Menyajikan Data Mengungkap Fakta Menjadi Sejarah

Sejarah

3/sejarah/post-list

Agama dalam Pandangan Bung Hatta


Muhammad Hatta, berpandangan bahwa Agama berdasarkan pada kepercayaan yang mutlak. Percaya kepada adanya Tuhan tidak bisa dibantah lagi. Orang yang tidak percaya Tuhan, sesungguhnya juga percaya. Mereka percaya bahwa Tuhan tidak ada. Namun tidak dapat dibuktikannya secara ilmiah bahwa Tuhan itu tidak ada. Itu di luar pengalaman yang kita alami. 
 
Karena soal Tuhan, tidak ada soal ilmiah yang kita bisa selidiki dengan bukti-bukti yang nyata. Kalau air bisa diselidiki. Air terdiri dari dua zat, H dan O, yang dapat dibuktikan dengan memanasi air. Lambat laun pecalah air itu menjadi dua bagian zat H dan satu bagian Zat O. Tetapi yang gaib itu hanya bisa dipercaya dengan hati dan iman. Keadaan Tuhan tidak dapat dibuktikan dalam alam yang tidak dapat dialami. 
 
Kebenaran agama didasarkan pada kepercayaan mutlak, berbeda dengan ilmu. Kebenaran ilmu bisa digugat. Seorang ahli yang mendapatkan teori baru, maka teori itu bisa digugat dengan penemuan-penemuan baru sesuai perkembangan ilmu. Karena itu dapat diselidiki dengan mengupasnya. Hata mencontohkkan pengalian Minyak dahulu di jaman Belanda, dikatakan bahwa di Irian Barat sudah tidak punya minyak lagi. Pengalian minyak di Irian Barat ditinggalkan, sudah tidak perlu lagi. Namun pada akhirnya dengan kemajuan teknik, sekarang kita dapat menggali minyak itu kembali. 
 
Pada prinsipnya agama hanya dapat dipercaya dengan iman, yang tidak dapat dibuktikannya dengan ilmu pengetahuan. Demikian orang yang beragama harus pula berilmu. Karena dalam Islam jelas mengajarkan, bahwa hanya orang yang berakal memiliki kewajiban dalam menjalankan syariat Islam.
Share:

Benteng Kolonial Masa Depan Parawisata Sejarah

 

Seorang anak sedang berfose di depan Benteng Concordia di Negeri Waer, Banda Besar, Maluku Tengah

Benteng Concordia di Negeri Waer, Banda besar. Benteng tinggalan VOC Belanda yg di bangun abad ke-17. Dibangunya benteng ini, sebagai upaya kolonial Belanda untuk memudahkan kontrol produksi rempah pala dan fuli (bunga pala) di sisi timur kepulauan Banda. Setelah di bangunya benteng Holandia di sisi barat, Lontor juga dua benteng utama di pulau Naira, yakni Benteng Nassau dan Benteng Belgica.

Upaya pembangunan benteng pada dua sisi Timur dan Barat itu telah menguatkan eksistensi kolonial Belanda di "Titik Nol Jalur" Rempah Nusantara. Terutama Pasca penaklukan Banda Naira dan pembantaian orang Banda di bawah gubernur Jenderal VOC Ceon tahun 1621.

Belanda kemudian membangun benteng-benteng pertahanan di sejumlah sisi kepulauan Banda demi ambisi penguasaan dan kontrol terhadap lalulintas perdagangan pala dan fuli.

Ulasan ringkas itu tentang masa lalu. Apa manfaatnya untuk masa kini? Tentunya banyak manfaatnya dari situs benteng itu. Selain untuk pembelajaran sejarah, pengembangan ilmu pengetahuan, juga menjadi obyek wisata sejarah, baik orang datang berkunjung sekedar bersua foto, maupun untuk kepentingan komersial, seperti pengambilan video yotube yang mendatangkan banyak duit bagi konten kreator dalam industri kreatif, juga vestival yang mengejar proyek tahunan.

 Masa depan, situs tersebut perlu dirawat dengan baik sebagai cagar budaya yang mendorong industri parawisata di Banda Naira tetap bertarap internasional. Karena orang Belanda dan bangsa Eropa lainnya akan datang ke Banda meski hanya untuk sekedar neyaksikan langsung kejayaan nenek moyang mereka dahulu. Tentu akan menghasilkan keuntungan dinamis bagi negara, daerah umumnya dan mayarakat Banda khususnya. Karena kehadiran mereka dalam kapasitas sebagai wisatawan regional, bukan lagi sebagai bangsa kolonial seperti yang pernah terjadi pada ratusan tahun lalu.

 Semakin lama mereka menetap, maka semakin banyak uang yg mengalir di daerah dan bagi masyarakat setempat. Pendapatan disektor prawisata meninggkat. Pemilik home stay, hotel, dan penginapan mendapatkan penghasilan, juga para pengrajin usaha kuliner merasakan manfaatnya. Tidak hanya wisatawan regional, tetapi juga wisatawan domestik dan lokal akan berkunjung untuk mencari kedamaian hidup dan ketenagan batin dengan alam Banda, baik yang datang liburan atau yang sedang studi (tour) sejarah.

 Karena itu, pemerintah perlu memberikan perhatian penuh dari berbagai situs tersebut demi peningkatan industri parawisata berbasis cagar Budaya dan benda tinggalan sejarah, sehingga tidak hanya sekedar serimonial "makan patita" dalam setiap poroyek vistival sejarah dan budaya, tetapi juga memberikan perhatian dalam bentuk revitalisasi kawasan benteng yang sudah terlihat kumuh, kotor dan tidak lagi menarik minat wisatawan untuk mengujunginya. Karena benteng sejarah itu bukan hanya masa lalu, tetapi juga menetukan masa depan.

.* (K.R)

 

Share:

Bung Kecil di Pengasingan Banda Naira

Seorang anak sedang duduk di tangga rumah pengasingan Sutan Sjahrir di Banda Naira

Bung Kecil, begitulah Sutan Sjahrir disebut. Karena tubuhnya yang kecil nan lincah di antara tokoh pergerakan Nasional lain pada masanya. Bung kecil, memiliki peran besar dalam sejarah bangsa dan lahirnya Indonesia. Ia pemuda pertama yang mendengar kekalahan Jepang atas Sekutu pada Perang Dunia II dari sumber berita radio yang dimilikinya. Kemudian mendesak Soekarno untuk segara memproklamirkan kemerdekaan. Meski Ia sendiri memilih absen saat detik proklamasi dibacakan Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur Jakarta tanggal 17 Agustus 1945.

Pasca Indonesia merdeka, Sjahrir menjadi Perdana Menteri Indonesia. Ia dikenal sebagai diplomat ulung ahli strategi andalan bangsa. Strategi diplomasi "take and give" menjadi andalanya. Diplomat Belanda pada setiap kali bersidang di forum PBB sering kewalahan menghadapi argumentasi cerdasanya. Ibarat "kecil tapi pedis." Ia menjadi pelopor dasar politik luar negeri bebas aktif. Baginya, diplomasi adalah jalan terjal mempertankan kemerdekaan Indonesia atas kembalinya Penjajah Belanda yang memboceng tentara Sekutu pasca Proklamasi.

Di rumah inilah (baca: foto) dahulu Ia tinggal sebagai orang buangan Belanda. Setelah berpisah rumah dengan Mohammad Hatta. Selama kurang lebih enam tahun lamanya, 1936-1942, Bung Hatta dan Bung Sjahrir hudup bersama orang Banda. Di Negeri Rampah pala ini, ada juga ada aktivis pergerakan lain, yakni Cipto Mangunkusumo dan Iwa Kusumasumantri sesama orang buangan Belanda.

Sjahrir memilih berpisah rumah dari kawan sejatinya, Muhammad Hatta yang sebelumnya tinggal bersama di sebuah rumah kontrakan milik parkenir, agar lebih leluasa memperiapakan diri saat menyambut pujaan hatinya, Maria yang akan datang menemuinya dari Negeri Belanda. Namun kerinduan terhadap istrinya itu, hanyalah mimpi yang tak terwujud hingga kepulangannya dari tanah pengasingan. 

Di Banda Naira, Ia begitu menikmati manisan pala, menyeruput teh dengan aroma rasa kayu manis setiap pagi, berenag, mendayung kole-kole, olah raga, dan menghirup udara segar dari panorama alam Banda yang asri. Sungguh sebuah tempat buangan yang jauh beda dengan Boven Diegul, Papua.

Di Banda Naira mereka seolah tidak sedang di buang, tetapi menemukan surga yang tersembunyi. Disetiap kali bertemu dengan sesama orang buangan, pembahasan situasi politik dunia, termasuk nasib kemerdekaan bangsa selalu menjadi topik menarik yang diperbincangkan secara sembunyi-sembunyi, agar tidak di ketahui polisi Hindia Belanda yang setiap saat berpatroli memantau pergerakan mereka.

Sjahrir dikenal sangat kritis anti terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Itulah sebabnya Ia di penjara di Cipinang lalu dibuang ke Boeven Digul Papua, bersama Bung Hatta dan berberapa aktivitas pergerakan lain kemudian dipindahkan ke Banda Naira pada 1936. Pemindahan itu dilakukan akibat mendapat pelakuan yang tidak wajar dan jatuh sakit terkena malaria. Berita sakit tokoh pergerakan itu tersebar sampai ke negeri Belanda sehingga mengundang reaksi dan kecaman keras dari kaum sosialis Eropa atas kondisi kesehatan para tahanan politik Hindia Belanda. 

Menurut kaum sosialis itu, bahwa pengasingan para tokoh pergerakan, bukan bertujuan untuk membunuh mereka. Akan tetapi, sekedar menjauhkan mereka dari gerakan politik di titik sentral Pemerintah Hindia Belanda di Pulau Jawa yang mencita-citakan kemerdekaan.

Sjahrir mendapat pendidikan hukum dari Negeri Belanda atas imbas politik etis awal abad ke-20. Di Negeri Kincir Angin itu, Ia mendapat pengaruh pemikiran Sosialis, yang menyadarkan darinya tentang penjajahan atas kaum pribumi di Hindia Belanda. Karena itulah, separu jiwanya disumbangkan untuk perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. 

Di Negeri Belanda, Hatta dan Sjahrir bergabung dalam organisasi Perhimpunan Indonesia. Sebuah organisasi pelajar yang mencita-citakan kemerdekaan, juga organisasi pertama yang menggunakan nama Indonesia di Eropa. Meskipun nama Indonesia, awalnya adalah nama yang dikatakan primitif oleh Dowes Dekker, "Ah Indonesia itu kan Primitif." Kata tokoh pergerakan Nasional dari Indisce Party ketika berkunjung ke Belanda pada 1923. Bung Hatta menepis penuh semangat "biarlah kita Indonesia asal kita yang menciptakan sendiri." 

Sekembalinya dari Negeri Balanda, Sjahrir bergabung dan membetuk organisasi Pendidikan Nasional Indonesia (PNI) baru, pasca Pemerintah Belanda membekukan Partai Nasional Indonesia (PNI) bentukan Soekarno. Kemudian disusul Hatta kembali ke Indonesia. Dalam organisasi PNI baru itu Hatta menjabat ketua dan Sjahrir wakilnya. Organisasi ini bergerak dalam dunia pendidikan sebagai upaya mencerdaskan kaum pribumi. Terutama rakyat kecil yang tidak diterima di sekolah Belanda. Bagi mereka, pendidikan menjadi alat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan. Karena itu kaum pribumi harus cerdas agar dapat mengatur bangsa kelak secara mandiri lepas dari penjajahan. Pada prinsipnya PNI baru berupaya mempersiapkan pemimpin masa depan dan itu hanya dapat dilakukan dengan membuka sekolah bagi kaum pribumi yang tertindas.

Terbitnya peraturan Pemerintah Hindia Belanda "Koninklijk Besaluit" pada 14 Mei tahun 1913 yang melarang perkumpulan atau organisasi politik atas dugaan mengangu keamanan dan ketentraman umum, membuat gerakan para tokoh nasionalis untuk menyebarkan semangat Nasionalis mulai terbatas dan di batasi Belanda. Di tengah kondisi itulah semua tokoh pergerakan di tangkap dan di asingkan Belanda.

Berlatar Latar belakang hukum membuat Sjahrir terdorong untuk memberikan layanan bantuan hukum gratis kepada warga pribumi di pengasingan Banda Naira. Terutama ketika ada warga Banda yang bermasalah dengan polisi Hindia Belanda. Meskipun dirinya sendiri berada ditengah pengawaan polisi untuk tidak bicara soal politik. Namun Ia bebas menikmati hidup di bawah pohon-pohon pala. Mencari ketenangan batin dan inspirasi di Laut Banda atas kegalauannya akibat terpisah jauh dengan Mariah, Istrinya di Belanda. 

Sjahrir mengisi waktu luangnya mengarungi laut pesisir dengan perahu ke Pulau Pisang. Kini pulau itu dikenal dengan Pulau Sjahrir. Hobinya melaut membuat Polisi Hindia sempat melarangnya untuk tidak lagi mengungkapkan perahu, sebab dikhawatirkan Ia melarikan diri ke Australia. Namun larangan yang tidak masuk akal itu ditepis Sjahrir, sehingga Ia tetap bebas berperahu ke pulau terdekat dari Naira. Petualangannya di laut pesisir menjadi alasan dirinya untuk menyebarkan faham nasionalis.

Karena itulah perahu yang dibelinya dari nelayan Lontor diberi nama INDONESIA. Sebuah nama yang sangat asing di Laut Banda. Nama yang baru di dengar pertamakali oleh anak-anak Banda. Ia terus mengenalkan nama Indonesia kepada anak bangsa, mengajarkan nasionalisme, menumbuhkan semangat patriotisme di pengasingan. Di tengah mendayung perahu ke pulau Pisang lagu Indonesia Raya selalu dinyaikan untuk mengajarkan kapada anak-anak Banda tentang semangat tentang Nasionalisme dan patriotisme.

Bersama Hatta, Sjahrir membuka "Sekolah Sore' yang diperuntukkan kepada anak pribumi yang tidak diterima di sekolah negeri bentukan Belanda karena perlakuan diskriminatif bangsa kolonial.

Di sekolah itu Sjahrir juga berperan sebagai guru yang mengajar mata pelajaran Sejarah dan bahasa asing. Semua matapelajaran diajarkan dalam bahasa Belanda. Untuk menyatukan pemuda Banda, Ia membetuk klub sepak bola anak muda yang dinamai dengan Persatuan Pemuda Banda (Perbamu).

Ekspansi pasukan Jepang hingga ke Pulau Ambon, membuat Hatta dan Sjahrir di jemput pasukan Sekutu di Banda Naira dan diterbapkan ke Jawa. Inilah akhirnya cerita Sjahrir Di Banda Naira.

Hikmah: Tak harus menjadi Sjahrir, tapi belajar dari Sjahrir, bahwa dimanapun kita berada kita harus bisa bermanfaat kepada lingkungan tempat kita berada dan terus menebar kebaikan meski orang lain ada yang tidak suka kepadamu.

 

#Catatan Ringkas, Kasman Renyaan, Banda Naira 18 Maret 2022

 

 

Share:

Sangkola Menguatkan Kesabaran

 

Kuliner Sangkola: Gambar Googel

Belakangan ini sangkola, kuliner asli orang Buton menjadi viral di sosial media. Berawal dari cetingan serang perempuan cantik berusia mudah. Ia terbaca belum matang emosinya. Jemari-jemarinya mengetik, terungkap keinginanya untuk tidak bisa menerima pemuda Buton dalam hidupnya. Keiginan itu hadir dari lubuk hatinya yang paling dalam. Tak ada yang salah dari impian itu. Memilih pendamping hidup memang harus tepat, agar kelak tak menyesal. Cinta yang dipakasakan akan hancur berkeping-keping. Jangan ada cinta jangan terkesan dipaksakan.

Apalagi selerah rasa itu berdasarkan pengalaman yang dilihat di negerinya. Bahwa kehidupan etnis yang coba masuk di ruang hatinya itu dianggapnya badaki, makan sangkolah dan tak bermarga. Sungguh! Sebuah warna kehudupan yang mungkin jauh berbeda dengan kehidupan etnisnya, Nona. Untaian kata yang tersembunyi itu bocor. Setelah dibororkan oleh sesorang pemuda yang diduga ditolak asmaranya. Tangkapan layar yang berisi kata hinaan itu dibagikan ke ruang publik. Mungkin kesal hatinya tertolak. Pesan yang tadinya untuk dua orang terbagi menjadi konsumsi publik. Tak bisa lagi disembunyikan.

Serentak pesan itu tersiar penuh amarah. Netizen yang salama ini, menjadikan sangkolah penyambung hidup mereka amarahnya memuncak laksana gunung api yang siap meledak. Karena tidak semua yang dilihat itu benar adanya. Hanya orang yang dengki melihat kehidupan Buton itu badaki. Pikiran dan hati masih masih diselimuti dakit. Memandang rendah orang lain.“Oh Nona! Sungguh kejamnya hatimu. Haruskan membuat semua orang Buton di dunia maya, ikut terseret dalam arus asmara kalian? Begitu sebagian netizen berkata.

Seorang yang cintanya ditolak juga berhasil memantik simpati publik Buton. Untuk terlibat kesal dan  marah. Sekaligus sama-sama menghakimi perempuan seorang diri anak kesehatan berkulit“Kasbi kupas”itu. Atas untaian katanya yang Badaki. Tampa harus menyelahkan dirinya, telah membagikan skandal asmara yang rasis itu.

Pakatang Buton bisa saja membuat Nona menjilat dakinya La Nyong, karena cinta yang bersemi. Semoga kelak ade Nona tidak menjalin hidup bersama dengan lelaki yang makan Sangkola. Sebab kata bisa berbalik. Agama mengajarkan, jodoh itu di tangan Tuhan. Manusia tak kuasa menolak dan  hanya bisa menjalaninya.

Kini ini jamanya beda, situasinya beda, kondisinya beda. Istilah Kocika belum tepat. La Nyong yang tertolak cintanya memanfatkan peluang. Memviralkan kata-kata ade nona yang membuat banyak orang marah. La Nyong mendapatkan kepuasan atas penghakiman dari netizen. Kecaman publik memang bisa saja membuat jantung berhentik berdatak sejenak. Lebih kejam dari dukung yang bertindak diam-diam karena cinta tertolak.

Netizen Buton marah dan benar-benar kesal, seolah tak ada kata kosabara (sabar). Setelah tahu isi skandal yang menghina etnis ,mereka. Andaikan perempuan itu ada dihadapan mama-mama penual Sangkola, mungkin saja bibirnya langsung dipuruni (diramas) seperti kampuruni (kuliner berbahan jagung yang digiling di batu giling sebelum dimasak).

Tapi sungguh ironis, marah berlebihan juga bukan tipe orang Buton sejatinya. Filosofi hidup Buton mengajarkan kosabara (sabar) dan koemani (beriman). Landasan iman yang tertanam dalam diri membuat orang Buton selalu sabar tampa berkeluh kesah menjalani hidup dan kehidupannya. Meski hidup dari hasil menjual kasbi yang badaki. Karena itulah, menyerahkan persoalan perempuan itu kejalan hukum untuk mendapatkan keadilan adalah tepat. Agar tidak melebar ke mana-mana. Orang Buton lebih mencintai kedamaian. Hidup tak mau ribut dengan orang lain. Sekaligus menjadi pembelajaran berharga. Hidup beragam jangan saling meredahkan karena manusia sama di mata Tuhan.

Perempuan berkerudung itu saudara seiman mereka. Tentu memaafkan menjadi perbuatan mulia. Tidak akan merendahkan martabat, justru meningikan derajat karena orang Buton itu sejatinya pemaaf. Memberikan pengampuanan kepada orang yang mengina itu adalah sifat hakiki leluhur. Sebab dari dulu orang Buton di Maluku sering mendapat strotif “Binongko badaki makan sangkolah.” Akan tetapi, justru dengan makan Sangkola mereka menjadi penyabar, pekerja keras, kuat dan pantang menyerah menghadapi cobaan hidup. Itulah yang membuat mereka sukses. Banyak yang berpendidikan tinggi dari hasil kerja keras orang tuanya yang menjual sangkolah. Faktanya di Maluku orang Buton menjadi pengerak ekonomi masyarakat kecil penyambang hidup bagi orang negeri di Ambon dan Seram.

Kalimat pendek yang tertulis seolah membenarkan dan mengeneralisir, bahwa orang Buton yang mengonsumsi Sangkolah itu kotor dan jorok. Adalah hasil dari pengamatan perempuan tersebut, yang diamatinya di rumah orang Buton di negerinya. Jika fakta demikian benar, mestinya untuk ditujukan hanya untuk rumah yang dilihatnya.

Sangkolah makanan pokok orang Buton. Memang dari bahan dasar ubi kayu dari tanah yang kotor, Badaki, tetapi proses untuk sampai ketahapan Sangkolah, tidaklah mudah. Ubi kayu yang dicabut dikupas dicucui dengan air bersih, mengunakan sikat, mengeluarkan kotor-kotaran yang menepel di ubi, dibilas dengan air hingga hilang benar-benar dakinya. Selanjutnya di parut, dimasukan dalam karung bersih yang didesain khusus untuk digepe (ditindi dengan batu) agar air racunya keluar. Lalu kering menjadi Gepe. Tak cuup sampai disitu meproduksi kuliner Sangkolah, masih perlu diaya (ditapis) untuk mengerluarkan kasarnya dan mengambl halusnya. Untuk mendapatkan cita rasa yang enak dibiarkan beberapa saat, kemudian dikukus mengunakan Kukusan di dandang dengan uap panas (soa) yang menguap ke dalam tepung umbi sehingga berubah bentuk. Setelah benar-benar “soa” tepung ubi berubah bentuk menjadi Soami (Sangkolah) yang siap disajikan. Proses untuk menghasilkan Sangkolah tidaklah mudah, butuh kerja keras penuh kesabaran. Karena itulah orang Buton yang makan Sangkolah memiliki jiwa penyabar (kosabara), meski dihina. Orang Buton Bukan tidak memiliki memakai marga tujuannya untuk tidak bertinggi diri.

Dalam startus sosial orang Buton memilih mengunakan nama orang tua mereka dibelakang namnya untuk menghindari rasa tinggi diri. Mereka yang tak bermarga sebagian besar berasal dari kasta tertinggi dalam struktur sosial Buton di Nusantara dahulu. Ada yang berasal dari turunan Sultan, penyiar Islam. Orang Buton yang berdiaspora di Maluku dahulu diberi pelakukan khusus Pulau Seram, sebagai penguasa Sahulau tanah Seram. Mereka rela menutupi marga dan gelar mereka sebagai Ode hanya karena untuk mendapat perlakukan yang sama. Tidak ingin berbangga diri karana landasan Iman Islam yang ada dalam diri oleh mereka menyebutnya Koemani. untuk menghasilkan mengambil bahan produksi dengan cara bersih. sebab faktanya berbanding terbalik. Orang-orang Buton yang meproduksi dan mengonsumsi Sangkolah di Pulau Ambon, hidup tak lagi tradisional, juga tak terhitung jumlahnya, memiliki Rumah Mewah, bersih, dan boleh jadi jauh lebih bersih kulit perempuan yang mengucapkan tersebut.

Sangolah bukan hanya soal cita rasa, tetapi juga menyakut kohesi sosial. Sangkolah dapat mepererat hubungan antar tetanga, meski bukan saudara sedarah. Karena itulah, sangkolah selalu dirindukan oleh orang Buton, meski mereka berada di tanah rantau. Membuat kuliner sangkolah, membutuhkan kesabaran dan menjadi penguat kesabaran.

Share:

Unordered List

3/sosial/post-list

Latest blog posts

3-latest-65px

BTemplates.com

3/sosial/col-right
Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Statistik Pengunjung

Ekonomi

3/ekonomi/col-left

Publikasi

3/publikasi/feat-list

Error 404

Sorry! The content you were looking for does not exist or changed its url.

Please check if the url is written correctly or try using our search form.

Recent Posts

header ads
Ag-Historis

Text Widget

Sample Text

Pengikut

Slider

4-latest-1110px-slider

Mobile Logo Settings

Mobile Logo Settings
image

Comments

4-comments

Budaya

budaya/feat-big

Subscribe Us

Recent Posts

sejarah/hot-posts

Pages

Popular Posts