Menyajikan Data Mengungkap Fakta Menjadi Sejarah

Sejarah

3/sejarah/post-list
Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label pendidikan. Tampilkan semua postingan

Guru Sejahtera untuk Mutu Pendidikan yang Adil dan Beradab

 


Hari Guru Nasional (HGN) setiap tahunnya diperingati. Semangat memperingati hari guru ini dimulai sejak tanggal 25 November 1994, silam. Penetapan HGN pada setiap tanggal 25 November, didasarkan Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 78 Tahun 1994. Pemerintah Orde Baru kala itu, di akhir masa kuasanya ingin menegaskan bahwa guru adalah Palawan, tapi tanpa tanda jasa. Meskipun sesungguhnya guru adalah manusia yang paling berjasa, karena di ujung penanya ia melahirkan pemimpin di republik ini.

Arahan pemerintah, memperingati hari guru secara Nasional wajib dilaksanakan oleh seluruh satuan pendidikan di Indonesia. Guru berbangga merayakan hari lahir profesinya. Ucapan selamat bertabur di sudut ruang. Di sosial media, hari guru diviralkan. Banyak cara untuk mengaungkan semangat hari pahlawan pendidikan itu.

Saat HGN tiba, peserta didik berbagi ucapan selamat. Membawa kado terbaik, hadiah indah untuk guru yang telah dianggapnya sebagai orang tuanya sendiri di bangku sekolah. Tetapi diluar sana, banyak pula orang sinis. Menggangap perbuatan itu sama halnya mempertontongkan gratifikasi dalam lembaga pendidikan. Menyemakan hadiah itu seperti penyuapan. Apalagi guru yang bersatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Serba salah mengambil itu. Karena itulah, banyak satuan pendidikan melarang siswanya untuk memberi hadiah. Tetapi, namanya qnak murid, berbagi rasa dengan guru di hari ulang tahun itu dianggapnya wajar dan biasa saja.

Ibarat anak sedang berbakti kepada orang tuanya di sekolah. Namun dalam batas kewajaran. Bukan barang mewah yang brending. Setangkai mawar pun cukup untuk merayakan itu. Guru perempuan ikhlas menerima bunga dengan senyum sumringah dari anak didiknya.

Dahulu hingga era 1990-an, anak-anak murid di kampung sering membawa kayu bakar, ikan atau apa saja yang menjadi kebutuhan hidup di kampung. Tanpa menunggu waktu ulang tahun. Meskipun sebetulnya guru, tidak mengharapakan upaya balas jasa dari anak muridnya. Guru ikhlas mengabdi, mendidik generasi, mencerahkan masa depan.

Pendidikan karakter hadir dalam kehidupan sosial di luar jam sekolah. Guru begitu berwibawa. Di dalam pergaulan sosial masyarakat, anak murid tak bisa sembarangan lewat di depan guru. Bahkan saat berpapasan tanpa sengaja, murid serentak menunduk, memberi hormat, sungkan berbicara yang tidak penting. Ada nilai pengormatan di situ, ada adab dari murid terhadap gurunya.

Kondisi ini tentunya jauh dari fakta pendidikan di era Gen Z saat ini. Di masa teknologi digital yang serba canggih. Di social media, kita menyaksikan berbagai fenomena krisis adab dalam dunia pendidikan. Guru ditantang murid berkelahi. Saat ditindak, anak melapor kepada orang tuanya di rumah. Bukan memberi nasehat kepada anaknya, orang tua justru berbalik melaporkan guru ke ranah hukum.

Ibu Supriyan, guru honorer di SD Negeri 4 Baito, ramai diberitakan atas kasusnya. Ia harus duduk di meja hijau. Berperkara di ruang sidang di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, pada Senin (28/10/2024) lalu. Guru honor itu dianggap mendidik siswa dengan sentuhan fisik. Orang tua sang anak yang berprofesi sebagai polisi itu, tak terima dengan cara didikan guru itu. Orang tua, menilai guru itu telah melakukan kekerasan fisik terhadap anaknya. Padahal tidak mungkin, guru menghukum anak didiknya di luar batas pembimbingan. Sungguh miris! Masih banyak lagi kasus kriminalisasi terhadap guru atas dasar hak asasi manusia. Perlindungan anak ditegaskan, tetapi guru belum dilindungi atas profesi mulianya.

Guru tak butuh hadiah. Guru tak butuh ucapan selamat saat di hari ulang tahun. Guru hanya ingin profesinya dihargai. Dilindungi, sama halnya perlindungan terhadap siswa. Ketika istilah anak murid berubah menjadi siswa atau peserta didik. Seolah ada jarak, ada tekanan antara guru dan siswa. Tak jarang siswa banyak yang tak peduli dengan ucapan, nasehat, dan didikan guru di kelas. Apalagi di luar kelas, ada guru yang dijahili oleh siswanya sendiri.

Siswa cerdas intelktual, tetapi krisis adab, krisis moral, tak berkarakter. Orang tua yang terlalu memanjakan anaknya, seolah tak percaya didikan guru di sekolah. Tak percaya bahwa guru mendidik siswa untuk berbuat baik. Agar siswanya menjadi anak yang baik dan beradab. Banyak orang tua tanpa mengetahui sebabnya, tetap percaya pada omongan anaknnya yang nakal dan manja. Dasar hak asasi manusia, siswa berbuat lebih, guru diam membisu.

Meme video viral yang menayangkan guru acuh, tidak mau menegur siswanya yang nakal, meskipun berkelahi didepannya dibiarkan begitu saja, karena takut dipenjara. Sikap itu menunjukkan protes guru atas pelemahan profesi mereka saat ini, maka negara saatnya hadir menjamin perlindungan dan kesejahteraan guru Indonesia.

Hari guru bukan sekedar bangga-banggaan. Bukan saja menyebarkan fanflet. Bukan untuk bangga karena pemerintah menetapkan tanggal 25 November setiap tahunnya, dilakukan upacara bendera memperingati hari guru. Bukan itu, yang diinginkan guru sejatinya. Bukan! Guru bangga, kalau saja profesinya mencerdaskan anak bangsa dihargai negara.

Guru bangga, saat melihat anak didiknya berhasil. Saat melihat muridnya menjadi orang yang berguna untuk masyarakat, bangsa dan negera. Menjadi abdi negera, menjadi pemimpin yang amanah, menjadi orang yang berpangkat melebihi dari gurunya. Jasa guru tak tertandingi. Mereka yang mendidik anak bangsa mencetak pemimpin masa depan.

Amanat negara yang tertuang dalam amandemen UUD 1945, mengharusan guru ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Apa mungkin guru dapat mencerdaskan anak bangsa sedangkan anaknya di rumah belum makan? Butuh beras, butuh susu. Berharap susu gratis dari rencana implementasi program makan siang pemerintahan Prabowo-Gibran, selain berimbas pada siswa juga dirasakan manfaatnnya untuk guru. Tunjangan lauk-pauk adil untuk semua, bukan saja untuk PNS/ASN, tetapi juga guru honor.

Pasalnya, gaji honor tak cukup untuk beban hidupnya. Sedangkan waktu luangnya habis terkuras untuk mencerdaskan anak bangsa. Meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Rela meninggalkan usaha lain, demi datang pagi ke sekolah. Mendidik anak muridnya, meskipun di rumah hidup masih berantakan. Kesejahteraan guru honor masih dipandang sebelah mata. Sedangkan untuk berebut kuota PNS amat susah. P3K berihak pada sekolah negeri. Sekolah swasta hanya bisa gigit jari.

Ini bukan tentang keihlasan mendidik di saat perut kenyang, disaat kebutuhan hidup terpenuhi. Boleh jadi, tindakan kekerasaan kepada siswa. Bentakan dan suara keras guru ke siswa di ruang kelas, disebabkan beban kehidupan guru di rumah masih berantakan. Belum sejahterah, saat pergi ke sekolah tidak sarapan pagi. Bagi guru PNS hal itu mungkin tidak terjadi, tetapi guru honor kondisi itu sering dialami. Gaji Rp 150-200 ribu perbulan, mana cukup beli popok anak untuk kebutuhan sebulan. Di tengah beban kerja admistratif untuk mengukur mutu pendidikan yang diseragamkan secara nasional. Akan tetapi, kesejahteraan guru tak seragam.

Guru honor di sekolah swasta, nasibnya tak menentu. Masa depan suram. Tak ada harapan pasti, sebab formasi PNS/ASN atau P3K hanya diperuntungkan kapada sekolah negeri yang di kelolah pemerintah. Sekolah yang dihadirkan masyarakat tak mendapat porsi untuk usulan honor mereka menjadi abdi negara. Tak semua sekolah swasta mapan secara finangsial. Di kota, sekolah swasta bergensi, mutu terbaik, tatapi biaya untuk kelas masyarakat yang berpunya. Harga pendidikan melejit, karena fasilitas pendidikan terpenuhi. Tetapi, apakah semua sekolah  swasta  sama? Faktanya tidaklah demikian. Sekolah di kota tak sama di desa. Menegrikan sekolah swasta, bukan solusi cerdas mengatasi kesenjangan infrastruktur pendidikan. Sebab negara hadir untuk semua. Keadian dalam kebijakan pendidikan adalah kunci.

Di desa, sekolah  swasta  didirkan bukan mengejar profit. Bukan pula untuk lahan bisis yayasan. Tetapi, semata-mata pengabdian, sesuai amanat Negara. Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah landasan utama dan tanggujawab semua warga negara. Ditengah akses dan layanan pendidikan sulit dijangkau. Pemerintah engan melirik daerah terpencil, tertinggal dan terbelakang. Sekolah swasta tampil bak pahlawan membangun SDM di pelosok negeri. Guru-guru honor di sekolah  swasta  di desa, rela mengajar tanpa digaji. Akan tetapi, mereka juga ingin masa depannya cerah.

Minimal lulusan sarjana guru yang telah membayar mahal saat kuliah di FKIP itu, mendapat tempat layak sebagai abdi negara. Mendapat kuwota P3K, tanpa harus berebut dan bersaing di sekolah negeri yang bukan tempat asal mereka mengabdi. Guru-guru muda yang honor di sekolah swasta merindukan masa depan. Memiliki harapan ingin membahagiakan orang tuanya, mengangkat derajat dan status sosialnya di masyarakat, melalui kesuksesannya menjadi abdi negera. Mendapat gaji dari negara adalah pintu kesejateran dan kebahagiaan yang dihayalkan guru honor.

Tidak semua orang pola pikirnya sama. Ungkapan jangan jadi PNS. Berbisnis kalau ingin cepat kaya. Terdengar betul, tetapi tidak semua mengambil peluang itu. Tidak semua orang memiliki kemampuan marketing dalam berbisnis atau memilih jalan bisnis. Hidup ini beragam, tanpa harus diseragamkan. Sebab perguruan tinggi mencetak sajarana bukan saja untuk urusan ekonomi dan bisnis, tetapi ada sarjana guru.

Dari guru, pembisnis yang handal dan profesional itu lahir.  Maka jangan sepelehkan profesi mulia guru. Kesejahteraan guru masih mengisahkan luka dan dilema hingga kini. Sekolah swasta diapandang sebelah mata. Tak dapat kuwota mengusulkan guru PNS/ASN/P3K. Pemerataan infrastruktur pendidikan seolah diabaikan pemerintah.

Padahal konstitusi negara Pancasila, mengamanatkan keadilan social ditegakan. Meskipun dana BOS/BOP yang diperuntungkan kepada gaji guru sebanyak 60% dari total alokasi anggaran pertahunya, lumayan besar. Tetapi, presentase itu tak cukup jika di bagi-bagi untuk membayar gaji guru dan tenagga kependidikan di sekolah swasta yang kebanyakan diisi tenagga honor. Apalagi dengan jumlah siswa yang sedikit.

Salah satu alasan yang membuat guru semangat mengajar dan bertahan pada profesi mulia itu adalah adanya harapan kesejahteraan guru. Terutama mereka yang mengajar di desa terpencil melalui skema tunjangan terpencil. Namun itu menjadi problem, pasalnya hanya satuan pendidikan di bawah kementrian Agama yang berkomitmen melihat itu belum sepenuhnya menjawab kesejateraan guru honor. Demikian pula, tunjangan terpencil di derah terbelakang, juga tak berpihak pada sekolah swasta di bawah Kementerian Pendidikan. Di tambah lagi problem usulan anggaran gaji guru melalui sistem aplikasi ARKAS belakangan ini di kementrian pendidikan, tak dapat membayar gaji guru yang belum punya NUPTK. Semakin membuat sekolah swasta yang menampung guru honor mengisahkan dilema. Ironi! pendidikan kita, yang tak berpihak pada guru honor di sekolah swasta.

Pemerintah menutut upaya meningkatkan mutu pendidikan yang seragam, tetapi kesejahteran guru beragam dan terabaikan. Padahal bila guru sejahterah, beban hidup teratasi, mutu pendidikan Indonesia meningkat. Jangan teriak guru hebat, Indonesia kuat, bila perlindungan dan kesejateraan guru terabaikan. Lindungi dan sejaterakan guru untuk mutu pendidikan yang adil dan berkeadaban. Selamat Hari Guru. ***

Catatan: Tulisan ini pertamakali dipublikasi oleh di Media Berita Online Malukunews.co pada 25 November 2024, dengan judul, “Guru Sejahtera untuk Pendidikan yang Adil dan Berkeadaban.”

Share:

Universitas Banda Naira Gelar Yudisium Sarjana Perdana

 

Wakil rektor bidang akademik (tengah depan) beserta dekan dan sejumlah ketua program studi dalam acara Yudisium Sarjana Rabu (11/1/2023), Pagi.

Banda; Setelah resmi naik status dari sekolah tinggi (STP dan STKIP) Hatta-Sjahrir menjadi Universitas Banda Naira (UBN) pada 2022 lalu, kampus yang dikelolah Yayasan dan Warisan Budaya Banda itu, mengelar yudisum masal perdana kepada 47 orang mahasiswa yang telah menempuh ujian sarjana hingga pekan lalu.

Kegiatan serimonial akademik untuk pengesahan pengunaan gelar sarjana ini, diikuti oleh sebanyak 27 lulusan Fakultas Perikanan dan 20 mahasiswa lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) di gedung Harmony Society, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Rabu (11/1/2023).

Dalam sambutannya, Wakil Rektor (Warek 1) Bidang Akademik UBN Budiono Senen, S.Pi., M.Si, mengatakan pemberian gelar sarjana ini merupakan suatu kebangaaan sekaligus beban. "Masyarakat di luar sana menunggu pengabaian Anda sebagai sarjana, maka berbuat baiklah dan jaga nama baik institusi UBN." Pesannya.

Lebih lanjut Warek 1, itu berharap kepada para sarjana yang baru saja menerima gelarnya untuk tetap belajar menigkatkan kompetensi diri, memiliki skill dan kemampuan komunikasi dan berkolaborasi demi meraih masa depan yang baik di tengah persaingan pasar kerja yang semakin ketat.

"Kualifikasi akademik yang tinggi tidak menjamin kesukaan, namun dengan ilmu yang diperoleh dari pendidikan tinggi dapat berguna untuk menjawab tantangan masa depan yang kian kompleks." Pungkasnya.

Para sarjana baru itu selanjutnya menunggu pelaksanaan wisudah sarjana yang akan dilangsungkan sebelum berakirnya semester ganjil tahun ajaran 2022/2023 ini.

Untuk diketahui, saat ini UBN memiliki 6 progam Studi, yakni Budidaya Perairan, Manajemen Sumberdaya Perikanan dan Sosial Ekonomi Perikanan pada Fakultas Perikanan. Sedangkan tiga program studi lainnya pada FKIP, yakni Pendidikan Bahasa Indonesia, Pendidikan Sejarah dan Pendidikan Matematika. (K.R) **

Share:

Konsep Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka Belajar dalam Pembelajaran

Sumber gambar : unida.ac.id

 

Pengantar

Kurikulum senantiasa diperbaharui namun tentu penyempurnaan kurikulum. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor, salah satunya adalah untuk mengimbangi pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat ini, Kurikulum 2013 diubah lagi dengan kurikulum baru yaitu Kurikulum Merdeka. Namun demikian, satuan pendidikan pada semester ganjil 2022 ini masih bebas memilih penerapan kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka Belajar

Kurikulum Merdeka hadir untuk menyempurnakan implementasi Kurikulum 2013. Penelitian dari Krissandi dan Rusmawan (2019), mengungkapkan bahwa penerapan Kurikulum 2013 (K-13) terkendala dari pemerintah, instansi sekolah, guru, dan orang tua siswa, serta siswa sendiri. K-13 merupakan pengembangan kurikulum yang berfokus pada peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge).

Kurikulum ini bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif,kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Pemerintah membuat terobosan dengan adanya Kurikulum Merdeka. Saat ini pemahaman guru dalam penerapan Kurikulum Merdeka masih dalam kategori cukup, dan perlu adanya pengembangan.

Karakteristik K-13

Dalam permendikbud No 68 tahun 2013 juga menjelaskan bahwa Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut;

1.      Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik.

2.      Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar

3.      Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat.

4.      Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

5.      Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran

6.      Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti.

7.      Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

Dalam kaitan itu, pakar pendidikan Mulyasa, juga mengidentifikasikan tentang karakteristik Kurikulum 2013, yang menurutnya terdapat lima karakteristik yaitu: mendayagunakan keseluruhan sumber belajar, pengalaman lapangan, strategi individual personal, kemudahan belajar, dan belajar tuntas.

Perbedaan Kurikulum 2013 dengan KTSP 2006

1.      Pada KTSP 2006 Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari Standar Isi, sedangkan pada Kurikulum 2013 Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari kebutuhan masyarakat.

2.      Pada KTSP 2006 Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan mata pelajaran, sedangkan pada Kurikulum 2013 Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan

3.      Pada KTSP 2006 pemisahan antara mata pelajaran pembentukan sikap, pembentukan keterampilan, dan pembentukan pengetahuan, sedangkan pada Kurikulum 2013 semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

4.      Pada KTSP 2006 kompetensi diturunkan dari mata pelajaran,sedangkan pada Kurikulum 2013 mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai.

5.      Pada KTSP 2006 mata pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti sekumpulan mata pelajaran terpisah, sedangkan pada Kurikulum 2013 semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti (tiap kelas).

6.      Pada KTSP 2006 pengembangan kurikulum sampa pada kompetensi dasar, sedangkan pada Kurikulum 2013 pengembangan kurikulum sampai pada buku teks dan buku pedoman guru.

7.      Pada KTSP 2006 tematik kelas I-III (mengacu mapel), sedangkan pada Kurikulum 2013 tematik integratif kelas I-VI (mengacu kompetensi).

Guru dalam Penerapan Kurikulum 2013

Guru dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Namun, bagi kelas tinggi akan kebingungan karena materi yang diajarkan perlu diperluas dan iperdalam kembali. Sehingga guru harus mencari ke sumber belajar lainnya, seperti penelusuran internet. Bahkan memakai kembali buku kurikulum lama (KTSP).

Siswa dalam Penerapan Kurikulum 2013

Untuk siswa kelas 1-3, mereka lebih ramai dan senang dalam belajar, karena mereka sering diberikan tugas atau proyek luar kelas. Selain itu, media yang beragam untuk mendukung pembelajaran dapat menarik minat siswa. Sementara, bagi siswa kelas tinggi penerapan Kurikulum 2013 ini membuat kebingungan, karena siswa harus mencari sumber lain, siswa belum terbiasa mandiri dan masih bergantung pada materi yang sudah ada di buku. Siswa lebih senang belajar dengan menggunakan buku KTSP daripada buku tema. Selain itu, banyaknya aktivitas pembelajaran di kelas tinggi membuat siswa bosan dan malas dalam belajar. Ada dampak penerapan kurikulum K-13 bagi siswa sebagai pembelajar Pertama, dampak positif; siswa memiliki nalar kritis dalam setiap pelajaran dan guru pun dituntut untuk kreatif. Kedua, dampak negatif; adanya penurunan yang diakibatkan pergantian kurikulum.

Tantangan Penerapan K-13

Menurut Neti Budiwati, berpendapat bahwa tantangan keterlaksanaan Kurikulum 2013 disebabkan oleh para pendidik yang belum siap dalam mengimplementasikan kurikulum ini. Selain itu, pendidik belum mendapatkan pelatihan yang mencukupi untuk menerapkan kurikulum ini di kelasnya. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kehendak sendiri, bahkan masih ada yang menerapkan seperti Kurikulum KTSP, yaitu secara parsial. Karena Kurikulum 2013 yang integratif, dirasa sangat sulit diterapkan oleh guru di kelasnya masing-masing

 Penyempurnaan K-13 Dengan Merdeka Belajar

Kurikulum kini disempurnakan dengan Kurikulum Merdeka Belajar. Kurikulum ini merupakan kebijakan pemerintah di bawah komando kementerian pendidikan yang bertujuan untuk mengembalikan otoritas pengelolaan pendidikan kepada sekolah dan pemerintah daerah dalam bentuk memberikan mereka fleksibilitas dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program-program pendidikan yang dilaksanakan di sekolah, dengan mengacu pada prinsip-prinsip kebijakan Merdeka Belajar yang ditetapkan pemerintah pusat.

Tujuan Pelaksanaan Merdeka Belajar

Kebijakan Merdeka Belajar dilaksanakan untuk percepatan pencapaian tujuan nasional Pendidikan, yaitu meningkatnya kualitas sumber daya manusia Indonesia yang mempunyai keunggulan dan daya saing dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

Pentingnya Merdeka Belajar

Ada beberapa alasan mengapa perlu kurikulum merdeka belajar diterapkan di satuan pendidikan diantaranya sebagai berikut ;

1.     Peraturan Pendidikan selama ini umumnya bersifat kaku dan  mengikat, contoh: aturan terkait UN, aturan RPP, aturan  penggunaan dana BOS dan lainnya. Peraturan tersebut  terbukti tidak efektif untuk mencapai tujuan nasional  Pendidikan;

2.     Ketidakefektifan pencapaian tujuan nasional Pendidikan terlihat pada hasil belajar siswa di komparasi test internasional (contoh: PISA) yang menunjukkan siswa-siswi kita masih lemah dalam aspek penelaran tingkat tinggi khususnya dalam hal literasi dan numerasi;

3.     Kebijakan Merdeka Belajar yang tidak bersifat kaku dan mengikat (fleksibel) diharapkan dapat mengatasi keragaman kondisi, tantangan dan permasalahan Pendidikan yang berbeda antar sekolah, dengan strategi penyelesaian yang berbeda.

 

Manfaat Pelaksanaan Merdeka Belajar

1.      Kepala sekolah, guru, orang tua dan pemerintah daerah dapat bergotongroyong untuk mencari dan menemukan solusi yang efektif, efisien dan cepat terhadap kondisi, tantangan dan permasalahan Pendidikan di masingmasing sekolah khususnya dalam rangka meningkatkan kualitas proses belajar siswa

2. Kepala sekolah, guru, orang tua dan pemerintah daerah merasa memiliki dan bertanggungjawab terhadap pengelolaan Pendidikan di sekolah pada daerah masingmasing

Perbedaan Merdeka Belajar dengan K-13

1.   Menekankan pada Kompetensi yang Esensial

2.   Fleksibilitas dalam Pendekatan Pembelajaran

3.   Penguatan Karakter

Kebijakan Kurikulum Merdeka Belajar

1.     Mengganti USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional) menjadi Asesmen Kompetensi

2.    Mengganti Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter

3.      Perampingan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

4.      Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi

Catatan Akhir

Kurikulum 2013 merupakan implementasi dan penyempurna dari kurikulum- kurikulum sebelumnya. Hanya saja terdapat sedikit perubahan pada standar isi dan penilaian dengan tetap berpedoman kepada tujuan pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan bangsa dan menjadikan manusia yang beriman dan berakhlakul karimah yang tinggi. Sedangkan Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam, di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Dengan kurikulum ini, dapat membantu guru untuk memilih berbagai perangkat ajar untuk menyesuaikan kebutuhan belajar dan minat peserta didik..**

 

 

Share:

Unordered List

3/sosial/post-list

Latest blog posts

3-latest-65px

BTemplates.com

3/sosial/col-right
Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Statistik Pengunjung

Ekonomi

3/ekonomi/col-left

Publikasi

3/publikasi/feat-list

Error 404

Sorry! The content you were looking for does not exist or changed its url.

Please check if the url is written correctly or try using our search form.

Recent Posts

header ads
Ag-Historis

Text Widget

Sample Text

Pengikut

Slider

4-latest-1110px-slider

Mobile Logo Settings

Mobile Logo Settings
image

Comments

4-comments

Budaya

budaya/feat-big

Subscribe Us

Recent Posts

sejarah/hot-posts

Pages

Popular Posts