![]() |
Siswa SMA Iqro Amaholu |
Dalam sejarah perkembangan pendidikan, kampung-kampung
Buton di pesisir pantai barat Seram (barat Huamual). Kampung Amaholu, termasuk
di antara kampung Buton yang lebih awal berkembang dalam dunia pendidikan.
Fakta ini dapat diketahui, bahwa jauh sebelum kampung-kampung Buton lainnya, di
kawasan pesisir itu mendirikan sekolah, Amaholu telah lebih dulu memiliki lembaga
pendidikan formal, sekolah. Pada 7 Januari 1967 sekolah tingkat dasar (MI) didirikan
di Kampung Amaholu. Terletak di bagian utara Amaholu (tenggah), dan di selatan
Amaholu Los. Dalam setahun berjalan pada 1968 sekolah ini dipindahkan di
Amaholu (tangah).
Sekolah ini didirikan oleh H. Usman Hart, sebagai tokoh
pengagas pendidikan di kampung ini, dan pesisir pantai barat Huamual itu. Di
sekolah itu pula, Ia sekaligus bertindak sebagai kepala sekolah dan guru kelas.
Meski sekolah ini terkesan darurat. Akan tetapi, sekolah ini telah menjadi
corak lahirnya peradaban ilmu di pesisir itu. Karena lembaga formal ini, tidak
hanya memampung siswa dari Amaholu, tetapi juga menampung siswa dari berbagai
kampung di pesisir itu. Mulai dari Kampung Airpapaya hingga Olatu (kini dikenal
dengan istilah 19 dusun). Hadirnya sekolah ini, menjadi virus bagi
kampung-kampung Buton lainnya untuk mendirikan sekolah di kawasan itu. H. Usman Hart, yang juga menjabat sebagai
kepala ranting Muhammadiyah di pesisir itu, kemudian berinisitif mendirikan sekolah
lanjutan tingkat pertama, sehingga dapat menampung para lulusan sekolah dasar
itu. Kemudian pada 11 Agustus 1988, didirikanlah Madrasyah Tsanawiyah Muhammadiyah (MTSM) Amaholu, di Kampung Amaholu. Berdirinya
sekolah ini sebagai jawaban akan pentinya pendidikan di daerah itu. Sekaligus
mempependek rentang kendali, siswa di Kampung Amaholu dan kampung lainya, yang
sebelumnya bersekolah di MTS Muhammadiyah Kambelo. Dan untuk bersekolah di
kampung tersebut, mereka harus berjalan kaki beberapa kilo meter.
Proses awal
berdirinnya sekolah ini, tidak sedikit
mendapat tantangan dan hambatan dari berbagai kalangan. Terutama persoalannya
kurangnya peserta didik. Para orang tua saat itu belum memiliki kesadaran betapa pentingnya pendidikan untuk mendorong anak-anak mereka
melanjutkan sekolah kejenjang MTS. Bagi orang tua saat itu, asal
anak sudah bisa membaca, menulis dan berhitung itu sudah cukup. Pasca berdirinya
sekolah ini, tidak menunjukan tanda-tanda kemajuan sedikitpun, hingga membuat aktifitas
belajar-mengajar di sekolah terhenti. Selama 2 (dua) tahun dari tahun 1988 sampai tahun 1990 MTS Muhammadiyah Amaholu, mandek. Kemudian pada tahun 1991 kesadaran masyarakat (orang tua) untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang sekolah menengah pertama, mulai muncul kembali. Aktivitas sekolah mulai dilanjutkan.
Kegiatan pembelajaran di MTS Muhamadiyah Amaholu, mulai berjalan dengan baik. Namun, tantangan selanjutnya yang dihadapi kepala sekolah adalah
kurangnya tenaga pengajar (guru). Banyaknya
minat siswa yang masuk sekolah dari tahun ke tahun, ternyata tidak berbanding
dengan jumlah tenaga pengajar. Akan tetapi, hal itu tidak mematahkan pengelolah
(kepsek) untuk mengembangan sekolah ini. Semua masalah itu dapat diselesaikan
berkat usaha dan kerja keras, H. Usman Harat, dan beberapa guru lainnya serta
masyarakat Amaholu. Buah kerjakeras itu, hasilnya dapat dirasakan masyarakat
hingga sekarang ini. Telah ada ribuan alumni yang berasal dari MTS Muhammadiyah
Amaholu. Beberapa di antara para almuni itu, kini mereka menjadi guru di
sekolah ini. Ada yang sudah berstatus PNS, ada pula yang masih berstatus
tenagga honorer.
Ide Mendirikan SMA Dicetuskan
Banyaknya para sarjana kegurunan yang berasal dari
Kampung Amaholu, membuat mereka berkeinginan mendirikan Sekolah Mengah Atas
(SMA) di kampung ini. Gagasan mendirikan SMA ini, telah
menjadi perbicangan dikalangan kaum intelektual. Mulai dari mahasiswa, sarjana hingga masyarakat, di manapun mereka berjumpa ketika sedang berbicara terkait kondisi pendidikan di kampung ini. Namun ide dan wacana tersebut, dari waktu ke waktu hanyalah
pepesan kosong. Belum ada wujud dan tindakan nyata.
Sebab, tidak adanya
aktor yang dapat mengerakannya. Belum adanya
tim yang dapat bergerak
cepat, bertindak tepat, mengambil
resiko dan bertanggung jawab penuh kearah esekusi lapangan. Perlahan seiring berjalannya waktu, wacana pendirian SMA
ini redup.
Pada
tahun 2014 bertepatan dengan momentum Pemilihan Umum (Pemilu) anggota legeslatif. Ide mendirikan SMA
di Kampung Amaholu, kembali
digulirkan. Semangat memajukan kampung
melalui pendidikan, kembali diperbincangkan oleh beberapa mahasiswa dan sarjana
asal Amaholu. Terutama ketika mereka sedang
berdiskusi dengan senior mereka,
Tamrin Manassa. Dalam
momentum itu pula, Ia tercatat
maju sebagai calon anggota legeslatif (Pileg).
Dari dapil Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Provinsi Maluku.
Diskusi-diskusi
terkait pendirian SMA di kampung ini, terus
berlanjut dari waktu ke waktu. Mereka
yang berdikusi itu, termasuk bagian dari tim pemenangan Thamrin Manassa. Karena
itu, disaat momentum pemilu semakin dekat. Fokus
kajian mereka dialihkan kepada pengaturan
startegi pemenangan Tamrin Manassa. Dari diskusi
itulah, dibentuk tim pemenangan yang dinamai dengan Solidaritas Masyarakat
Pemerhati Tamrin Manassa, yang disingkat
Simpati-TM.
Tim inilah yang berkerja untuk pemenangan Thamrin Manassa
di Pileg 2014 itu. Akan tetapi, Tuhan masih berkehendak lain. Kerja tim belum
membuahkan hasil. Seusai hajatan pemilu (pungutan
suara) digelar, Thamrin Manassa, tidak terpilih sebagai anggota legislatif. Namun, tidak terpilihnya Thamrin Manassa,
bukan berarti memathkan niat
suci pendirian SMA di
Kampung Amaholu.
Pasca pemilu itu, beberapa
bulan kemudian diskusi tentang pendirian sekolah kembali di lanjutkan. Mereka adalah para mantan relawan Simpati-TM ini, antara lain Riki Amin,
Buyung Amin, Arifin Sihab, Erson La Biji, Waldin Obo, Burhan Manassa, Arsad
Ibrahim. Di setiapkali bertemu di kediaman Tamrin Manassa, di
kompleks IAIN Ambon. Diskusi
terkait pembentukan sekolah itu, terus dimatangkan. Informasi
itu disampaikan pula kepada
Kasman Renyaan, melalui telfon gengam (HP) yang
saat itu tengah melanjutkan studi masgisternya di Kota Makassar. Komunikasi
dengan Kasman Renyaan itu, untuk meminta gagasannya terkait langkah yang
mestinya dilakukan demi mempercepat terbentuknya SMA di Kampung Amaholu.
Menindaklanjuti ide yang telah matang itu, Tim
Simpati-TM, memperkarsai terbentuknya sebuah
lembaga resmi berupa yayasan. Yayasan
yang dibentuk ini akan mewadahi sekolah tersebut nantinya. Di bentuknya yayasan
ini, selain sebagai wadah kerja dan
pengabdian relawan Simpati-TM kepada masyarakat, juga menjadi wadah untuk mempersolit
hubungan sesama anggota mantan relawan
Simpati-TM. Lembaga yayasan
ini, kemudian dinamai dengan Yayasan
Bakti Simpati. Sebuah nama
yang diadopsi dari kata Simpati-TM. Namun, yang diambil hanya kata
simpati dan mengeser TM-nya. Kemudian
ditambah dengan kata bakti, sebagai bentuk
pengabdian, sehingga jadilah bakti simpati. Dalam pengusulan admistrasi untuk
mendapatkan Akta Notaris dan Surat Keputusan
(SK)
Kementrian Hukum dan Ham (Kemenkuham) Republik Indonesia, ada penambahan kata Maluku,
sebagai bentuk penegasan wilayah dan kedudukan yayasan berada di Provinsi Maluku. Jadilah Yayasan Bakti Simpati Maluku, yang di singkat YBSM, sesuai
nama yang tertera dalam Akta Notaris dan SK Kemenkuham, yang diterbitkan pada
tanggal 18 Agustus tahun 2015.
Kerja Tim dirikan PAUD
Dalam proses menunggu pengurusan kelengkapan
admistrasi yayasan. Beberapa
orang (tim) terdiri dari Adul Alibady, Riki Amin, Arifin Sihab, Buyung Amin,
dan Kasman Renyaan, melakukan terobosan dengan
mendirikan lembaga pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), di Kampung Amaholu. Langkah awal yang
dilakukan untuk mensukseskan perdirinya
lembaga formal dan nonformal tersebut adalah
menjalangkan fungsi koordinasi. Mendatangi Kepala Kampung Amaholu Yahya Bamila. Hal ini dimaksudkan agar pendirian
lembaga ini, diketahui dan disetujui oleh pimpinan kampung ini.
Setelah koordinasi dilakukan, selanjutnya tim melakukan
identifikasi anak usia
4 tahun di Kampung Amaholu. Dibarengi dengan kegiatan mensosialisasilan pentingnya PAUD kepada orang
tua di kampung ini.
Sosialisasi dilakukan melalui pembagian selebaran tentang
profil PAUD yang akan dibentuk nantinya.
Kemudian anak yang sudah dicatat oleh tim, orang tuanya langsung diundang secara
resmi dalam rapat terbuka yang dilaksanakan
di Amaholu, di rumah sebuah rumah tua, keluarga
keluarga besar Ama Widaria.
Pertemuan
dengan orang tua peserta didik itu, sebagai langkah sosialisasi hadirnya PAUD Iqro. Tidak hanya sosialisasi, tetapi pertemuan dengan orang
tua itu sekaligus membicarakan perihal waktu
penerimaan peserta didik baru dan biaya
pendaftaran serta
syarat admistrasi yang harus disiapkan orang tua peserta didik. Bertindak
selaku pimpinan rapat saat itu, Kasman Renyaan, Adul Alibadi dan Riki Amin.
Berdirinya PAUD di Kampung Amaholu, kemudian
diikuti oleh Burhan Manassa,
dengan membentuk lembaga PAUD Iqro, di
Kampung Naselan, Buano. PAUD ini juga nantinya akan berada dibawah naungan
Yayasan Bakti Simpati Maluku. Dalam setahun (2014), mantan relawan Simpati-TM itu, berhasil mencetak dua lembaga
formal dan non formal (PAUD) di Kabupaten SBB. Namun dalam
perkembangannya kemudian
kedua PAUD itu mandek.
Mandeknya lembaga pendidikan anak usia dini itu, membuat Adul Alibady dan kawan-kawannya mengagas lembaga anak usia dini dengan jalur kementerian Agama, yakni RA (Raudhatul Athfal), yang eksis hingga kini. Mendidik anak-anak usia dini di kampung Amaholu dengan target usia 4-6 tahun.
Komentar
Posting Komentar