujuan.
B.  Saran
Kehidupan tertib adalah kehidupan yang menghargai setiap aturan yang berlaku dilingkungan. Ketertiban perlu diterapkan dilingkungan, baik dilingkungan Pendidikan, Perkantoran, maupun di Masyarakat agar selalu tercipta suasana rukun dan damai. Untuk itu, ketertiban adalah kunci utama dari keberhasilan maka tertiblah sebelum ditertibkan

DAFTAR PUSTAKA

http://justitia1.wordpress.com
http://battle-of-speech.blogspot.com
                                                                          http://www.bodhidharma.or.id
                                                                             http://www.hukumonline.com
 




Share:

Unordered List

3/sosial/post-list

Latest blog posts

3-latest-65px

BTemplates.com

3/sosial/col-right
Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Statistik Pengunjung

Ekonomi

3/ekonomi/col-left

Publikasi

3/publikasi/feat-list

Error 404

Sorry! The content you were looking for does not exist or changed its url.

Please check if the url is written correctly or try using our search form.

Recent Posts

header ads
Ag-Historis

Text Widget

Sample Text

Pengikut

Slider

4-latest-1110px-slider

Mobile Logo Settings

Mobile Logo Settings
image

Comments

4-comments

Budaya

budaya/feat-big

Subscribe Us

Recent Posts

sejarah/hot-posts

Pages

Popular Posts