Langsung ke konten utama

Kesadaran Sejarah: Benteng Concordia di Pulau Banda

 

Penulis Sedang berada di pintu Benteng Concordia 

Benteng Concordia, benteng ini teretak di pesisir timur Pulau Banda (Banda Besar). Lebih tepatnya kini berada di Desa Waer, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tenggah. Bangunan tua karya kolonial itu, memiliki tinggi sekitar 5 meter. Luas benteng ini, kurang lebih 1600 M2 dengan dua pitu utama. Di pintu bagian barat berhadapan dengan perumahan penduduk (perkebunan pala), sedangkan pintu gerbang pada sisi timur berhadapan dengan pesisir pantai hingga ke laut lepas.

Dalam dokumen sejarah tertulis, Benteng Concordia dibangun Belanda pada tahun 1630. Tujuan utama di bangunya benteng ini untuk mengontrol arus perdagangan pala dan fuli di kawasan pesisir timur Pulau Banda Besar. Benteng ini dibangun Belanda agar mudah memonitor kapal yang datang dan berlalu lalang di kawasan pesisir itu. Termasuk perampompak yang sewaktu-waktu hadir mengancam eksistensi perkenier dan penduduk setempat. Sisi lain untuk menjangkau pesisir selatan Pulau Banda besar dan mengendalikan lalu lintas laut di selat antara Naira dan Lonthoir, Belanda pun membangun Fort Lonthoir yang kemudian dikenal dengan Benteng Hollandia pada 1642 di Negeri Lontor. Belanda membangun kedua benteng itu setelah menaklukan Banda. Sebelumnya VOC membangun benteng Nassau dan Belgica di kota Naira, sebagai upaya menghadapi perlawanan orang Banda yang menetang kebijakan monopoli perdagangan yang diterapkan Belanda. Sekaligus kontrol atas pala dan fuli dan segala komoditas niaga di Banda Naira.

Benteng Concordia hingga kini masih berdiri tegak di desa Waer. Akan tetapi, bila situ sejarah ini tidak diperhatian dengan baik, akan hilang dari permukaan. Pasalnya di sisi timur benteng ini mulai retak dan terancam ambruk akibat dari pengikisan pantai saat hadirnya ombak besar pada setiap musim timur. Kurangnya kesadaran sejarah, menjadikan lingkungan benteng ini tak lagi terurus layaknya sebuah cagar budaya yang bernilai sejarah. Padahal bila dikelolah dengan baik, situs tersebut dapat mendatangkan keutungan ekonomi bagi penduduk sekitar benteng. Negeri setempat pun akan merasakan manfaatya, sebagai desa wisata sejarah. Para wisatwan akan berkunjung untuk bersua foto dan menikmati keindahan cagar budaya itu, tampa merasa jijik karena lingkungan yang kotor dan seram. Wisatawan dapat bernostalgia ke masa lalu membayangkan kemegahan benteng ini, sembari merasakan sensasi angin timur yang bertiup dari Laut Banda ditemani kuliner lokal yang menyehatkan.

Sunguh sayang situs bersejarah itu, mungkin saja dianggap tak lagi penting. Kesadaran sejarah yang tidak tertanam di dalam diri pemimpin daerah ini, juga pemimpin masyarakat setempat membuat bangunan tua yang menjadi saksi bisu sejarah Banda itu terabaikan diabakan. Tanaman bunga gadihu, pohon nangka, pisang, mangga dan rumput liar sejauh yanng diamati penulis tumbuh tak beraturan di dalam benteng. Beberapa pohon besar akarnya merangkak masuk menembus dididing bangunan bersejarah itu, sehingga benteng retak dan rusak. Belum ada rehabilitasi untuk tetap menjega kelesarian situs bersejarah itu. Demikian pula tidak ada pagar yang melingkari benteng iini hingga dapat melindungi benteng ini dari tangan-tangan jahir. Benteng tua pun telihat menyeramkan, kurang memiliki untuk dikunjungi wisatan yang melihat jejak sajarah benteng itu.  

Apabila anda yang berkunjung di Desa Waer dapat mengamati dengan cermat bahwa bahwa desa itu sesunguhnya memiliki potensi parawisata yang sangat menjajikan. Wisata bahari dan wisata sejarah sekaligus agrowisata sektor pala dan kenari menjadi keungulan dan ciri khas desa. Khususnya untuk potensi agrowisata pala dan kenari akan menjadi daya tarik tersediri bagi wisatawan yang berasal dari luar Kepulanan Banda. Namun sayang sekali potensi parawisata itu belum di kelolah. Mungkin belum adanya akal sehat betapa pentignya kesadaran sejarah, atau boleh jadi sumber daya yang memadai untuk mengembangkan potensi desa itu menjadi desa wisata. Meskipun demikian, hingga kini masih banyak wisatawan yang berasal dari luar Banda saat melingkari Banda Besar, mampir sejenak untuk bersua foto dan mengabadikan gambar di benteng Concordia. 

Situs yang menjadi bukti sejarah kehadiran kompeni Belanda di tanah Banda itu kini tidak lagi terurus dengan baik. Kurangnya kesadaran sejarah masyarakat merupakan salah satu sebab situs yang dapat menghadirkan nilai parawisatan ini dibiarkan berserakah begitu saja. Papan informasi yang melukiskan ringkas sejarah benteng dan larangan merusak cagar budaya kini telihat mulai pudar. Pentingnya kesadaran sejarah untuk melihat, merawat dan tidak merusak Benteng Concordia dan benteng-benteng Belanda lainnya di tanah Banda sebagai warisan sejarah dan kekayaan budaya. ** (K.R)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH KETERTIBAN

KATA PENGANTAR Dengan Menyebut nama Allah SWT, yang selalu melimpahkan kasih sayang kepada makhluknya, segala puja dan puji hanya dipersembahkan kepadanya, shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai penunjuk jalan bagi umat menuju keridhaan Allah SWT. Makalah ini disusun dengan maksud untuk menambah bahan pengetahuan tentang Ketertiban. Ketertiban yang dimaksud dalam makalah ini adalah ketertiban sebagai landasan kehidupan dilingkungan baik lingkungan pendidikan, perkantoran, maupun dilingkungan masyarakat umum dan kedisiplinan seseorang terhadap aturan yang berlaku. Namun demikian   usaha seperti ini dirasakan masih sangat kurang bila dibandingkan dengan luasnya permasalahan-permasalahan Ketertiban diberbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Penulis menyadari bahwa penulisan Makalah ini jauh dari harapan akan kesempurnaan. Namun berkat usaha penulis dan bantuan yang selalu datang dari berbagai pihak, hingga penulisan makalah ini dapat diseles...

Universitas Banda Naira Gelar Yudisium Sarjana Perdana

  Wakil rektor bidang akademik (tengah depan) beserta dekan dan sejumlah ketua program studi dalam acara Yudisium Sarjana Rabu (11/1/2023), Pagi. AG-HISTORIS.com , Banda ; Setelah resmi naik status dari sekolah tinggi (STP dan STKIP) Hatta-Sjahrir menjadi Universitas Banda Naira (UBN) pada 2022 lalu, kampus yang dikelolah Yayasan dan Warisan Budaya Banda itu, mengelar yudisum masal perdana kepada 47 orang mahasiswa yang telah menempuh ujian sarjana hingga pekan lalu. Kegiatan serimonial akademik untuk pengesahan pengunaan gelar sarjana ini, diikuti oleh sebanyak 27 lulusan Fakultas Perikanan dan 20 mahasiswa lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) di gedung Harmony Society, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Rabu (11/1/2023). Dalam sambutannya, Wakil Rektor (Warek 1) Bidang Akademik UBN Budiono Senen, S.Pi., M.Si, mengatakan pemberian gelar sarjana ini merupakan suatu kebangaaan sekaligus beban. "Masyarakat di luar sana menunggu pengabaian Anda sebagai ...

AKULTURASI KEBUDAYAAN ISLAM DI NUSANTARA DALAM PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK SOSIAL DAN BUDAYA

KATA PENGANTAR Mendahului kata pengantar ini, penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa Pengasih Lagi Maha Penyayang atas limpahan rahmat-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun dengan maksud untuk menambah bahan pengetahuan tentang “ Akulturasi Kebudayaan Islam Dalam Persingunganya Dengan Kebudayaan Lokal Dalam Perspektif Ekonomi Politik Sosial Dan Budaya.” Kemampuan Islam untuk beradaptasi dengan budaya setempat, memudahkan Islam masuk ke lapisan paling bawah dari masyarakat. Akibatnya, kebudayaan Islam sangat dipengaruhi oleh kebudayaan petani dan kebudayaan pedalaman, sehingga kebudayaan Islam mengalami transformasi bukan saja karena jarak geografis antara Arab dan Indonesia, tetapi juga karena ada jarakjarak kultural. Proses kompromi kebudayaan seperti ini, tentu membawa resiko yang tidak sedikit, karena dalam keadaan tertentu seringkali mentoleransi penafsiran yang mugkin agak menyimpang dari aja...