Menyajikan Data Mengungkap Fakta Menjadi Sejarah

Sejarah

3/sejarah/post-list

Jumpa Pertama di Kota Daeng


Aku dan kamu berjumpa di Kota Daeng. Pertemuan itu, kali pertama kita. Setelah sekian lama mengipikan perjuampaan itu. Kita bertemu di UVRI Antang. Di Pos penjagaan, Kampus UVRI aku menggu. Dan beberapa waktu aku menunggu, kamu tiba-tiba muncul dari arah depan pintu gerbang, dengan berboncengan sepeda motor. Kamu bersama kakak Iparmu. Kamu memanggilku Bi, disini. Dengan senyum aku menjawmu, kesini saja. Tak menunggu lama kamu pun melangkah mendekatiku. Kita bersalaman, jabat tangan, saling melempar senyum. Kamu memandangku, mencubit-cubit badangku dengan penuh kasih sayang. Kaka iparmu datang menyembar kita. Aku berkenalan denganya, berjabatangan dengan senyum malu.

Kamu mengajaku kerumah sepupumu. Tak ada motor untuk bisa menjangkau rumahmu. Kamu mencarikanku ojek. Dan aku menungguhmu, hingga kamu muncul bersama ojek yang kamu ajak untuk memboncengku. Aku bersama tukang ojek satau sepeda motor dan kamu bersama kaka iparmu semotor. Kami mengikuti belakang kalian. Sekali-kali tukang ojek menancapkan gas, takut pandanganya terselip oleh kenderaan lain. Begitu cepat kalian mengendrai motor itu, hingga sesekali tukan ojek bertanya dimana mereka? Lorong demi lorong dimasuki, tetapi belum juga sampai. Lumayan jauh perjalanan dari kampus UVRI ke rumah sepupumu.

Aku mengeluarkan uang 10 ribu untuk ongkos ojek. Kalian mengajaku masuk dan aku pun masuk, memberi salam. Salam itu kalian jawab sendiri. Aku masuk, duduk bersila di dasar lantai. Beberapa menit kita duduk ngobrol berdua, datang pula saudara sepupumu. Lelaki itu tersenyum disaat memandanku. Aku membalas senyumnya. Kita ngobrol bersama. Aku, kamu dan sepupumu. Pembicaraan kita, tak begitu mencair, selain rasa tegang menyelimuti kita, juga ini kali pertama kita duduk bersama.

Dari waktu Zuhur, hingga shalat asar kita masih saja nobrol. Aku menanyakan letak mesjid dan meminta pamit sebentar untuk ke mesjid, agar bisa menuniakan Shalat Ashar. Aku meninggalkan kalian berdua, bercerita. Usai shalat aku kembali lagi ke kontarakan kaka iparmu yang tak begitu jauh dari mesjid, tempat aku menunaikan shalat Ashar. Pisang gorong..pisang goreng. Teriak anak penjual pisangoreng itu, sambil berjalan melewatiku. Akupun menahan anak itu, memintanya untuk mengikutiku. Ia pun turut berjalan bersamaku menuju romah kontrakan sepupumu itu. Disitu, kumelihatmu duduk di jendela, tak memakai jilbab, seperti halnya pertama kita berjumpa tadi. Aku menyuruhmu membeli pisang goreng yang dibawa anak itu. Kamu lalu mengambil beberapa pisang goreng itu, bersama sambalnya. Menaruhnya di sebuah piring kaca. Piring yang baru saja kamu ambil dari rak piring itu.

Kamu mengajak kami makan. Kita makan bersama, sambil menonton TV. Bercerita, sekali-kali aku melirkmu. Kita salang berpandangan lalu tersenyum. Beberapa lama kemudian aku meminta pamit, pulang ke temapt kosku. Kamu bilang tunggu sebentar. Ternyata kamu memakai jilbab dan mengantarku keluar, menuju pangkalan ojek. Sambil bercerita kita berjalan berdua. Melihat bakso, aku bilang aku ingin maken, semenjak dari tadi perutku belum menyentu nasi. Kamu bilang makan bakso, tetapi kamu tak bawah dompet. Sambil berjalan kita bercerita, berlalu dari tempat bakso. Disepanjang jalan, kamu sesekali memukul pundakku dan mengandeng tanganku.
Kaka Sepupumu mengenderai motor menyambar kita dari belakang. Mengajak aku naik. Aku pun naik. Dadaa….Katamu, dan aku membalsanya dadaaa…kita pun berlalu.

Minggu 20 September. Kamu mengajaku ke pantai losari. Tapi kita gagal bertemu. Aku datang kemu kembali. Aku salah jalur, bukan dipantai losari tapi, sampai dijalan cendra wasih.
                                                                   Sabtu, 19 September 2015. 

Share:

Konsep Tentang Sejarah yang Diingat


 “Sejarah yang diingat.” Demikian pengalan kalimat yang pernah diutarakan sejarawan Inggris, Bernard Levis (terjemahan, 2019). Ungkapan tersebut, sesungguhnya tepat untuk menulis narasi sejarah yang ditemukan dari masyarakat bawah ini. Keberadaan mereka dalam panggung kesejarahan Indonesia pada umumnya, meminjam istilah Zuhdi, diabaikan dan terabaikan. Kecenderungan sejarawan dalam menampilkan diskripsi sejarah selama ini, lebih banyak memunculkan kisah heriok masyarakat yang berasal dari kalangan menegah ke atas, sehingga rakyat kecil yang hidup di dusun dan di desa terpencil, tak punya tempat dalam sejarah. Bahkan kisah mereka pun ketika ditampilkan dalam pangungg sejarah tak banyak diminati oleh pembaca. Padahal nilai-nilai kesejarahan yang dapat dipetik dari kisah itu, banyak yang bisa dijadikan pengetahuan generasi bangsa sekarang dan di masa depan.
Karena itu, historografi ini menampilkan narasi sejarah dengan pendekatan sejarah masyarakat bawah, sesuai hasil penelitian yang ditemukan penulis di lapangan. Menyajikan beberapa sejarah kampung-kampung Buton di pesisir Hoamual, SBB-Maluku. Kehadiran mereka di daerah itu, sesungguhnya tidak meninggalkan bukti tertulis. Kapan orang Buton pertama kali datang wilayah Hoamual? Sebuah pertanyaan kritis, yang sudah barang tentu tidak akan bisa ditemukan dan dibuktikan kebenarannya secara mutlak. Namun itulah sejarah, bukanlah ilmu pasti, tetapi dialog yang tak berkesudahan, selama didukung dengan data dan fakta.
Memang belum ada, dan bahkan mungkin tidak akan perah ada temuan dokumen yang bisa dijadikan sumber data yang otentik untuk membuktikan kebenaran cerita sejarah orang Buton di Huamual. Apa yang dikisahkan tentang masa lalu mereka di tanah rantau itu, hanya terekam dalam inggatan kolektif masyarakatnya. Itupun bukan pengkisah bukan lagi dari pelaku pertama, tetapi cerita itu sudah turungkan dari generasi ke generasi, sehingga tak jarang mengandung multitafsir dan interpretasi dari sipencerita, bahkan cerita itu bias. Itulah sebabnya, terkadang tentang apa yang kisahkan bercampur dengan unsur mitos dan mistik. Walhasil, kebenaran cerita yang dituturkan tidak dapat dijangakau dengan pikiran rasional. Dari kisah itu, tidak ditemukan suatu kebenaran sejarah, layaknya sebuah disiplin ilmu.
Meskipun demikian, bukan berarti tidak ada dokumen tidak ada sejarah, tetapi sejarah selalu ada. Sepanjang ada kehidupan umat manusia. Rekam jejak, dan benda tingalannya, baik individu maupun dalam aktifitas di dalam lingkungan masyarakatnya dapat dijadikan sumber sejarah. Ditampilkannya historiografi ini paling tidak diharapankan bisa bermanfaat untuk sumber pengetahuan generasi di, mereka di tanah rantau yang tidak lagi hidup sezaman. Mungkin telah lupa sejarah dan budayanya sebagai pengikat kebersamaan mereka di daerah itu. Sejarah yang bisa memberikan tuntunan kepada generasi Buton-SBB, hari ini dan di masa mendatang agar mereka tidak jatuh dijurang yang sama.
Berikut ini adalah sepengal kisah sejarah yang direkam oleh penulis berdasarkan hasil wawancara dengan para informan yang masih menggetahui kisah awal kehadiran orang tua mereka terdahulu, di kampung-kampung Buton Pesisir Huamual yang kini mereka tinggali.
Share:

Unordered List

3/sosial/post-list

Latest blog posts

3-latest-65px

BTemplates.com

3/sosial/col-right
Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Statistik Pengunjung

Ekonomi

3/ekonomi/col-left

Publikasi

3/publikasi/feat-list

Error 404

Sorry! The content you were looking for does not exist or changed its url.

Please check if the url is written correctly or try using our search form.

Recent Posts

header ads
Ag-Historis

Text Widget

Sample Text

Pengikut

Slider

4-latest-1110px-slider

Mobile Logo Settings

Mobile Logo Settings
image

Comments

4-comments

Budaya

budaya/feat-big

Subscribe Us

Recent Posts

sejarah/hot-posts

Pages

Popular Posts