Langsung ke konten utama

PEREMPUAN IPMAM MENGEJAR MIMPI DARI WILAYAH DOMESTIC MENUJU PUBLIK




Ingatkan Perempuan Ipmam, dan perempuan disekeliling Anda, karena terkadang mereka  Perlu diingatkan..!

Air mata adalah salah satu cara perempuan mengespresikan kegembiraanya, kegalauan, cinta, kesepian, penderitaan dan kebahagiaan. Perempuan akan mempunyai kekuatan yang mempesona laki-laki. Dapat mengatasi beban bahkan melebihi laki-laki. Dia pun mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapanya sendiri. Dia mampu menjerit bahkan saat hatinya menjerit. Mampu menyayangi saat menangis, menangis saat terharu, bahkan tertawa saat ketakutan. Dia berkorban demi orang yang dicintainya. Mampu berdiri melawan ketidak adilan. Dia tidak menolak kalaw melihat yang lebih baik. Dia menujukan dirinya untuk keluarganya. Dia membawa temanya yang sakit untuk berobat. Cinta tampa syarat. Dia menangis saat melihat anaknya pemenang. Dia girang dan bersorak saat melihat kawanya tertawa. Dia begitu bahagai saat mendengar kelahiran. Hatinya begitu sedih mendengar berita sakit dan kematian. Tetapi, Dia selalu punya kekuatan untuk mengatasi hidup. Dia tau bahwa sebuah ciuman dan pelukan dapat menyembuhkan luka. Hanya ada satu yang kurang dari Perempuan. Dia lupa betapa berharganya Dia.....!!! (Deegly Humble; www.lintong.s5.com).
Setiap manusia punya hak bermimpi. Karena bermimpi hanya ada pada diri manusia. Mimpi bukan hanya diartikan sebagai sesuatu yang terlihat atau dialami dalam tidur. Tapi, seorang yang mencita-citakan sesuatu untuk keberhasilan dirinya dikemudian hari, itulah mimpi. Mimpi adalah dambaan  dan keinginan manusia dalam mencita-citakan suatu tujuan. Mimpi kadang terwujud di diluar dugaan manusia. Olehnya itu, setiap individu berhak untuk bermimpi, karena mimpi itu tidak dipungut biaya, alias gratis.
Sebagaimana Pimpinan Redaksi TVOne Karni Ilyas mengatakan bermimpi itu Halal. Tetapi ada syaratnya, yaitu bekerja keras, bekerja keras, dan bekerja keras. Itu artinya, setiap individu berhak bermimpi. Ingin punya rumah mewah, mobil mewah, istri cantik yang shaleha, suami ganteng yang beriman, keluarga bahagia, kaya raya, menjadi pimpinan revolusioner dan lain-lain. Namun impian itu, akan terwujud jika dibarengi dengan proses bekerja keras, berkeja cerdas, dan iklas beramal. Insyah Allah pasti bisa.
Sebagaiamana laki-laki, Perempuan juga punya hak yang sama untuk bermimpi, ingin menjadi pimpinan revolusioner dalam wilayah public. Menjadi pimpinan dalam organisasi, instansi suwasta, maupun pemerintah, lingkungan Masyarakat, Bangsa dan Negara, serta lingkungan paling terkecil adalah menjadi pimpinan dalam keluarga yaitu pimpinan untuk anak-anaknya. Karena mimpi adalah hak setiap manusia diseanteru jagad raya ini.
Sama seperti Perempuan yang ada pada genersai Ipmam, mereka berhak untuk bermimpi besar. Mencita-citakan sesuatu demi kesuksesan masadepan dirinya, kesejateraan hidupnya, kesuksesan karirnya, keberhasilan dalam mengatur suami dan anak-anaknya, serta bermimpi untuk menjadi pimpinan revolusioner dalam organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara. Bermimpilah wahai perempuan Ipmam selama itu gratis. Namun untuk mewujudkan mimpi tersebut, sehingga tidak menjadi hayalan belaka. Maka, generasi perempuan militan Ipmam hari ini, perlu kiranya  mengikuti proses tampa henti-hentinya. Proses yang dimaksud adalah proses dalam dunia pendidikan.
Pendidikanlah yang dapat mewujudkan Mimpi besar generasi perempuan Ipmam. Karena mimpi hanya akan menjadi kahayalan belaka, jika tampa dilakukan dengan berproses di dunia pendidikan. Ini berarti,  Perempuan IPMAM dituntut untuk masuk dibangku pendidikan, belajar keras, dan bekerja cerdas demi sebuah mimpi yang besar, yaitu kesuksesan masa depan yang dicita-citakan. Kesuksesan Pendidikan adalah salah satu yang dapat mewujudkan mimpi generasi perempuan Ipmam meraih kesuksesan masa depan itu.
Hadirnya perempuan Ipmam dikanca pendidikan perguruan tinggi saat ini, justru semakin menambah kuwota kebangkitan generasi Perempuan Dusun Amaholu. Meraih Mimpi besar dalam katagori perempuan progresif dan bersolidaritas di lingkungan masyarakat, bangsa dan negara harus lewat sebuah proses kerja keras. Pendidikan tidaklah semata-mata membaca dan belajar. Pendidikan juga datang dari pengalaman hidup yang kita jalani di dalam perjuangan klas dan bagaimana kita meresponnya. Tiap individu harus disiapkan untuk meletakkan dirinya dalam barisan proses itu. Dan pengalaman hidup itu, bisa dipelajari dengan baik jika individu mempunyai dasar pendidikan formal yang didapatkan melalui jalur proses belajar dibangku pendidikan. Olehnya itu, Perempun Ipmam hari ini tidak mestinya mendapat diskriminasi dan tereleminasi dari keluarga dalam dunia pendidikan.
Ketakuatan orang tua menyekolahkan anak perempuan mereka akibat ada anggapan keliru. Bahwa Perempuan mestinya pantas mengurus kebutuhan domestic, dari pada harus menjadi pelayan publik. Memasak, mencuci, bersih-bersih rumah, jika sudah menikah harus mengurus Anak dan suaminya, dan tutut kesurga atau ke neraka bersama suaminya. Keadaan demikian menjadikan orang tua sering mempraktekan sifat diskriminatif dalam lingkungan keluarga terhadap anak perempuan mereka. Para Orang Tua, Lagi-lagi berangapan perempuan lebih mulia, jika harus bersama menemani orang tuanya, dan suaminya dirumah. Padahal tidak semestinya demikian.
Paling fenomenal, masyarakat di Daerah Huamual Barat Kabupaten Seram Bagian Barat Maluku dan lebih khusus masyarakat Dusun Amaholu. Dimana banyak anak perempuan memilih harus menikah di usia mudah, ketimbang berpendidikan dan mengejar mimpi untuk kesejateraan hidup masa depan dengan ilmu dan pengetahuan lewat sebuh proses dibangku pendidikan. Orang tua ingin cepat-cepat menikahkan anak perempuannya kadang, setelah lulus SD, dan SMP. Beruntung, jika anak perempuan mereka menikah setelah lulus SMA. Mungkin saja hal ini, lantaran ketakuatan orang tua jangan sampai jodoh anak perempuan mereka tak kunjung datang. Sehingga harus menikahkanya diusia mudah. Ataukah ? factor ekonomi sehingga orang tua, harus mendahulukan laki-laki untuk mengejar mimpi besarnya, sehingga tidak mau melirik anak perempuan mereka untuk berpendidikan tinggi. Perempuan yang dibumkan kemauan dan karirnya dalam keluarga diusia mudah, justru menjadikan anak perempuan frustasi, hingga harus menikah diusia muda dalam masa sekolah.
Rujukan Ini menjadi bijakan kita bersama generasi Ipmam khusunya bagi kaum perempuan. Para orang tua lebih mensakralkan anak perempuan, ketika bisa hidup berdampingan dengan orang tua. Kekhwatiran orang tua yang terlalu berlebihan, menyebabkan Anak perempuan mereka kadang  tidak bisa keluar kampung untuk menuntut ilmu dinegri orang. Anak perempuan cukup dirumah bersama orang tua, biarlah laki-laki yang berpendidikan tinggi. Soalnya anak perempuan jika disekolahkan lebih tinggi kadang putus ditengah jalan. Itulah anggapan para orang tua di Huamual Barat dan khususnya di Dusun Amaholu, yang kwatir dengan anak perempuan mereka untuk berpendidikan tinggi. Padahal anak lelaki pun tak dapat menjamin bisa menyelesaikan pendidikanya dengan baik.
Pengamatan penulis, masih banyak potensi perempuan Ipmam yang belum dikelolah dengan baik dan bijak. Mulai dari Sekolah Dasar sampai dengan tingkat perguruan tinggi.  Mereka perempuan Ipmam punya kecerdasan skill dalam berkomunikasi dengan sesama sejawatnya. Sudah tidak jaman lagi, ketika para orang tua di Dusun Amaholu hari ini, terus membungkan dan melarang kebebasan anak perempuan untuk mengejar mimpinya didunia pendidikan.
Dari Kacamata penulis, jika di bandingkan antara perempuan yang ada pada generasi Ipmam dengan perempuan dari etnis dan daerah-daerah lain, maka perempuan  Ipmam jauh lebih tertinggal. Perempuan dari daerah lain di Profinsi Maluku misalnya etnis adat. Skop SBB, SBT, Maluku tenggara, dan lain-lain. Mereka lebih berfikir global, progresif, militant, melawan dan bersolidaritas. Ketertinggalan ini akibat dari pada factor orang tua yang sering memperioritaskan laki-laki dan mendiskriminasikan perempuan. Dan perempuan yang diberikan kebebasan namun akhirnya kebablasan, tampa memikirkan jeripaya dan kerja keras orang tua. Menyebabkan orang tua pun ikut Frustasi dan traumatic, jika harus menyekolahkan anak perempuan mereka jauh lebih tinggi. Harus menjadi evaluasi bersama, antara orang tua dan anak perempuanya didalam keluarga agar tidak terjebak dengan perlakuan diskriminatif.
Memang  Ipmam secara institusi hanya bisa mendorong dan memberikan masukan kepada perempuan Ipmam untuk mengejar impian itu. Tapi yang paling terpenting adalah, bagaimana para orang tua memberikan kepercayaan kepada anak perempuannya, agar bisa bersaing dalam dunia pendidikan seperti halnya perempuan didaerah lain. Dan perempuan pun ketika sudah diberikan kebebasan dari orang tua untuk berpendikan. Maka , tidak harus kebablasan yang berakibat pada putusnya proses dibangku pendidikan.
Ipmam secara institusi, mendorong generasi perempuan Ipmam yang progresif dan punya pemikiran kritis untuk menjadi pimpinan besar revolusioner Ipmam. Adalah sebuah prestasi, ketika hari ini Ipmam dipimpin oleh seorang perempuan yang progeresif dan bersolidaritas. Karena nantinya pimpinan ini, akan terus didorong untuk menjadi pimpinan-pimpinan besar yang revolusioner diwilayah yang berskala besar yaitu pimpinan daerah, nasional, bahkan internasional sekalipun.
Kebangkitan perempuan Ipman tidak harus dimaknai ansih, sebagai saingan bagi laki-laki Ipmam dalam meraih kepemimpin Ipmam. Munculnya Patriarki laki-laki terhadap kepemimpinan perempuan karena dalil fundamentalis Agama yang sempit dan berlebihan dalam kehidupan tradisional kemasyaakat dengan melarang prempuan sebagai motor pengerak di wilayah publik. Angapan tersebut bagian dari sebuah proses pembumkaman mimpi besar perempuan yang berpikiran progresif.
Ketika kebebasan perempuan Ipmam dalam merai kursi kepemimpinan organisasi masih dibumkan. Maka, itu bagian dari masih adanya patriarki dalam diri masing-masing anggota Ipmam khusunnya generasi laki-laki.
Ipmam sebagai sebuah organisasi memberikan Kebebasan dan kesempatan kepada perempuan Ipmam untuk menduduki kursi kepemimpinan, dan dianggap sebagai hal yang wajar jika dinilai punya kelayakan untuk membawa Ipmam kearah yang lebih baik. Namun potensi perempuan Ipmam yang progresif belum menampakan wujudnya, unggul diinternal dan diekternal organisasi. Belum ada yang kita dengar bahwa perempuan yang berasal dari generasi IPMAM berpestasi dan menduduki jabatan stategis diwilayah public baik diinstitusi ini maupun di institusi itu, organisasi ini dan itu, kampus ini dan itu. Dan Jika itu ada, maka itu adalah sebuah gebrakan baru dari perempuan  Ipmam untuk bangkit dan melawan ketretindasan pembungkaman dan sifat diskiminatif dari lingkungannya. Ini akibat perempuan Ipmam yang sudah masuk diwilayah public (keluar untuk berpendidkan), namun lagi-lagi berfikir mundur diwilayah domestic atau ingin cepat-cepat pulang kampung agar mengurus kerja-kerja pelayanan, Dapur, Sumur dan Kasur. Dengan tidak ada keseimbangan antara hak dan kewajiban perempuan. Padahal mestinya berfikir mengejar  mimpi dari wilayah domestic menuju public. Sehingga ketika impian itu sudah terwujud, maka kerja-kerja domestic pun tidak ditinggalkan dan gampang dilaksanakan. Tinggal dibutuhkan manajemen waktu yang baik dan benar dari diri sendiri, sehingga mendapatkan keseimbangan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan.

Muncul lagi spekulasi atau anggapan keliru bahwa, ketika perempuan IPMAM mengambil tugas-tugas kepemimpinan paguyuban, justru akan membawa Ipmam kepada juran kehancuran. Memang tugas kepemimpinan paguyuban ini boleh dibilang hal kecil, dan sepele. Tapi, bukankah orang-orang besar (berhasil) mereka belajar dari hal-hal yang kecil dilingkungannya. Spekulasi ini, menyebabkan perempuan sering tergeser dari pimpinan revolusioner dilingkungan social (publik).
Sedikit mengutip apa yang dikatakan Pat Brewer dalam artikelnya “ Organisasi Revolusioner: Memajukan Perempuan sebagai Pimpinan Politik” bahwa salah satu anggapan sosial bagi kaum perempuan adalah mereka tidak harus mengemban tugas-tugas kepemimpinan. Kita diajarkan untuk takut pada konsekuensi dari upaya untuk memimpin; bahwa perbuatan semacam itu akan berarti menyepi dan menolak diri sendiri. Kita dikondisikan untuk memainkan peran pendukung di dalam keluarga, dicerminkan dalam bentuk kerja-kerja pelayanan yang merupakan pekerjaan sebagian besar perempuan sebagai tenaga kerja upahan. Kehendak sosial untuk mendukung dan melayani orang lain, laki-laki dan anak-anak, dapat disimpulkan dari anggapan yang menyatakan ‘dibelakang setiap kesuksesan laki-laki adalah seorang perempuan’. Dalam situasi sosial semacam inilah kaum perempuan lebih sulit untuk menjadi pimpinan politik yang percaya diri. Dan sulit bagi laki-laki, yang sudah ‘terbiasa’ berharap perempuan memainkan peran suportif dan patuh, untuk menerima perempuan sebagai pimpinan.
Menurutku bahwa agagapan yang paling keliru dan paling menyudutkan perempuan untuk memegang tongkat kepemimpinan hanya bisa didasari pada anggapan Agama yaitu“Laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan”. Namun makna tersebut multitafsir. Bisa saja disala artikan oleh individu dan kelompok serta memanfaatkannya, agar mengeser posisi dan kedudukan perempuan dalam wilayah public, kewilayah domestik. Padahal agama tidaklah sempit seperti yang dimaknai oleh individu dan kelompok demikian. Karena Agama juga telah merekomendasikan bahwa Perempuan adalah Manusia. Dan sebagai seorang manusia berhak menjadi pimpinan dijagat raya ini. Sebenarnya, ini hanyala persoalan kedudukan dan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam lingkungan masyarakat Bangsa dan Negara. Kaum laki-laki sering kali menganggap bahwa perempuan tidak setara dengan laki-laki. Anggapan ini jusrtu memposisikan perempuan sebagai manusia kelas dua yang pantas mengurus; Sumur, Dapur, dan Kasur serta tidak layak menjadi pimpinan.
Padahal para ahli antropologi sudah menemukan bahwa keadaannya tidaklah selalu demikian.  Dalam masyarakat Indian Iroquis, misalnya, kedudukan perempuan dan laki-laki benar-benar setara. Bahkan, semua laki-laki dan perempuan dewasa otomatis menjadi anggota dari Dewan Suku, yang berhak memilih dan mencopot ketua suku. Jabatan ketua suku dalam masyarakat Indian Iroquis tidaklah diwariskan, melainkan merupakan penunjukan dari warga suku melalui sebuah pemilihan langsung yang melibatkan semua laki-laki dan perempuan secara setara.
Keadaan ini berlangsung sampai jauh ke abad ke 19. Dalam masyarakat Jermania, ketika mereka masih mengembara di luar perbatasan dengan Romawi, berlaku juga keadaan yang sama. Kaum perempuan mereka memiliki hak dan kewajiban yang setara dengan kaum laki-lakinya. Peran yang mereka ambil dalam pengambilan keputusanpun setara karena setiap perempuan dewasa adalah juga anggota dari Dewan Suku.
Demikian pula yang berlaku di tengah suku-suku Schytia dari Asia Tengah. Di tengah mereka, bahkan perempuan dapat diangkat menjadi prajurit dan pemimpin perang. Namun jika kita cermati lebih lanjut, masyarakat-masyarakat di mana kedudukan perempuan dan laki-laki benar-benar setara ini adalah masyarakat nomaden, yang mengandalkan perburuan dan pengumpulan bahan makanan sebagai sumber penghidupan utama mereka. Suku-suku Indian Iroquis sudah mulai bertanam jagung, namun masih dalam bentuk sangat sederhana. Demikian pula yang berlaku di tengah masyarakat Jermania dan Schytia. Pertanian, bagi mereka, hanyalah pengisi waktu ketika hewan-hewan buruan mereka sedang menetap di satu tempat. Data-data arkeologi bahkan menunjukkan bahwa pertanian primitif ini hanya dikerjakan oleh kaum perempuan sebagai pengisi waktu senggang, dan tidak dianggap sebagai satu hal yang terlalu penting untuk dapat dikerjakan oleh seluruh suku secara bersama-sama.
Namun, ketika berbagai masyarakat manusia menggeser prikehidupannya ke arah masyarakat pertanian, seluruh struktur masyarakatpun berubah. Termasuk di antaranya hubungan antara laki-laki dan perempuan. Konsep Pertanianlah yang membentuk Bangkitnya Patriarki yang mengeser kedudukan perempuan diwilayah public. Berlawanan dengan pandangan umum tentang bangkitnya masyarakat pertanian, umat manusia tidaklah dengan sukarela memeluk pertanian sebagai cara hidup. Biasanya, orang beranggapan bahwa manusia mulai bertani ketika mereka menemukan daerah-daerah subur yang cocok untuk bertani. Namun, data-data arkeologi dan antropologi menunjukkan bahwa manusia mulai bertani ketika mereka terdesak oleh perubahan kondisi alam, di mana kondisi yang baru tidak lagi memberi mereka kemungkinan untuk bertahan hidup hanya dari berburu dan mengumpul bahan makanan.
Peradaban pertanian yang pertama kali muncul adalah peradaban Sumeria dan Mesir. Keduanya lahir dari terdesaknya suku-suku manusia yang mengembara di dataran padang rumput yang kini dikenal sebagai Afrasia. Padang rumput kuno yang kini sudah musnah ini membentang dari daerah pegunungan Afrika Timur melalui Arabia sampai pegunungan Ural di Asia Tengah. Sekitar 8.000 - 11.000 tahun yang lalu, ketika Jaman Es terakhir telah berakhir, padang rumput ini mengalami ketandusan akibat perubahan iklim. Ketandusan ini berawal dari daerah Arabia dan meluas ke utara dan selatan. Bersamaan dengan mengeringnya padang rumput ini, hewan-hewan buruan akan berpindah mencari tempat yang masih subur. Para pemburu dan pengumpul yang mengikuti hewan buruan ke utara akhirnya bertemu dengan lembah sungai Efrat dan Tigris, sementara yang ke selatan bertemu dengan lembah sungai Nil. Pada masa itu, sebuah lembah sungai merupakan medan yang tak tertembus oleh manusia, contoh modern dari lembah-lembah sungai yang masih perawan seperti ini dapat kita lihat di Papua. Karena terjepit antara dua keadaan yang berbahaya bagi kelangsungan hidup mereka, kelompok-kelompok pemburu dan pengumpul ini akhirnya memutuskan untuk bergerak memasuki lembah-lembah sungai ini dan berusaha menaklukkannya - setidaknya, di lembah-lembah sungai ini masih tersedia air.
Proses penaklukan ini pasti berjalan dengan amat beratnya karena peralatan yang mereka miliki, pada awalnya, hanyalah peralatan untuk berburu. Kini mereka harus menciptakan improvisasi bagi alat-alat mereka supaya dapat digunakan untuk membersihkan lahan. Karena peralatan mereka yang primitif itu, proses pembukaan lahan ini dapat berlangsung beratus tahun lamanya. Sementara jarang ada binatang buruan yang akan mengikuti mereka memasuki lembah-lembah sungai itu. Mereka dihadapkan pada keharusan untuk menemukan sumber makanan lain.
Dan di saat inilah, menurut data arkeologi, kaum perempuan muncul sebagai juru selamat. Mereka menggunakan ketrampilan mereka untuk mengolah biji-bijian menjadi tanaman untuk mendapatkan bahan makanan bagi seluruh komunitas. Apa yang tadinya hanya pengisi waktu senggang kini menjadi sumber penghidupan utama seluruh masyarakat.
            Keharusan manusia untuk menemukan cara-cara baru untuk mempertahankan hidupnya membuat perkembangan teknologi berlangsung dengan pesat di tengah masyarakat pertanian, jika dibandingkan dengan perkembangan teknologi dalam masa-masa sebelumnya. Dengan perkembangan teknologi ini, apa yang tadinya hanya dapat dikerjakan bersama-sama (komunal) kini dapat dikerjakan secara sendirian (individual). Proses untuk menghasilkan sumber penghidupan kini berangsur-angsur berubah dari proses komunal menjadi proses individual.
Dan, hal yang paling wajar ketika pekerjaan sudah dilakukan secara individual adalah bahwa hasilnya kemudian menjadi milik individu (perorangan). Pertanian memperkenalkan kepemilikan pribadi pada umat manusia.
Di samping itu, pertanian sesungguhnya menghasilkan lebih banyak daripada berburu dan mengumpul. Tiap kali panen, manusia menghasilkan jauh lebih banyak daripada yang dapat dihabiskannya. Dengan kata lain, pertanian memperkenalkan hasil lebih pada pri-kehidupan manusia. Namun, hasil lebih ini tidaklah muncul secara kontinyu, melainkan dalam paket-paket. Sekali panen, mereka mendapat hasil banyak, namun hasil itu harus dijaga agar cukup sampai panen berikutnya. Hal ini menumbuhkan keharusan untuk menjaga dan membagi hasil lebih ini. Melalui proses ratusan tahun, kedua keharusan ini menumbuhkan tentara dan birokrasi. Dengan kata lain, pertanian memperkenalkan Negara pada pri-kehidupan manusia. Sekalipun berlangsung berangsur-angsur selama ratusan tahun, pada satu titik, perubahan-perubahan kecil ini menghasilkan lompatan besar pada pri-kehidupan manusia. Terlebih lagi setelah pertanian diperkenalkan, baik melalui penaklukan atau melalui proses inkulturasi, pada peradaban-peradaban lain di seluruh dunia.
Dan salah satu perubahan penting ini terjadi pada pembagian peran antara laki-laki dan perempuan.
Pertama, pertanian pada awalnya membutuhkan banyak tenaga untuk membuka lahan karena tingkat teknologi yang rendah. Hanya dari proses ekstensifikasi (perluasan lahan)-lah pertambahan hasil dapat diperoleh. Oleh karena itu, proses reproduksi manusia menjadi salah satu proses yang penting untuk mendapatkan sebanyak mungkin tenaga pengolah lahan pertanian. Aktivitas seksual, yang tidak pernah dianggap penting, bahkan dianggap beban, di tengah masyarakat berburu dan mengumpul, kini menjadi satu aktivitas yang penting. Dewi Kesuburan merupakan salah satu dewi terpenting di tengah masyarakat pertanian, bukan hanya berkenaan dengan kesuburan tanah melainkan juga tingkat kesuburan reproduksi perempuan.
                 Dan sebagai akibat logis dari keadaan ini kaum perempuan semakin tersingkir dari proses produktif di tengah masyarakat. Waktunya semakin lama semakin terserap ke dalam kegiatan-kegiatan reproduktif.
Kedua, teknologi pertanian yang maju semakin pesat ini ternyata malah membuat aktivitas produksi di sektor pertanian menjadi semakin tertutup buat perempuan. Penemuan arkeologi menunjukkan bahwa ditemukannya bajak (luku) telah menggusur kaum perempuan dari lapangan ekonomi. Bajak merupakan alat pertanian yang berat, yang tidak mungkin dikendalikan oleh perempuan. Terlebih lagi bajak biasanya ditarik dengan menggunakan tenaga hewan ternak, di mana pengendalian terhadap ternak memang merupakan wilayah ketrampilan kaum laki-laki. Intrusi (mendesak masuknya) peternakan ke dalam pertanian telah membuat ruang bagi kaum perempuan, yang keahliannya hanya dalam bidang pertanian, semakin tertutup.
Karena perempuan semakin tidak mampu bergiat dalam lapangan produksi, maka iapun semakin tergeser ke pekerjaan-pekerjaan domestik (rumah tangga). Dan ketika perempuan telah semakin terdesak ke lapangan domestik inilah patriarki mulai menampakkan batang hidungnya di muka bumi. Tergesernya kaum perempuan dari lapangan produktif ini terjadi dalam konteks berkembangnya kepemilikan pribadi. Dengan semakin bergesernya proses produksi menjadi sebuah proses perorangan, maka unit pengaturan masyarakat pun berubah. Jika tadinya unit pengaturan masyarakat yang terkecil adalah suku maka kini muncullah sebuah lembaga baru, yakni keluarga.
Dari penjelasan tersebut diatas bahwa masih ada satu faktor lagi yang mengukuhkan ketertindasan perempuan: kepemilikan pribadi. Kepemilikan pribadi tumbuh dari sebuah proses produksi yang perorangan, di mana seluruh barang kebutuhan dihasilkan oleh perorangan. Oleh karena itu, perjuangan pembebasan terhadap perempuan tidaklah dapat dilepaskan dari perjuangan untuk mengubah kendali atas proses produksi (dan hasil-hasilnya) dari tangan perorangan (pribadi) ke tangan masyarakat (sosial). Sebaliknya, pengalihan kendali ini tidak akan berhasil jika kaum perempuan belumlah terbebaskan.
Tidaklah mungkin membuat satu pengendalian produksi (dan pembagian hasilnya) secara sosial jika kaum perempuan, yang mencakup setidaknya setengah dari jumlah umat manusia, tidaklah terlibat dalam pengendalian itu. Di sinilah kita dapat menarik satu kesimpulan: Pertama; Perjuangan Pembebasan perempuan akan berhasil dengan sempurna jika ia disatukan dengan perjuangan untuk mencapai sosialisme. Dan sebaliknya, perjuangan untuk sosialisme akan juga berhasil dengan sempurna jika perjuangan ini menempatkan pembebasan perempuan sebagai salah satu tujuan utamanya. Kedua; perjuangan ini tidak boleh dipisahkan, atau yang satu didahulukan daripada yang lain. Keduanya harus berjalan bersamaan dan saling mengisi. Hanya dengan demikianlah kaum perempuan akan dapat dikembalikan pada posisi terhormat dalam masyarakat - sejajar dengan laki-laki dalam segala bidang kehidupan: ekonomi, sosial dan politik. (Materi Asal-usul Penindasan Perempuan oleh Bibang Perempuan Pembebasan).
Jadi kesimpulanku bahwa tidak ada alasan untuk mengatakan Perempuan Ipmam hanya bisa mengurus wilayah domestik (Sumur Dapur, Kasur) namun wilayah public pun harus menjadi impianya. Sebagai manusia, maka punya hak yang sama mengejar mimpi kesejateraan hidup dan menjadi pimpinan yang revolusioner. Saatnya perempuan Ipmam agar “adil sejak dalam pikiran lalu mengubah dunia. Demi mewujudkan impian kesejatraan masa depan tampa diskriminati dan tereleminasi dari wilayah public dengan tidak harus meninggalkan wilayah domestik.[1]







[1] Tulisan di atas, ditulis hanya untuk mengisi waktu. Ditulis dikamar sunyi senyap, tampa Rokok, tampa kopi, hanya ditemani segelas Aqua. Ku minum untuk menghilangkan haus disaat menulis. Terispirasi ketika Ku buka Profil AD/ART Paguyuban Ikatan Pelajar Mahasiswa Amaholu (IPMAM) Dusun Amaholu Negri Luhu Kec. Huamual, Kab. Seram Bagian Barat Maluku. Dipadukan dengan materi asal-usul penindasan perempuan, pendidikan politk dasar I pembebasan. Semoga bermanfaat Dan menginspirasi perempuan khususnya Generasi IPMAM meraih mimpi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH KETERTIBAN

KATA PENGANTAR Dengan Menyebut nama Allah SWT, yang selalu melimpahkan kasih sayang kepada makhluknya, segala puja dan puji hanya dipersembahkan kepadanya, shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai penunjuk jalan bagi umat menuju keridhaan Allah SWT. Makalah ini disusun dengan maksud untuk menambah bahan pengetahuan tentang Ketertiban. Ketertiban yang dimaksud dalam makalah ini adalah ketertiban sebagai landasan kehidupan dilingkungan baik lingkungan pendidikan, perkantoran, maupun dilingkungan masyarakat umum dan kedisiplinan seseorang terhadap aturan yang berlaku. Namun demikian   usaha seperti ini dirasakan masih sangat kurang bila dibandingkan dengan luasnya permasalahan-permasalahan Ketertiban diberbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Penulis menyadari bahwa penulisan Makalah ini jauh dari harapan akan kesempurnaan. Namun berkat usaha penulis dan bantuan yang selalu datang dari berbagai pihak, hingga penulisan makalah ini dapat diseles...

Universitas Banda Naira Gelar Yudisium Sarjana Perdana

  Wakil rektor bidang akademik (tengah depan) beserta dekan dan sejumlah ketua program studi dalam acara Yudisium Sarjana Rabu (11/1/2023), Pagi. AG-HISTORIS.com , Banda ; Setelah resmi naik status dari sekolah tinggi (STP dan STKIP) Hatta-Sjahrir menjadi Universitas Banda Naira (UBN) pada 2022 lalu, kampus yang dikelolah Yayasan dan Warisan Budaya Banda itu, mengelar yudisum masal perdana kepada 47 orang mahasiswa yang telah menempuh ujian sarjana hingga pekan lalu. Kegiatan serimonial akademik untuk pengesahan pengunaan gelar sarjana ini, diikuti oleh sebanyak 27 lulusan Fakultas Perikanan dan 20 mahasiswa lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) di gedung Harmony Society, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Rabu (11/1/2023). Dalam sambutannya, Wakil Rektor (Warek 1) Bidang Akademik UBN Budiono Senen, S.Pi., M.Si, mengatakan pemberian gelar sarjana ini merupakan suatu kebangaaan sekaligus beban. "Masyarakat di luar sana menunggu pengabaian Anda sebagai ...

AKULTURASI KEBUDAYAAN ISLAM DI NUSANTARA DALAM PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK SOSIAL DAN BUDAYA

KATA PENGANTAR Mendahului kata pengantar ini, penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa Pengasih Lagi Maha Penyayang atas limpahan rahmat-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun dengan maksud untuk menambah bahan pengetahuan tentang “ Akulturasi Kebudayaan Islam Dalam Persingunganya Dengan Kebudayaan Lokal Dalam Perspektif Ekonomi Politik Sosial Dan Budaya.” Kemampuan Islam untuk beradaptasi dengan budaya setempat, memudahkan Islam masuk ke lapisan paling bawah dari masyarakat. Akibatnya, kebudayaan Islam sangat dipengaruhi oleh kebudayaan petani dan kebudayaan pedalaman, sehingga kebudayaan Islam mengalami transformasi bukan saja karena jarak geografis antara Arab dan Indonesia, tetapi juga karena ada jarakjarak kultural. Proses kompromi kebudayaan seperti ini, tentu membawa resiko yang tidak sedikit, karena dalam keadaan tertentu seringkali mentoleransi penafsiran yang mugkin agak menyimpang dari aja...