Menyajikan Data Mengungkap Fakta Menjadi Sejarah

Sejarah

3/sejarah/post-list

Pemikiran Nietszche Terhadap Posmedernis

REVIU BUKU
TEORI DAN METODOLOGI
Ilmu Pengetahuan Sosial Budaya Kontemporer

Pengarang: Dr. Akhyar Yusuf Lubis
Ed.1-Cet.1- Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Buku ini menjelaskan tentang konsep, teori, da metodologi yang sangat penting utuk kajian sosial-budaya kontemporer (Radikal). Pembahasan di buku ini di mulai dari pemikiran Neetszche yang pemikiranya disebut sebagai inspirator bagi pemikiran postmederen.    Pembahasan dimuali dari dari pemikiran Nietszche yang pemikiranya disebut sebagai inspirator bagi pemikiran posmoderenis. Selanjutnya dibahas tentang sturukturalisme dari Max, Freud, Levis Strauss dan Ferdinan De Saussure. Strukturalisme Saussure mendapat porsi pembahasan yang cukup rinci karena konsep dan teorinya diperlukan untuk memahmi apa yang dikritik secara radikal oleh Poststrukturalis (khususnya Derrida) pada strukturalisme Saussure.
Poststrukturalisme kemudian dipaparkan sebagai reaksi atas pemikiran strukturalis yang mendekonstruksi: sistem/struktur, makna dan oposisi biner, keterlepasan makna dari konteks pada strukturalisme Saussure.
Pemikiran postrukturalisme dan posmodernis seperti Francios Lyotard, Jacques Derrida, Michel Foucault dan Richad Rorty, yang disebut sebgai nabi posmoderen, menjadi pembahsan penting pada bagian berikutnya. Julukan nabi posmoderen pada keempat pemikir ini menunjukan betapa pentingnya pemikiran mereka untuk memahami berbagai konsep dan teori posmoderen itu. Memahami pemikiran mereka berarti membuka jalan bagi pemikiran kita untuk memahami pemikiran posmoderen yang berkembang pada berbagai bidang studi yang dipengaruhi oleh teori posmoderen itu seperti: Sosiolegi posmoderen, teori hukum posmoderen, pisikologi posmoderen, politik virtual atau politik posmoderen, manajemen posmoderen, teori postokolonial, teori feminis, curtural studies, multikikulturalisme dan lain-lain.
    Dalam buku ini penulis mencoba mengkaji pemikiran Riedrich Wilhelm Nietszche dan pengaruhnya terhadap pemikiran Posmodernis. Pemikiran Nietzsche patut dan layak difahami oleh teoritisi sosial dan politik, terutama karena pengaruhnya yang besar bagi pemikiran postruk-turalis dan posmodernis yang mewarnai pemikran ilmu pengetahuan sosial-budaya sekarang ini.
    Nietszhe tidak mendukung kapitalisme yang disebut sebagai ideologi yang berusaha mempercepat kemajuan budaya dan kekuatan individu. Ia menganggap orang-orang yang terlibat dalam ekonomi kapitalis sebagai ”semut semut pekerja” yang giat yang digerakkan oleh pemilik modal. Meskupun ia mengkritik kapitalis, namun Nietszche bukan pendukung sosilisme, baginya sosialisme hanya sekedar pendukung saja bagi perubahan sosial. Sementara aa  akan lemah dan tumbang.  
    Nietszce cendrung menekankan budaya dan kehendak untuk acuh (willto deception) terhadap ilmu pengetahuan dan kebenaran.  Ilmu pengetahuan diasosiasikannya dengan rasionalitas dan asketisme, sementara budaya dikaitkan dengan permainan irasionalitas bebas. Banyak posmodernis mengambil inspirasi dari Nietzsche, namun umumnya dalam beberapa hal mereka berbeda dengan Nietszhe, seperti kecendrungan posmodernis pada sayap pada egalitarianisme, hak-hak asasi, dan liberalisme.
egalitarianisme” yang menyertai kapitalisme menurut Nietszche  mengakibatkan individu dan buday


1.      Biografi Nietzsche
Riedrich Wilhelm Nietzsche lahir di Rocken, wilayah Sachsen pada tanggal 15 Oktober 1844. Dia lahir dari sebuah keluarga Protestan Lutheran yang saleh.  Ayahnya adalah seorang pendeta Lutheran yang meninggal pada saat dia berumur 5 tahun. Dan dia sendiri diproyeksikan mengikuti jejak ayah, paman dan kakeknya untuk menjadi pendeta.
Pada tahun 1854, Nietzsche masuk Gymnasium di kota Naumburg, namun empat tahun kmudian ibunya memintanya belajar di sebuah sekolah asrama Lutheran di kota Pforta. Di sanalah dia membaca karya banyak sastrawan dan pemikir besar. Selain itu dia juga tertarik dengan kebudayaan Yunani Kuno.
Dia meneruskan studinya di Universitas Bonn pada tahun 1864 bersama teman-temannya dari Pforta. Tahun 1965, dia belajar filologi di Leipzig. Studinya tersebut kemudian terputus ketika pada tahun 1867, dia diminta untuk menunaikan wajib militer. Lalu, karena jatuh dari kudanya dan terluka, dia kembali lagi ke Leipzig dan belajar lagi. Pada inilah dia berteman dengan Richard Wagner, komponis Jerman yang nantinya akan berpengaruh banyak pada kehidupan Nietzsche. Persahabatan itulah yang kemudian berpengaruh pada periode pertama riwayat intelektualnya. Pada periode itu, bersama temannya dia berkutat pada pemikiran mengenai kelahiran kembali seni Yunani Kuno.
Sekitar tahun 1869, dia menjadi dosen di Universitas Basel. Waktu itu usianya baru 24 tahun dan belum meraih gelar doktor. Dia memilih untuk menjadi seorang ateis. Di masa itu jugalah hubungan dengan Wagner semakin memburuk. Dia merasa diperalat demi kemahsyuran Wagner. Terlebih karena Wagner kemudian menjadi Kristen. Kemudian dimulailah periode intelektual Nietzsche yang kedua. Periode ini menghasilkan beberapa karya.
Yang disebut periode ketiga adalah di mana ketika Nietzsche menemukan kemandiriannya dalam berfilsafat. Selama periode inilah, dia sakit-sakitan dan kesepian. Dia mengalami ketegangan mental. Nietzsche terobsesi untuk selalu menyanjung dirinya. Pada bulan Januari 1889, Nietzsche menjadi gila. Dia banyak mengaku sebagai orang-orang terkenal dari Ferdinand De Lesseps, arsitek terusan Suez, sampai bahkan mengaku sebagai “yang tersalib”. Dia meninggal dunia di dalam kesepiannya di Weimar pada tanggal 25 Agustus 1900 karena Pneumonia.
2.      Latar Belakang Pemikiran Nietzsche
   Nietzsche adalalah seorang filsuf penting. Dialah yang peramakali yang menyadari apa arti ‘moderen bagi masyarakat Eropa Barat. Ia juga melihat betapa nilai-nilai dan kepercayaan Kristen yang telah berkembang selama selama dua ribu tahan akan segera berakhir. Dengan hilangnya kepercayaan ini berarti kehidupan individual kita tidak bermakna lagi. 
     Konsekwensi yang paling buruk dari hilangnya kepercayaan itu adalah bahwa semua nilai-nilai nterpenting dari kepercayaan Barat dianggap hanya berupa “metafisika” yang tidak memiliki landasan. Bagi Nietzsche situasi dan fakta ini harus dihadapi dengan jujur.
      Nietzsche banyak mengkritk pemikiran para filsuf besar lainya, seperti Phitagoras, apalagi Socrates, yang danggapnya terlalu merendahkan dirinya sebagai orsang awam (roturier) yang tidak tahu apa-apa. Socrates dianggapnya sebagai perusak moral leluhur pemuda Atena dan moral demokratiknya, yang oleh Nietzsche dianggapnya sebagai moral budak. Plato juga tidak terlepas dari Nietzsche yang dianggapanya sebagai filsuf yang tidak memiliki keutamaaan; filsafatnya hanya sekedar mencampur adukan filsafat (philoshopos hybrides) sebelumnya saja. Untuk menghindar moral budak tentu saja ia tidak suka dengan pemikiranya Kant, yang dituduhnya sok moralis; ia juga tidak suka dengan pemikiran fanatise moral seperti pada Rosseau. Dilsafat pemikiran Nietzsche sejalan dengan The Prince-nya Machiavelli. Keduanya sama-sama anti Kristen dan sama-sama menagungkan kekuasaan.. ia secara terusterang menyukai apa yang selama ini oleh orang-orang dianggapnya buruk daripada yang baik.

3.      Tuhan Sudah Mati
   Tuhan sudah mati, demikian ungkapan Nietzsche yang terkenal. Dengan diberikannya konsep “mati” di dalam Tuhan, Nietzsche ingin mengatakan bahwa keberadaan Tuhan tergantung pada sintetis. Tuhan menjadi argumen yang dapat dipertanggungjawabkan hanya terkait dengan waktu, menjadi, sejarah, dan manusia. Oleh sebab itulah, Nietzsche memberikan konsep kematian di dalam argumennya tentang Tuhan.
    Dengan kematian Tuhan, Nietzsche kemudian mengajukan konsep kelahiran Tuhan baru. Jika Tuhan mati, manusialah yang menjadi Tuhan. Yesus adalah kurban yang harus mati di kayu salib. Kematian yang kemudian disamarkan menjadi sebuah kepercayaan saleh akan cinta Tuhan. Tuhan mengorbankan Yesus demi terbebas dari diriNya sendiri dan orang Yahudi. Tuhan perlu membunuh putraNya untuk terbebas dari diriNya sendiri dan lahir kembali menjadi Tuhan baru yang universal. Demikianlah arti kematian Tuhan yang pertama.
     Yang kedua, kesadaran Yahudi  menginginkan Tuhan yang lebih universal. Dengan matinya Tuhan di kayu salib, Tuhan tidak tampak lagi keyahudiannya. Yahudi lebih memilih menciptakan Tuhan yang penuh kasih dan rela menderita karena kebencian. Dengan nilai kasih yang lebih universal, Tuhan Yahudi telah menjadi Tuhan universal. Tuhan yang lama mati dan Putera menciptakan Tuhan baru bagi kita yang penuh kasih.
     Arti ketiga dari kematian Tuhan berkaitan dengan agama Kristiani. Nietzsche mengartikan lain teologi St. Paulus. Teologi Paulus yang banyak dijadikan dasar ajaran kristiani adalah pemalsuan besar-besaran. Dikatakan demikian karena Kematian Putera adalah untuk membayar hutang Tuhan. Nietzsche melihat terlalu besar hutangNya. Tetapi kemudian, Tuhan mengorbankan PuteraNya bukan lagi untuk membebaskan diriNya melainkan demi manusia. Tuhan mengirimkan PuteraNya untuk mati karena cinta, kita menanggapinya dengan perasaan bersalah, bersalah atas kematian tersebut dan menebusnya dengan menyalahkan diri sendiri. 
    Demikianlah kemudian Nietzsche menyebut kita semua sebagai pembunuh Tuhan dengan semua kedosaan kita. Inilah moralitas budak yang dikritik Nietzsche. Budak bertindak bukan atas dasar dirinya sendiri melainkan ketakutan akan tuannya. Tindakannya selalu didasarkan pada perintah tuannya. Bertindak sendiri akan menyangkal kodratnya dan dianggap sebagai kesalahan. Berbeda dengan moralitas budak, moralitas tuan merupakan sikap yang sebaliknya. Moralitas tuan tidak mewujudkan apa yang seharusnya dilakukan tetapi apa yang senyatanya dilakukan. Moralitas tuan menghargai dirinya sendiri. Mereka selalu yakin, perbuatannya baik.
4.      Nihilisme Nietzsche
    Nihilisme adalah paradigma yang dibangun oleh Friedrich Wilhelm Nietzsche yang melihat segala sesuatunya dengan nihil. Nihilisme tidak dibangun melalui suatu keadaan yang ada, melainkan pada dasarnya terkonstruksi oleh nilai-nilai nihil itu sendiri. Nilai-nilai ini tidak dilihat dari satu sisi kiri, kanan, maupun di tengah-tengah. Ia berada pada sebuah ruang dan waktu yang berada di manapun. Ia bisa menjadi kiri sedikit kanan, ataupun sebaliknya, ataupun tidak keduanya, bahkan ia pun tidak bisa juga disebut sebagai ia dalam bentuk yang lebih mudah. Ia tidak terbatas, dan berada beyond pada semua bentuk, termasuk pada aspek posisinya.
     Nietzsche berperan penting dalam melihat bagaimana sebuah ide dapat menjadi bentuk yang nihil, bukan lagi nyata atau semu, ataupun gabungan keduanya. Nihil adalah suatu sifat, keadaan, bentuk, atau apapun yang tak terhingga. Ia memerlihatkan suatu ide maupun benda yang diakomodasi oleh nilai-nilai yang tidak dibentuk oleh akomodasi nilai-nilai posisi lainnya. Oleh karena itu, Nietzsche mengambil bentuk tertinggi pikiran manusia untuk dihancur-leburkan dalam suatu bentuk yang tidak ada, yaitu Tuhan.
5.      Kembalinya Segala Sesuatu dan Ubermensch
     Konsep “kembalinya segala sesuatu” secara abagi termasuk konsep Nietzche yang penting. Nietzsche menyatakan segala sesuatu pergi, segala sesuatu dating kembali; berputarlah roda hakikat itu secara abadi. Ada dua konsep penting yang dikemukakan Nietzsche malalui buku, Thus Spake Zarathustra (1884) yaitu: “Kembalinya segala sesuatu´ (eternal recurrence of the same) atau pengulangan abadi´ serta Uberbermensch (Overman, superman). Konsep eternal recurrence of the same´ atau Kembalinya segala sesuatu´ secara abadi termasuk konsep Nietzsche yang penting. Konsep perulangan secara abadi ini mungkin diambil Nietzsche dari Schoupenhauer yang dipengaruhi oleh konsep Buddhisme (reinkarnasi). Kembalinya segala sesuatu dan
    Ubermensch diajukan sebagai cara untuk mengatasi kekacauan dan nihilisme yang melanda dunia Barat sesudah runtuhnya pandangan dunia agama Kristen dan pandangan dunia ilmiah. Jika tidak ada Tuhan dan tidak ada nilai-nilai yang abadi, alam semesta yang kita tinggali menjadi absurd (bandingkan dengan Albert Camus), maka pandangan Nietzsche bisa benar, dan masing-masing harus mencipta dirinya sendiri.
Nietzsche menyatakan bahwa;
Segala sesuatu pergi, segala sesuatu datang kembali berputarlah roda hakekat itu secara abadi´.
      Konsep ini juga mengemukakan tentang alam yang tidak berawal dan berakhir. Segala sesuatu itu mati, segala sesuatu itu berkembang kembali; berlangsunglah rangkaian hakekat itu secara abadi. Konsep Kembalinya Sesuatu´ secara abadi juga dianggap sebagai antitesis terhadap konsep penciptaan serta kekekalan. Sejarah berjalan sebagai siklus-siklus besar, sehingga makna hidup hanya ada dalam kehidupan itu sendiri. Jika kita sadar bahwa bahwa pilihan-pilihan bebas akan tindakan kita akan berulang kembali secara terus menerus, maka diandaikan bahwa kita harus berhati-hati dalam menentukan pilihan dan bertindak. Karena masa depan kita ditentukan sendiri oleh pilihan-pilihan tindakan kita sekarang.
       Alasannya adalah, karena keberulangan ini dapat mendorong manusia untuk mencari kebahagian dalam hidup, karena kebahagian itu kelak berulang lagi, sehingga manusia tidak  perlu takut mati. Dalam pandangan ini tidak ada sesuatu yang baru pun dalam alam ini, ia hanyalah perulangan semua yang ada sebelumnya. Pilihan bebas dalam menentukan tindakan, sesungguhnya paradoks dengan prinsip pengulangan abadinya, karena pengulangan bukan merupakan proses yang berkembang terus secara linear dan kreatif. Jika kehidupan kita sekarang hanya pengulangan masa lalu kita yang buram dan menderita seperti pengalaman Nietzsche sendiri, bagaimana ia berulang menjadi kehidupan bahagia dan menjadi Ubermensch?
6.      Kehendak untuk Berkuasa
     Manusia atas selalu berhubungan dengan suatu tujuan-tujuan; kehendak untuk berkuasa (Will to power). Kehendak berkuasa adalah hakekat segala sesuatu, termasuk di dalam pengetahuan. Bukan saja manusia atas, melainkan juga semua manusia. Akan tetapi tujuan manusia atas tidak pernah mengacu pada hal lain selain dirinya sendiri. Kehendak berkuasa harus secara tegas melampaui manusia. Pemikiran ini adalah cara bagi Nietzsche untuk menyingkirkan moralitas dan menggantinya dengan konsep Ubermensch di mana manusia atas selalu bertindak murni dari dirinya sendiri.
   Sekilas tampak bahwa manusia atas adalah manusia egois yang mengabaikan manusia lain. Tetapi Nietzsche tidak sependapat. Menurut Nietzsche, manusia atas tidak pernah mendominasi yang lain atau mengorbankan yang lain secara biologis maupun politis. Nietzsche menyebut hasrat kekuasaan yang salah sebagai “setan kekuasaan” atau “ hasrat fanatis akan kekuasaan.”
Pengertian yang ditekankan Nietzsche dari kehendak berkuasa adalah lebih merupakan suatu kualitas kehendak. Hal itu adalah suatu kedalaman eksistensial demi mentransendenkan diri sendiri. Manusia harus berusaha habis-habisan mencapai tujuannya. Dan itu tidak menggunakan insting tetapi dengan penguasaan diri yang penuh.
    Nietzsche mengembangkan filsafat etika berdasarkan teori evolusi. Baginya, kalau hidup adalah perjuangan untuk bereksistensi dimana organisme yang paling pantas untuk bereksistensi dimana organisme yang paling pantas untuk hiduplah yang berhak untuk terus melangsungkan kehidupannya, maka kekuatan adalah kebajikan yang utama dan kelemahan adalah keburukan yang memalukan. Yang baik adalah yang mampu melangsungkan kehidupan, yang berjaya, dan menang; yang buruk adalah yang tidak bisa bertahan, yang terpuruk, dan kalah.
     Hidup adalah medan laga tempat seluruh makhluk bertarung agar bisa terus melangsungkan hidupnya. Dan dalam pertarungna yang kita namakan keidupan itu, kita tidak memerlukan kebaikan melainkan kekuatan; yang yang dibutuhkan dalam hidup bukanlah kerendahan hati melainkan kebanggan diri;bukan altruisme, melainkan kecerdasan yang sangat tajam. Dan, hukum kehidupan bukanlah hukum yang dibuat oleh manusia, melainkan hukum yang dibuat oleh alam: kesamaan dan demokrasi bertentangan dengan kenyataan seleksi alam dan kelangsungan hidup; keadilan berlawanan dengan kekuasaan, merupakan wasit sejati dari seluruh perbedaan dan seluruh nasib makhluk hidup.

7.      Reralifisme dan Sekeptisme Epistimologi
     Dari pemikiran Nietzsche dapat dikemukakan bahwa “ kebenaran adalah hasil konstruksi/ciptaan manusia sendiri, yang berguna bagi mereka untuk melestarikan diri sebagai sepsis. Pengetahan dan kebenaran adalah sebagai prangkat yang efektif untuk mencapai tujuan, tetapi bukan entitas yang teranseden dari manusia. Kebenaran ilmiah tidak mungkin ‘objektif’ karena hasil konstruksi manusia dab selalu sebagai upaya melayani kepantingan dan tujuan tertentu manusia. Mengetahi tidak lain adalah memasang katagori-katagori terhadap proses yang tidak beraturan, yang menjadiakan dunia ini berguna bagi kita dan member kita kesan akan kekuatan dan kekuasaan. 
   Nietszche menolak antara pemisahan baik dan jahat dengan mengatakan hal ini menonjolkan suatu moralitas teologis yang tidak pantas bagi seorang yang tidak punya keyakinan beragama. Esensi manusia baru yang dicanangkan Nietzsche kepada dunia adalah kebijaksanaan yang penuh bahagia, kesanggupan untuk mengadakanpilihan dalam keseluruhan dirisendiri dan dengan begitu tidak menyeleweng dari semua motif tindakan seorang.
8.      Kritik Nietzsche Terhadap Rasionalitas dan Kebenaran
     Filsafat Nietzsche sangat mengkritik pradikma rasionalitas Barat. Kritiknya terhadap rasionalitas modern adalah upayanya untuk menerima kekayaan dimensi manusia, dan tidak terperangkap oleh kebenaran moral dan rasionalitas saja. Untuk itu ia menawarkan seni untuk memasuki dimensi manusia yang paling dalam, yang tidak mampu dirai oleh rasio manusia.
     Menurunnya seni dan trageddapat mengatasi dekadensi kebudayaan Modern. Baik Shopenhauer maupun Nietzsche menolak gagasan Kant yang mengangungkan rasio. Menurut Kant hanya rasiolah yang dapat memahami fenomena. Dengan keberanian menggunakan rasio secara otonom pulalah manusia memperoleh kedewasaannya (Pencerahan) dan modernitas. Schopenhauer dan Nietsche lebih menekankan pada keinginan, hasrat daripada rasio. Ia menyetakan bahwa rasionalitas sesungguhnya bersifat kontingen, dan klaim apapun tentang kebenaran objektif adalah kekeliruan yang paling dalam.
    Jadi, kebenaran ibarat kawanan tentara (divisi lokal) yang masing-masing menjaga keamanan dalam wilayahnya sendiri-sendiri. Nietzsche berpendapat bahwa bahasa tidak tepat  untuk mengungkapkan kebenaran tergantung pada pengakuan terhadap keragaman kultural dan komitmen terhadap gagasan bahwa masing-masing kebudayaan memandang dunia dari skema konseptual yang terpisah atau sekama konseptual masing-masing.  Setiap klaim kebenaran menurut Nietzsche  tergantung pada pandangan dan perspektif tertentu, setiap klaim  kebenaran secara keseluruhan bersifat imanen dalam sebuah kebudayaan dan bahasa  serta argumen khusus. Nietzsche juga mengakui pluralisme kebudayaan dan nilai-nilai yang satu sama lain tidak dapat dibandingkan. Pluralisme  Nietzsche juga sebagai penolakan terhadap logika dialektika, karena dialektika mematikan pluralitas dengan pencarian konsensus.
9.      Penutup
     Argumen-argumen relativis(me) Nietzsche yang didasarkan atas relativisme kultural dan sejarah menunjukkan bahwa begitu banyak penjelasan-penjelasan yang berbeda-beda tentang realitas sesuai dengan perbedaan perspektif dan budaya. Nietzsche menunjukkan bahwa sistem pemikiran Barat didasarkan atas sistem metafisika tertentu, misalnya, ajaran esoterik Nietzsche seperti kehendak untuk berkuasa, kembalinya segala sesuatu secara abadi yang sengaja diajukan untuk menunjukkan bahwa segala sesuatu itu menuju pada arah “ketiadaan” (nothing). 
      Pemikiran Nietzsche penuh dengan kontradiksi bahkan sebagian tidak benar, atau setidaknya bertentangan dengan penemuan ilmiah misalnya konsepnya tentang alam yang tidak berawal dan berakhir. Apalagi gaya tulisannya yang lepas dari kungkungan aturan ilmiah, cara menulis yang penuh dengan ironi, metafora dan hiperbola.  Gaya tulisannya bergerak antara filsafat dan puisi, tubuh dan kesadaran, antara emosi dan nalar. Nietzcshe dan pengikutnya yang  muncul melalui filsafat posmodern menggunakan metafora sebagai pengembangan makna  di luar yang diterima, untuk menginspirasi kata, pikiran, dan hidup.
       Serangan Nietzsche pada Agama Kristen serta pada ilmu pengetahuan dan kebudayaan Barat modern seakan-akan sebagai upaya untuk meruntuhkan narasi-narasi besar zaman modern. Francois Lyotard lah yang kemudian menyatakan secara tegas tentang runtuhnya narasi-narasi besar zaman modern itu. Robert Pippin misalnya dengan jelas menyatakan bahwa, filsafat Nietzsche dalam bahasa yang lebih fashionable adalah sebuah solusi (bagi krisis modernitas) yang mendekonstruksi dirinya, akan tetapi orang yang bertanggungjawab terhadap dekonstruksi  bukan tekstualitas itu sendiri, akan tetapi Nietzsche.
Salah satu pemikiran Nietzsche yang menggema dalam filsafat ilmu pengetahuan sekarang adalah pandangan bahwa ilmu pengetahuan sebagai aktivitas sosial dan kultural yang sifatnya sangat terbatas, sesuai dengan keterbatasan manusia itu sendiri (manusiawi). Pemikiran seperti ini dikemukakan Kuhn, Francois Lyotard, Jean Baudrilard, Jacques Derrida, Michel Foucault, Richard Rorty atau postrukturalis dan posmodernis umumnya. Nietzsche dan pemikir-pemikir tersebut menawarkan pandangan tentang ilmu pengetahuan yang baru, yang lebih bersifat  pragmatis serta menyadari bias dan beberapa keterbatasannya.
     Pengaruh pemikiran Nietszche terlihat pada pemikiran posmodernis seperti: metode dekonstruksi, penolakannya pada kebenaran objektif dan universal,  kematian subjek, antifundasi-onalisme, antiesensialisme,   pluralis, skeptisisme, anti metafisika, dan ati dialektika, dan lain-lainPengaruh Nietszche yang begitu besar terhadap sebagian besar  pemikiran  posmodernis (Francois Lyotard, Jacques Derrida, Michel Foucault, Richard Rorty, Filex Guattari, Gilles Deleuze, Jean Baudrillard) yang menggunakan dan memperluas gagasan Nietzche pada pemikiran mereka. Semua ini mengangkat nama dan pemikiran Nietzsche kembali, sehingga Ia  dijuluki sebagai Bapak Posmodernis(me).
    Meskipun Nietzsche mensubordinasikan  ilmu pengetahuan di bawah budaya, namun Ia menyetujui pentingnya kehendak untuk kebenaran (will to truth), yaitu kehendak untuk melihat realitas apa adanya, melihatnya realitas dan kehidupan ”dalam keanekaragaman, ketidakpastian”. Di sini individu yang berdaulat, visi yang penuh gairah dan kecermatan disiplin diperlukan untuk menghadapi ”lautan luas kehidupan” sebagai tugas berat dan serba mungkin. Sebuah ungkapan dari Nietzsche. “membuat orang gelisah, itulah tugas saya.



Share:

Pemahaman Konsep Belajar Berdasarkan Teori Kognitif


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar memiliki kompetensi berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Belajar juga dapat dipandang sebagai proses elaborasi dalam upaya pencarian makna yang dilakukan oleh individu. Proses belajar pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan kompetensi personel. Belajar menurut teori belajar kognitif merupakan proses mental aktif untuk memperoleh, mengingat dan menggunakan pengetahuan.
            Kegiatan aktivitas pembelajaran didesain dengan tujuan untuk memfasilitasi siswa mencapai kompetensi atau tujuan pembelajaran. Kompetensi mencerminkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat diperlihatkan oleh seseorang setelah menempuh proses pembelajaran oleh karena itu kegiatan pembelajaran  harus berlandaskan peda teori-terori dan prinsip-prinsip belajar tertentu agar bisa mencapai tujuan pembelajaran.  Teori belajar berisi serangkaian prinsip yang terorganisasi yang menjelaskan bagaiman individu belajar serta memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang baru. Teori belajar perlu dipahami oleh guru atau perancang designer dapat merancang proses pembelajaran yang efektif, efisien dan menarik. Teori belajar yang bersifat penjelasan atau deskritif dapat dijadikan sebagai bahan rujukan atau referensi untuk memahami proses belajar lebih baik. Pemahaman yang baik tentang teori-teori belajar dapat digunakan sebagai dasar untuk menciptakan kegiatan pembelajaran seperti yang diharapakan, salah satunya teori belajar kognitif.
Salah satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap praktek belajar yang dilaksanakan di sekolah adalah aliran kognitif. Aliran ini telah memberikan konstribusi terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses belajar. Berbeda dengan pandangan aliran behavioristik yang memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat sebagai mekanistik antara stimulus dan respon, aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus atau respon yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar.
Kendati pendekatan kognitif sering dipertentangkan dengan pendekatan behavioristik, namun pandangan-pandangan kaum behavioristik juga ada yang digunakan dalam pendekatan kognitif. Reinforcement, misalnya, yang menjadi prinsip belajar behavioristik, juga terdapat dalam pandangan kognitif tentang belajar. Namun bedanya, behavioristik memandang reinforcement sebagai elemen yang penting untuk menjaga atau menguatkan perilaku, sedangkan menurut pandangan kognitif reinforcement merupakan sebuah sumber feedback untuk melihat apakah kemungkinan yang terjadi jika sebuah perilaku diulang lagi. Sehubungan dengan teori kognitif diatas penulis makalah akan membahas tentang konsep, prinsip, ciri-ciri, hubungan dengan hakekat belajar, pengaruhnya terhadap proses belajar, aplikasi teori kognitif dalam kegiatan pembelajaran.

B.     Rumusan Masalah
            Dari pembahasan diatas yang menjadi perumusan masalah adalah :
1.      Pengertian teori belajar kognitif
2.      Konsep teori belajar kognitif
3.      Macam-macam teori belajar kognitif
4.      Prinsip-prinsip dasar menurut teori Gestalt
5.      Ciri-ciri teori belajar kognitif
6.      Hubungannya dengan hakekat pembelajaran
7.      Pengaruhnya terhadap proses pembelajaran
8.      Aplikasi teori kognitif dalam kegiatan pembelajaran

C.      Tujuan
            Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1.       Mengetahui pengertian teori belajar kognitif
2.      Mengetahui konsep teori belajar kognitif
3.      Mengetahui macam-macam teori belajar kognitif
4.      Mengetahui prinsip-prinsip dasar menurut teori Gestalt
5.      Mengetahui ciri-ciri belajar kognitif
6.      Mengetahui hubungannya dengan hakekat pembelajaran
7.      Mengetahui pengaruhnya terhadap proses pembelajaran
8.      Mengetahui aplikasi teori kognitif dalam kegiatan pembelajaran



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Teori Belajar Kognitif
Psikologi kognitif mulai diperkenalkan pada akhir abad XIX yaitu dengan lahirnya teori belajar Gestalt, dan salah satu tokoh psikologi Gestald adalah Max. Istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya adalah pengertian, mengerti. Pengertian yang luasnya cognition (kognisi) adalah perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan rasa. Menurut para ahli jiwa aliran kognitifis, tingkah laku seseorang itu senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Teori belajar kognitif berpandangan bahwa belajar merupakan proses mental aktif untuk memperoleh, mengingat dan menggunakan pengetahuan.  Hal ini sesuai dengan pendapat Woolfolk 2004 (dalam Pribadi, 2009) bahwa teori belajar kognitif sebagai pendekatan umum yang memandang belajar sebagai proses mental aktif untuk memperoleh, mengingat dan menggunakan informasi dan pengetahuan.
Dalam pandangan teori belajar kognitif, siswa adalah individu yang aktif mempelajari ilmu pengetahuan. Dalam menempuh proses pembelajaran, siswa tidak hanya sekadar bersifat pasif dalam menerima pengetahuan. Siswa mencari informasi untuk mengatasi masalah yang dihadapi dan menyusun pengetahuan tersebut untuk memperoleh sebuah pemahaman baru. Konsep penting yang dikemukan dalam teori belajar kognitif adanya pemprosesan informasi yang menjelaskan tentang aktivitas pikiran individu dalam menerima, menyimpan dan menggunakan informasi yang dipelajari.
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu tersendiri. Menurut teori ini,ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui bersambung-sambung, menyeluruh, Ibarat seseorang yang memainkan musik, orang ini tidak “memahami” not-not balok yang terpampang di partitur sebagai informasi yang saling lepas berdiri sendiri, tetapi sebagai satu kesatuan yang secara utuh masuk ke pikiran dan perasaannya. Seperti juga juga ketika anda membaca tulisan ini, bukan alphabet-alphabet yang terpisah-pisah yang dapat diserap dan dikunyah dalam pikiran, tetapi adalah kata, kalimat, paragraf, yang kesemuanya itu seolah jadi satu, mengalir, menyerbu secara total bersamaan. Dalam praktik, teori ini antara lain terwujud dalam “tahap-tahap perkembangan” yang diusulkan oleh Jean Piaget, “belajar bermakna”nya Ausubel, dan “belajar penemuan secara bebas” (free discovery learning) oleh Jerome Bruner.

B.       Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitif
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan; pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (akal).
Pengertian belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behaveoristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu apat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan seperti: ”Tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh J.Piaget, advance organizer oleh Ansubel, pemahaman konsep oleh Bruner, Hirarkhi belajar oleh Gagne, Webteaching oleh Norman, dan sebagainya. Berikut akan diuraikan lebih rinci sebagian dari pandangan mereka.

C.      Konsep Teori Belajar
Suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah tentang “insight” yaitu pengamatan dan pemahaman mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian dalam suatu situasi permasalahan. Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan teori Gestalt, guru tidak memberikan potongan-potongan atau bagian-bagian bahan ajaran, tetapi selalu satu kesatuan yang utuh. Guru memberikan suatu kesatuan situasi atau bahan yang mengandung persoalan-persoalan, dimana anak harus berusaha menemukan hubungan antar bagian, memperoleh insight agar ia dapat memahami keseluruhan situasi atau bahan ajaran tersebut. Insight itu sering dihubungkan dengan pernyataan spontan seperti “aha “ atau “oh, see-now”. Menurut teori Geltalt ini pengamatan manusia pada awalnya bersifat global terhadap objek-objek yang dilihat, karena itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru kemudian berproses kepada bagian-bagian. Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan, dalam memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera seperti mata dan  telinga.

D.      Macam-macam Teori Belajar Kognitif
Yang termasuk teori belajar kognitif adalah:
1.      Teori belajar Pengolahan Informasi
Informasi terus memasuki pikiran kita melalui indera kita. Sebagian ada yang di simpan dalam ingatan kita dalam waktu yang singkat dan kemudian di lupakan. Riset tentang memori manusia (lihat, misalnya, Anderson, 2005; Ashcraft, 2006; Bransford, Brown & Cocking, 1999; Byrnes, 2001; Elias & Saucier, 2006; Solso, 2001; Tulving & Craik, 2000) telah membantu pakar teori pembelajaran menjelaskan proses yang menyebabkan informasi diingat (atau dilupakan). Proses ini, yang biasanya disebut model pengolaan informasi Atkinson & Shiffrin. Ada tiga komponen utama memori ialah:
Rekaman indera, memori kerja atau jangka pendek, dan memori jangka panjang. Rekaman indera adalah memori yang sangat pendek yang terkait dengan indera. Informasi yang diterima indera tetapi tidak diberi perhatian akan terlupakan dengan cepat. Begitu diterima, informasi diolah oleh pikiran sesuai dengan pengalaman dan keadaan mental kita. Kegiatan ini disebut persepsi. Rekaman indera menerima informasi dalam jumlah besar dan masing-masingindera (penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa) dan menahannya dalam waktu yang sangat singkat, tidak lebih dari    beberapa detik. Jika tidak ada yang terjadi pada informasi yang di tahan dalam rekaman indera, informasi tersebut hilang dengan cepat. Informasi yang diterima indera tetapi tidak diberi perhatian akan terlupakan dengan cepat.
Begitu diterima, informasi diolah oleh pikiran sesuai dengan pengalaman dan keadaan mental kita. Kegiatan ini disebut persepsi. Persepsi menegenai rangsangan bukanlah sesederhana penerimaan rangsangan, sebaliknya hal itu melibatkan penafsiran pikiran dan di pengaruhi oleh keadaan pikiran kita, pengalaman masa lalu, pengetahuan, motivasi, dan factor lain.
Memori kerja atau jangka pendek adalah sistem penyimpanan yang menampung lima hingga sembilan potongan informasi setiap saat. Informasi masuk ke memori kerja dari rekaman indera maupun memori jangka panjang. Pengulangan adalah proses pemanggilan kembali informasi untuk menempatkannya  ke dalam memori kerja.
Memori jangka panjang  adalah bagian sistem memori dimana sejumlah besar informasi disimpan dalam kurun waktu yang tidak terhingga. Teori pembelajaran kognitif menekankan pentingnya membantu siswa menghubungkan informasi yang sedang dipelajari dengan informasi yang ada dalam memori jangka panjang.
Ketiga bagian memori jangka panjang adalah rekaman episodik, yang menyimpan ingatan kita tentang pengalaman pribadi; memori semantik, yang menyimpan fakta dan pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu. Skemata adalah jaringan gagasan-gagasan yang terkait untuk menuntut pemahaman dan tindakan kita. Informasi yang masuk dengan tepat di dalam skema yang terbentuk dengan baik lebih mudah dipelajari daripada informasi yang tidak dapat begitu diakomodasi.
Faktor yang meningkatkan memori jangka panjang, beberapa factor berperan dalam ingatan jangka panjang. Tidak mengherankan, salah satu ialah sejauh mana siswa mempelajari bahan sejak awal (Bahrick & Hall, 1991). Menarik dicatat bahwa dampak kemampuan pada ingatan tidak jelas (Semb & Ellis, 1994). Siswa yang berkemampuan yang lebih tinggi mempunyai nilai yang lebih baik pada akhir pelajaran tetapi sering melupakan yang telah mereka pelajari dengan persentase yang sama dengan siswa yang berkemampuan lebih rendah.
Model pengelolaan Informasi lain, Ada beberapa teori-teori alternative menurut Atkinson & Shiffrin, diantaranya teori tingkat pengolahan berpendapat bahwa pebelajar hanya akan mengingat hal-hal yang mereka olah. Siswa mengolah informasi ketika mereka memanipulasinya, melihatnya dari sudut pandang yang berbeda, dan menganilisisnya. Teori kode ganda lebih jauh mengusulkan pentingnya menggunakan pengkodean visual maupun verbal untuk mempelajari potongan-potongan informasi.
2.      Teori belajar Kontruktivisme
Teori belajar Kontruktivisme memandang bahwa:
a.       Belajar berarti mengkontruksikan makna atas informasi dari masukan yang masuk ke dalam otak.
b.      Peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam dirinya sendiri.
c.       Peserta didik sebagai individu yang selalu memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip tersebut apabila sudah dianggap tidak bisa digunakan lagi.
d.      Peserta didik mengkontruksikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya.
Teori Kontruktivisme menetapkan 4 asumsi tentang belajar, yaitu:
a.       Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh peserta didik yang terlibat dalam belajar aktif.
b.      Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh peserta didik yang membuat representasi atas  kegiatannya sendiri.
c.       Pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh peserta didik yang menyampaikan maknanya kepada orang lain.
d.      Pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan oleh peserta didik yang mencoba menjelaskan obyek yang tidak benar-benar dipahaminya
Slavin menyarankan 3 strategi belajar efektif, yaitu:
a.       Membuat catatan.
b.      Belajar kelompok
c.       menggunakan metode PQ4R (preview, question, read, reflect, recite, review)

E.       Prinsip-prinsip Dasar Menurut Teori Gestalt
1.      Belajar berdasarkan keseluruhan.
Orang berusaha menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran yang lain sebanyak mungkin. Bahan pelajaran tidak dianggap terpisah, tetapi merupakan satu kesatuan. Bahan pelajaran yang telah lama tersimpan di otak dihubung-hubungkan dengan bahan pelajaran yang baru saja dikuasai, sehingga tidak terpisah, berdiri sendiri. Dengan begitu lebih mudah didapatkan pengertian. Bahan pelajaran yang bulat memang lebih mudah dimengerti daripada bagian-bagian.
2.      Belajar adalah suatu proses perkembangan.
Anak-anak baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia telah matang untuk menerima bahan pelajaran itu. Manusia sebagai suatu organisme yang berkembang, kesediannya mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan jiwa bathiniah, tetapi juga perkembangan anak karena lingkungan dan pengalaman.
3.      Anak didik sebagai organisasism keseluruhan
Anak didik belajar tidak hanya intelektualnya saja, tetapi juga emosional dan jasmaniahnya. Dalam pengajaran modern, selain mengajar guru juga mendidik untuk membentuk pribadi anak didik.
4.      Terjadi Transfer
Belajar pada pokoknya yang terpenting penyesuaian pertama, yaitu Memperoleh tanggapan yang tepat. Mudah atau sukarnya masalah itu terutama adalah masalah pengamatan. Bila dalam suatu kemampuan telah dikuasai betul-betul, maka dapat dipindahkan untuk menguasai kemampuan yang lain. Dengan kata lain, kemampuan itu dapat dipakai untuk mempelajari hal-hal yang lain. Belajar matematika, misalnya, bila ia telah dikuasai dapat dipergunakan dalam masalah jual beli bahan-bahan tertentu. Demikian juga halnya dengan penguasaan tata bahasa Indonesia, dapat ditransfer (dipergunakan) untuk mempelajari grammar bahasa Inggris.
5.      Belajar adalah pengalaman yang terorganisasi
Pengalaman adalah hasil dari suatu interaksi antara anak didik dengan lingkungannya. Anak kena api, misalnya, kejadian ini menjadi pengalaman bagi anak. Anak merasa panas kena api. Kulitnya mengelupas akibat terbakar. Anak belajar dari pengalamannya bahwa kena api itu panas dan api itu bisa membakar kulit manusia. Karena pengalamannya itu, anak didik tidak akan mengulangi lagi untuk bermain-main dengan api. Dengan demikian, belajar itu baru timbul bila seseorang menemui suatu situasi/social baru dalam kehidupannya. Dalam menghadapi hal itu ia akan menggunakan semua pengalaman yang telah dimilikinya. Anak mengadakan analisis reorganisasi pengalamannya.
6.      Belajar harus dengan Insight
Insigh adalah suatu saat dalam proses belajar di mana seseorang melihat pengertian (insight) tentang sangkut paut dan hubungan – hubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem. Misalnya, peristiwa banjir yang melanda suatu daerah.
Peristiwa itu tidak dipandang berdiri sendiri, tetapi ada faktor penyebab lainnya yang menyebabkan terjadinya peristiwa banjir itu disuatu daerah. Artinya, peristiwa banjir berhubungan dengan faktor-faktor lainnya.
7.      Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan, dan tujuan.
Hal itu terjadi bila banyak berhubungan dengan apa yang diperlukan anak didik dalam kehidupan sehari-hari, di sekolah progresif, anak didik diajak membicarakan tentang proyek/unit agar tahu tujuan yang akan dicapai dan yakin akan manfaatnya.
8.      Belajar berlangsung terus menerus
Belajar tidak hanya disekolah, tetapi juga diluar sekolah. Oleh karena itu, dalam rangka untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya, anak didik harus banyak belajar, tidak hanya ketika di sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Anak didik dapat memperoleh pengetahuan/ pengalamannya sendiri-sendiri dirumah atau di masyarakat. Pihak lain harus turut membantunya. Pihak sekolah harus bekerja sama dengan orang tua di rumah dan di masyarakat dalam kehidupan social yang lebih luas, agar semua turut serta membantu anak secara harmonis.
F.       Ciri-ciri teori belajar kognitif
Proses belajar yang menggunakan insight mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Insight tergantung pada kemampuan dasar
2.      Insight tergantung kepada pengalaman masa lampau yang relevan (dengan apa yang dipelajari).
3.      Insight tergantung kepada pengaturan situasi yang dihadapi maksudnya insigh hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian rupa, sehingga segala aspek yang perlu diamati.
4.      Insight didahului dengan periode mencari dan mencoba-coba (insight adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit).
5.      Belajar dengan insight dapat diulangi artinya solusi masalah dengan menggunakan insight dapat diulangi dengan mudah, dan akan berlaku secara berlangsung.
6.      Jika insight telah berbentuk, maka masalah pada situasi-situasi yang lain akan dapat dipecahkan.
G.      Hubungannya dengan Hakekat Pembelajaran
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Jadi hubungan teori kognitif dengan hakekat belajar menurut kacamata penulis adalah bahwa belajar atau pembelajaran adalah suatu proses yang lebih menitikberatkan proses membangun ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek yang bersifat intelektualitas lainnya. Oleh sebab itu, belajar juga dapat dikatakan bagian dari kegiatan yang melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks dan komprehensif.
H.      Pengaruhnya terhadap Proses Belajar
Proses belajar adalah kata yang berasal dari bahasa latin “proccessus” yang berarti “berjalan kedepan”. Kata ini mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Menurut Chaplin, seperti yang dikutip oleh Muhibbin syah, proses adalah proses adalah perubahan khususnya yang menyangkut perubahan tingkah laku atau perubahan kejiwaan. Kemudian proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan perubahan prilaku kognitif.
Dari uraian diatas kiranya teori kognitif ini menurut penulis sangat besar pengaruhnya dalam proses pembelajaran, akibatnya pembelajaran di Indonesia pada umumnya lebih cenderung kognitif oriented (berorientasi pada intelektual atau kognisi). Implikasinya lulusan pendidikan atau pembelajaran kaya intelektual tetapi miskin moral kepribadian. Mestinya proses pembelajaran harus mampu menjaga keseimbangan antara peran kognisi dengan peran afeksi (perasaan dan emosi yang lunak), sehingga lulusan pendidikan memiliki kualitas intelektual dan moral kepribadian yang seimbang.
Pengaruhnya juga dengan proses belajar pengamatan kita pada awalnya betul-betul global, kita melihat secara awal adalah vas bunga, setelah kita amati dengan seksama barulah kita menemukan bagian-bagiannya dimana kita ada melihat sejumlah lekukan, ornament, dan isinya yang menjadi bagian yang terpisahkan dari vas bunga tersebut dan sebagainya (Rasyad, 2003:74).
I.         Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagai suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisasi perseptual, dan proses internal. Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori belajar kognitif ini sudah banyak digunakan. Dalam merumuskan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembelajarannya mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut :
1.      Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2.      Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat bekajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3.      Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4.      Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
5.      Pemahaman dan retensi akan meningkatkan jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6.      Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
7.      Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini angat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebagainya.



BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Pengertian belajar menurut teori kognitif adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur. Asumsi teori adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman yang telah tertata dalam bentuk struktur kognitif yang dimilikinya. Proses belajar akan berjalan dengan baik jika materi pelajaran atau informasi baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang.
Di antara para teori kognitif, paling tidak ada tiga yang terkenal yaitu Piaget, Bruner, dan Ausubel. Menurut Piaget, kegiatan belajar terjadi sesuai dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur seseorang, serta melalui proses asimilasi, akomodasi dan equilibrasi. Sedangkan Bruner mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur pesan dan informasi, dan bukan ditentukan oleh umur. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap anaktif, ikonik, dan simbolik. Sementara itu Ausubel mengatakan bahwa proses belajar terjadi jika seseorang mampu mengasimilasikan pengetahuan yang telah dimilikinya dengan pengetahuan baru. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami.
Dalam kegiatan pembelajaran, keterlibatan siswa secara aktif amat dipentingkan. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengaitkan pengetahuan baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks. Pebedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa.

Makalah di atas: Diterjemahkan dari Bahan Ajar Dosen Pisikoliogi, Yang Bertulisan  Bahasa Inggris, Program Pasca Sarjana Universitas Negei Makassar, Kuliah Pertemuan ke-2. September 2014.
Share:

Unordered List

3/sosial/post-list

Latest blog posts

3-latest-65px

BTemplates.com

3/sosial/col-right
Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Statistik Pengunjung

Ekonomi

3/ekonomi/col-left

Publikasi

3/publikasi/feat-list

Error 404

Sorry! The content you were looking for does not exist or changed its url.

Please check if the url is written correctly or try using our search form.

Recent Posts

header ads
Ag-Historis

Text Widget

Sample Text

Pengikut

Slider

4-latest-1110px-slider

Mobile Logo Settings

Mobile Logo Settings
image

Comments

4-comments

Budaya

budaya/feat-big

Subscribe Us

Recent Posts

sejarah/hot-posts

Pages

Popular Posts