Langsung ke konten utama

MENGUPAS MASA LALU MENATA MASA DEPAN DEMI REGENERASI KEPEMIMPINAN IPMAM YANG PROGRESIF


Oleh : Burhan Manassa


      Ipmam masa lalu sebagai sebuah organisasi paguyuban dimana mahasiswanya hanya bisa dihitung dengan jari-jemari. Kini berubah menjadi organisasi paguyuban yang jumlah anggotanya pun bisa bersaing dengan paguyuban-baguyuban lain, diwilayah pesisir Huamual Barat Kabupaten Seram Bagian Barat Maluku. Jumlah mahasiswanya dari tahun ketahun terus mengalami lonjakan ini, mestinya Ipmam perperan aktif untuk terus mendorong dan memberikan motivasi kepada para orang tua, agar tetap melanjutkan studi anak-anak mereka kejenjang perguruan tinggi. Demi terciptanya generasi Ipmam yang produktif dan progresif dalam pengembangan sumberdaya Manusia seutuhnya, yang berguna bagi Negara dan daerah lebih khusus Dusun Amaholu.
      Salah satu motivasi berdirinya Ipmam adalah sebagai wadah selaturahmi bagi seluruh insan akademis yang berasal dari Dusun Amaholu. Ipmam akan menjadi batu loncatan untuk membentuk insan akedemis yang berilmu, cakap, kreatif dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya di Dusun Amaholu. Maju mundurnya sebuah kampung, dan daerah tergantung maju mundurnya sumber daya manusia di daerah tersebut. Lebih jelasnya, sebuah daerah akan maju tergantung pada kemajuan polah pikir anak-anak didaerah itu dengan penguasan ilmu yang benar.
     Anggota Ipmam dengan memiliki sipisikasi ilmu yang berbeda kemudian diseragamkan, akan lebih menciptakan perubahan dan sebuah gebrakan baru dibidang pembagunan sumber daya Manusia yang berorientasi pada terciptanya kesejateraan masyarakat Dusun Amaholu kedepan. Karena daerah yang maju dan berkembang di bidang pembangunan sumber daya manusia yang berkualitaslah, kemudian akan menjadi penentu berkembang dan majunya sebuah daerah.   
Ipmam masalalu, Dimasa kepemimpinan Nanda Hart Dan Thamrin Manassa selaku pengagas dan pendiri IPMAM. Pengangkatan pemimpinan tersebut hanya dilakukan secara aklamasi yaitu dengan cara penunjukan langsung oleh beberapa mahasiswa dan siswa yang berdomisili dikota Ambon kala itu. Namun itu bisa menjadi tolak ukur kebersamaan dan kekeluargaan kaum itelektual Dusun Amaholu. Menjadikan IPMAM sebagai organisasi yang dapat merangkul generasi intelektual Dusun Amaholu. Walaupun dalam perjalanan keorganisasian ipmam sempat mengalami ketimpangan, tapi semangat silaturami, dedikasi, dan loyalitas, tetap terbangun dikalangan internal organisasi. Keterbatasan jumlah mahasiswa kala itu, dan sebagian besar adalah perempuan, dapat mewujudkan semangat baru generasi-generasi perempuan Ipmam untuk tetap maju meraih masa depan yang lebih baik. Saat ini, sudah sepantasnya perempuan-perempuan Ipmam keluar rumah untuk menuntut hak-haknya, agar generasi perempuan juga punya hak yang sama seperti generasi laki-laki dalam hal mendapatkan ilmu pengetahuan dibangku pendidikan diperguruan tinggi. Pola pikir orang tua yang hanya mendahulukan laki-laki dari pada perempuan dalam hal pendidikan perlu dirubah, sehingga perempuan juga tidak mendapat perlakuan diskriminatif dalam lingkungan keluaraga. Oleh sebab itu, perubahan pola pikir orang tua tersebut dapat terwujud. Jika generasi perempuan Ipmam sudah terlihat militant, progresif dan adil sejak dalam pikiran, lalu mengubah pola pikir tersebut dengan memberikan pencerahan yang baik dan benar kepada para orang tua.
Pasca kepemimpinan Nanda Hart dan Tamrin Manassa, pengangkatan Pimpinan IPMAM sudah dilakukan secara Demokrasi konstitusional dengan menjunjung tinggi suara mayoritas anggota. Bagi mereka yang dapat menjadi pimpinaan Ipmam, hanyalah yang terpilih dalam proses pemilihan disaat berlangsungnya musyawarah Ipmam. Pemilihan dengan menjunjung tinggi suara terbanyak itu sudah dilakukan mulai dari kepemimpinan Harmin Samiun dan Risno Adam, Masri Adam dan Kasman Renyaan, Habil Kadir dan Candra Yusuf, dan pimpinan ipmam generasi hari ini, dan generasi akan datang. Dengan tetap mengacu pada nilai-nilai Demokrasi yang berdasarkan asas musyawarah untuk Mufakat. Pemilihan yang Menjunjung tinggi suara mayoritas dari suara minoritas ini, bagian dari transpormasi pendidikan politik didalam internal organisasi. Ini berarti bahwa, pengangkatan Pimpinan Ipmam sudah dilakukan berdasarkan nilai-nilai kebebasan, persamaan dan persaudaraan.
Seseorang yang telah dipercaya memimpin ipmam harus mengabdikan dirinya kepada organisasi. Sebab  seorang pemimpin merupakan salah satu tolak ukur maju dan berkembanya sebuah organisasi. Dalam proses pengangkatan pemimpin,Ipmam biasanya membentuk panitia jejaring, untuk menjejering kaders-kaders Ipmam yang cerdas dan berkualitas serta kritis dalam menjalankan roda pemerintahan organisasi. Hal tersebut dilakuakn berdasarkan pertimbangan dewan konsultasi pengurus IPMAM. Pemimpin ipmam yang cerdas dan kritis adalah suplemen perangsang yang mampu merangsang anggota dalam pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Olehnya itu, bagi setiap anggota dan kaders dalam menentukan pimpinan terbaik ipmam harus memposisikan organisasi sebagai bagian dari kehidupan kesiswaan, kemahasiswaan dan kemasyarakatan. Sehingga kerja-kerja organisasi bisa berjalan efektif dan efisien sesuai apa yang diharapkan bersama.
Sebelum megulas lebih jauh kiranya terlebih dahulu penulis menjelaskan makna anggota dan kader ipmam menurut ketentuan angaran dasar angaran rumah tangga IPMAM. Apa yang dimaksud Anggota IPMAM disini adalah setiap pelajar dan mahasiswa Amaholu, atau mahasiswa, pelajar lain yang memiliki hubungan kekerabatan dan emosional dengan masyarakat Amaholu yang menyetujui angaran dasar dan anggaran rumah tangga. (Pasal 9 AD Ipmam). Sedangkan kaders Ipmam adalah Sekelompok orang yang aktif dan terkordinir dalam sebuah organisasi dan Menggeluti kajian-kajian aktif dalam mengembangkan tujuan ipmam (Pasal 4 ART IPMAM). Anggota dan kaders berkewajiban untuk memajukan organisasi, menjaga nama baik organisasi, dan tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ketentuan organisasi misalkan menjual organisasi dirana politik praktis demi mendapatkan keutungan pribadi.
Kemudian kaders dan angotta IPMAM punya hak yang sama untuk memimpin IPMAM  ketika diyakini mampu dan mempunyai kapasitas serta kapabilitas ilmu pengetahuan yang memadai. Dapat dipercaya bisah memimpin IPMAM kearah lebih baik dengan tidak bertentangan dengan etika organisasi. Ketentuan pengangkatan pimpinan tersebut telah diatur dalam ketentuan khusus organisasi yang merujuk pada AD/ART IPMAM.
Harus diingat pula bahwa regenerasi kepemimpinan Ipmam akan berjalan baik, ketika para pimpinan dalam menjalangkan roda organisasi hari ini, hari esok, betul-betul amanah, dan bijak, disaat mendudkan berbagai persoalan yang melanda organisasi. Baik persoalan internal organisasi, maupun persoalan yang berubungan dengan Masyarakat. Pimpinan IPMAM diharapkan tidak harus berfikir sectarian dan bisa bersinergi dengan sesama anggota IPMAM serta sesama masyarakat Dusun Amaholu.
Kerateristik kepemimpinan IPMAM yang mampu bertindak local berfikir global. Akan semakin menjadikan IPMAM sebagai salah satu organisasi yang hanya skala kampung (paguyuban) ini. Kedepan dapat bersaing dengan orangisasi Mahasiswa dan organisasi kepemudaan lainya, minimal di Parovinsi Maluku. Itu berarti bahwa, anggota dan kades IPMAM dituntut untuk meningkatkan sumber daya manusia yang progresif dan berkwalitas melalu lembaga formal maupun non formal kemahasiswaan. Setiap anggota Ipmam yang sudah memasuki dunia kampus diharuskan dan wajib hukumnya untuk mengikuti organisasi, dan bukan hanya organisasi yang berskala kampung dan daerah tetapi, lebih dari itu. Harus masuk diorganisasi-organisasi yang berskala Nasional.
Pemikiran yang membuat mahasiswa IPMAM kadang terbelakang akibat dirinya takut dalam menentukan sikapnya. Tak mampu bersaing di luar komunitasnya. Sehingga sering muncul dalam dirinya egoisme berlebihan. Mengangap dirinya hebat, orang lain harus ikut seperti jejaknya. Padahal Ia hanya bisa bersaing di komunitasnya sendiri, karena tak mampu bersaing dilingkungan multikomunitas. Dari realitas yang terjadi saat ini, para mahasiswa khusunya anggota Ipmam. Ada yang tidak mau mengikuti dan belajar di organisasi yang berskala nasional. Misalnya, mengikuti organisasi di Pusat perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM), dan organisasi-organisasi mahasiswa yang bersekala nasional lainya. Hal tersebut disebabkan, mahasiswa IPMAM yang tidak pernah memasuki Organisasi  Nasional. Kadang terjebak pada pikiran-pikiran  awam dari mahasiswa atau seniornya dikampus. Pada masa kuliahnya tidak mau dan tidak pernah berorganisasi. Pikiran kolot seperti ini, juga sering ditransperkan kepada orang tua di kampung. Sehingga para orang tua, kadang melarang anaknya untuk mengikuti organisasi kemahasiswaan. Anggapanya, ketika mengikuti organisasi kemasiswaan itu, justru akan menghambat proses perkuliahan dikampus. Matakuliah bisa terbengkalai dan hal itu berimbas pada buruknya indek prestasi kumulatif (IPK), kelamaan dalam proses perkuliahan sehingga tidak sesui target yang dijanjikan orang tua untuk secepatnya mendapat gelar sarjana.
     Tidak heran. Jika mahasiswa-mahasiwa berpikiran yang boleh dibilang dangkal itu, paling akrab dengan lingkungan kampus, kamar, dan kampung. Artinya ketika ia selesai melaksanakan kegiatan perkuliahan dikampus, ia langsung pulang kekamar. Disaat mendengar libur, inginnya cepat-cepat pulang dikampung, dan biasanya pada saat kegiatan kampus sudah mulai aktif ia pun sering menunda-nunda waktu liburnya dikampung. Dikampung pun Ia terlihat sok berlaga pahlawan, aktivis, dan punya banyak cerita tentang dunia kampus. Kampus itu begini dan begitu. Mahasiswa itu harus seperti ini dan harus seperti itu. Intinya hanya ingin mencari pengakuan dari masyarakat kampung, agar masyarak bisa mengakui dirinya bahwa dia adalah mahasiswa hebat dan punya pikiran kritis ketika melihat dan mendengar hal-hal yang dianggapnya salah. Pahlawan men..! Labih parahnya lagi, mahasiswa seperti itu biasanya memotivasi adik-adik yang masih duduk dibangku sekolah. Tentang keadaan kampus antara pergaulan kaum adam dan kaum hawa (cewe dan cowo). Kebanyakan generasi Ipmam Yang duduk dibangku sekolah terjebak dengan motivasi kolot dari mahasiswa yang benar-benar tidak menguasai sepisifikasi ilmunya dengan baik dan benar. Sehingga niat kuliah bukan karena ulill allbab (haus akan ilmu). Tetapi, ingin melanjutkan studinya dengan nawaitul untuk menikamati  panorama cinta didunia kampus, yang mengakibatkan kesalahan dalam pergaulan dikampus. Padahal harus disadari bahwa salah satu kendala yang membuat pendidikan itu tertunda adalah perempuan dan laki-laki dalam konteks pacaran yang tidak terbimbing. Persoalan antara pacaran dalam kampus bisa menjadi motivasi yang baik, ketika hari ini mahasiswa mudah-mudi mampu menjadikan pacaran sebagai bahan hevoria hati, dimana cewe dan cowo harus saling memotivasi dan saling mengingatkan agar tidak terjebak dengan rayuan iblis dan setan belaka. Dengan asas persoalan jodoh itu Allah Swt yang mengatur semuanya.
Mari kita mengingat kembali filsofis sacral orang tua-tua dikampung bahwa “ande kasikolancu katutue mata mimumu kasih, ingata anano mia. Kapikirie kasi kasetengah mati mancuaana mimuana, tamoa molie kasi namohendee kamandang salaano, gagara-gara biayaano sikolaah mimuana. Mai ande kasikolaah ancu, kabelajara memela. Ngala pouka mancuana mimuana kasi be’ano, setenga matino, kolipuka simimu ana-ana”.
Sekedar gambaran dari filsofi diatas yaitu pertama; ande kasikolah katutue mata mimu artnya, setiap orang tua-tua yang menyekolahkan anaknya tidak mau anaknya terjebak dengan konsep pacarnisasi (pacaran tampa batas didunia kampus) yang sering berakibat pada terganjalnya proses perkuliahan  karena  celaka, yang mengiring anak menujuh ketahap pernihaan dalam masa kuliah.
Kedua; Kapikirie kasetenga mati mancuanana mimuana maknanya yaitu seorang anak yang melanjutkan studinya diperguruan tinggi dituntut agar benar-benar memikirkan kerja keras orang tua. Sehingga ia mampu memnguasai spesifikasi ilmu yang dituntutnya.
Ketiga ; Mai ande kasikolaah ancu kabelajara memelah.Maknanya, tidak ada sesuatu yang indah yang diharapkan orang tua melainkan sebuah persembahan kecerdasan dan keberhasilan yang dipersembahkan anak untuk orang tuanya, dengan penguasaan ilmu yang benar. Agar bisa bermanfaat untuk dirinya, keluarganya, Dusun Amahaolu dan daerah serta Negara secara umum.
Keempat; Ngala pouka mancuana mimuana kasi be’ano, setenga matino, kolipuka simimu ana-ana. Maknanya, cukup orang tua yang tidak punya ilmu pengetahan yang memadai. Tapi anaknya harus punya ilmu dan pengetahuan yang benar agar bisa mengangkat harkat dan martabat orang tua, karena setiap orang tua sadar penguasaan ilmu yang benar akan bermanfaat pada kesejateraan dirinya dan keluarganya.
Terlepas dari pemikiran diatas mahasiswa yang berpikiran kolot, ambivalen, dan oportinis (mahasiswa menang gaya) akan berakibat hancurnya regenerasi Dusun Amaholu. Karena pemikiran mereka tidak mampu memberikan motivasi terbaik kepada proses perkembangan generasi di dusun Amaholu. Tipe mahasiswa yang sok pahlawan, biasanya hanya bisa besar dikomunitas orang-orang kecil, dan kecil dikomunitas orang-orang besar. Maksudnya ia hanya dianggap besar ketika berada dilingkungan masyarakat awam, bukan besar dikomunitas orang-orang itelektual.
Pertanyaanya adalah, apakah orang-orang yang mengikuti Organisasi Nasional tersebut, bukan berasal dari mahasiswa? Apakah mereka yang mengikuti organisasi, tidak pernah kuliah seperti orang yang tidak mengikuti organisasi?. Mereka juga adalah mahasiswa, mereka juga melaksanakan kuliah. Mereka juga bisa mendapatkan gelar sarjana seperti orang yang tekun dalam kulianya dan tak mau berorganisasi.
Sudah teruji dari pengalaman yang ada, bahwa mahasiswa yang mengikuti organisasi nasional (aktivis) dan yang tidak pernah mengikuti organisasi nasional, biasanya tingkatan ketajaman skill dalam melihat dan memandang realitas agak berbeda. Sementara mahasiswa yang tidak pernah mengikuti organisasi nasional mereka biasanya terjebak pada konsep ambivalen dan oportunis (tidak mau pusing dan menang gaya).
Memang akan punya perbedaan yang sanggat jauh, antara yang pernah berorganisasi dan tidak pernah mengikuti organisasi. Baik dari segi retorika maupun dari segi ketajaman intelektual lainya. Mereka yang berorganisasi, bukan hanya kuliah untuk mendapatkan nilai tetapi, inginnya mendapatkan ilmu pengetahuan tidak hanya didalam kampus, namun juga diluar kampus. Mahasiswa tidak hanya berteori didalam kelas. Tetapi, bagaimana memperaktekan teori tersebut dilapangan. Agar sesuai dengan pengamalan tridarma perguruan tinggi yaitu pendidikan, pengabdian dan penelitian. Mahasiswa juga punya tanggungjawab social untuk mengbdikan dirinya kepada Masyarakat.
Sebenarnya tujuan berorganisasi dan mengikuti organisasi yang berskala nasional adalah agar merubah pola dan pradikma berfikir seseorang sebagai mahasiswa. Sehingga ia tidak lagi berfikir sectarian yang hanya mementingkan kepentingannya dan kelompoknya. Syaifuddin dalam artikelnya Sebuah pilihan delematis menuju mahasiswa yang idealis” menulis dan menjelaskan bahwa Mahasiswa asal kata “Maha”. Sebuah kata yang yang identik dengan konotasi laur biasa atau menakjubkan. Maha juga sering dilekatkan pada sesuatu yang memiliki kekuatan besar atau mempunyai nilai lebih dari pada sesuatu yang lain. Maha agung misalnya, adalah kata yang dilekatkan pada Tuhan sang pencipta yang mempunyai kemampuan dan kakuatan yang lebih dari apapun di jagat raya ini. Pemakian kata maha ini juga berlaku pada dunia akademis yakni pada kata mahasiswa. Atas dasar Inilah masyarakat menganggap mahasiswa adalah mahanya para siswa yang mempunyai kemampuan luar biasa dalam segala bidang keakademikan dan bisa melakukansegalanya. Ini juga yang menyebabkan mahasiswa jadi harapan setiap orang untuk bisa menjadi Agent Of change (agen perubahan) dalam komunitasnya. Dengan berorganisasi pula, mahasiswa akan punya kepedulian terhadap orang lain atau kata lain mahasiswa yang punya tanggung jawab sosial.
Mahasiswa dalam persinggungannya dengan kehidupan bermasyarakat mempunyai tiga tanggagung jawab besar. Pertama, Pendidikan. Dalam hal ini mahasiswa dituntut bisa menguasai spesifikasi keilmuan dan pengetahuan serta wawasan yang luas. Keilmuan, pengetahuan serta wawasan yang luas inilah yang nantinya menjadi modal seorang mahasiswa dalam hidup bermasyarakat. Kedua, penelitian. Dalam kehidupan bermasyarakat tidak akan pernah luput dari adanya permasalahan dan perselisihan, Ini menuntut semua pihak untuk bisa melakukan penilaian secara obyektif agar mampu menemukan titik temu dalam penyelesaiannya. Dalam konteks inilah penelitian perlu dilakukan seorang mahasiswa agar perkembangan dan kemajuan dapat terwujud. Ketiga, pengabdian masyarakat. Ini harus dilakukan karena diakui atau tidak mahasiswa adalah bagian dari masyarakat, dan sudah barang tentu baik dan tidaknya masyarakat juga menjadi Pekerjan Rumah mahasiswa. Ketiga tanggung jawab ini sering dikenal sebagai Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dalam mengawal Tri dharma Perguruan Tinggi diatas, penulis sedikit meminjam perkataan Waladi Imaduddin, Seorang tokoh pergerakan dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa sebagai agent of change mahasiswa harus sukses dalam tiga bidang, sukses akademik, sukses sosial, dan sekses spiritual.
Seorang mahasiswa harus mampu menyelesaikan tugas akademiknya karena itu adalah tujuan utama mereka ada di perguruan tinggi. Disamping itu seoarang mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat harus mampu mengawal mereka menuju masyarakat yang madani tanpa ketimpangan. Dan yang terakhir mahasiswa harus mampu menggapai kesuksesan dalam hal spiritual. ini sangat diperlukan mengingat segala sesuatu yang kita lakukan di dunia ini adalah bertujuan untuk mencapai kebahagiaan di akhirat yang tidak akan mungkin dapat tercapai seseorang tanpa memeliki kesalehan spiritual. Jika ketiga keberhasilan ini mampu mereka raih maka layaklah mereka disebut mahasiswa yang ideal dan unggul. Keunggulan mahasiswa yang berorganisasi dan mengikuti organisasi nasional adalah ia akan punya jejaring (network) dari berbagi etnis dan agama.
Munculnya pemikiran sectarian, pemikiran yang hanya mementingkan diri sendiri dan kelompok, pemikiran yang saling mencurigai, dan lebih-lebih pikiran tidak saling percaya sesama anggota IPMAM hanya akan menjadikan IPMAM tidak mempunya nilai apa-apa di mata masyarakat, lebih khusus masyarakat Dusun Amaholu. IPMAM bisa jadi akan mendapat mosi tidak percaya dari masyarakat. Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan IPMAM pun tidak akan bermakana apa-apa lagi didalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut bisa jadi akan berimbas pada harmonisasi kehidupan masyarakat Dusun Amaholu.
Pemikiran sektarian disini yang juga saya maksudkan adalah munculnya pemikiran yang hanya membangakan dirinya dan memengagumkan kelompoknya. Misalkan, ada anggapan Dia mahasiswa dari Hatawano, Los, Mange-Mange, dan lain-lain. Jadi kita tidak harus bergaul dengan mereka (membeda-bedakan). Gambaran paling sederha yaitu yang terjadi di internal ipmam dan Dusun Amaholu. Dia orang Alepeno dan Dia orang Abongkano. Mereka orang Alepeno yang pimpin  IPMAM jadi, dalam kerja-kerja organisasi biarlah mereka yang kerja sendiri. Kita tidak harus membantu mereka. Mereka orang Abonkano yang pimpin Ipmam, jadi biarlah mereka yang kerja tugas-tugas organisasi. Akhinya kerja-kerja organisasi sering bertumpuk pada pimpinan ipmam. Pemikiran yang keliru tersebut, harus dikupas tuntas sampai keakar-akarnya agar tidak terwarisi oleh generasi Ipmam berikutnya. Perbedaan Abongkano dan Alepeno ini muncul, hanya lantaran masi ada egoisme sektarian didalam tubuh internal IPMAM itu sendiri.
Sebenarnya hanya lantaran Kali mati kecil, yang mebentang  membagi kampung seakan menjadi dua bagian, dan saat ini disatukan oleh bangunan Gorong-gorong seakan menjadi pembatas antara Abongkano dan Alepeno. Sehingga munculah angapan Pembatasan dalam istilah orang Amaholu Alepeno Dan Abongkano.
 Alepeno dan Ambongkano sering terdengar dalam pergaulan masyarakat Dusun Amaholu. Masyarakat yang berfikir awan dan kadang direstui Pelajar dan Mahasiswa yang juga sama-sama punya pemikiran Awam, menjadikan hal tersebut sebagai dasar munculnya sekte-sekte atau pembatasan kampung didalam kampung sendiri.
 Pikiran-pikiran itu justru menjadikan IPMAM dikelin sebagai organisasi yang generasi-generasinya rancu dan tidak mempunyai komitmen bersama dalam menjalangkan tujuan organisasi. Yaitu terbentuknya pribadi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, Berbudi luhur, berilmu, cakap, kreatif dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya. Ketika generasi ipmam rancu, maka sudah barang tentu pimpinan tidak akan dapat mengurus dan menyatukan pemikiran anggota. Sehingga para anggota tidak merasa bertanggungjawab terhadap amanah yang diembangnya selaku generasi IPMAM. Herangnya, Pemikiran-pikiran alepeno dan abongkano tersebut, masih ada dan masih terbentuk diwatak para generasi IPMAM sampai hari ini. Baik itu pelajar, maupun mahasiswa. Padahal alepeno dan abongkano semuanya adalah sama. Sebab sama-sama  anggota IPMAM, dan sama-sama satu Kampung Amaholu, bahkan sama-sama satu nenek moyang, yaitu mayoritas generasi IPMAM berasal dari generasi Kasse.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa generasi IPMAM dan masyarakat Dusun Amaholu adalah Mayoritas berasal dari Generasi Kasse. Tak heran jika masyarakat Dusun Lain yang beretnis Buton Cia-Cia, sering menyebut orang Amaholu adalah orang-orang Kasse. Bahkan ada anggapan yang lebih keliru dan kolot,  bahwa orang Kase dan generasinya adalah berkasata rendah. Dimana orang etnis Cia-Cia Buton Kasse hanya bisa menikah dengan sesama golongan Kasse lainya. Sedangkan dengan golongan etnis Buton Cia-Cia lain tidak bisa menikah. Lebih-lebih golongan itu berkatsa Ode. Padahal jika ditelusuri lebih dalam lagi, bahwa generasi masyarakat Dusun Amaholu bukan semua berasal dari Kasse melaingkan banyak generasi Amaholu juga ada yang berkasta ode. Tapi, kasta ode tersebut sengaja disembunyikanya. Membangakan kasta ode bagi masyarakat Amaholu bukanlah hal penting, melaingkan tingkatan keimanan dan ketakwaan seseoranglah yang menjadi pondasi dasar yang perlu dibangakan.
Perkataan yang menyinggung sekaligus menghina etnis Kasse, sering dijumpai oleh generasi-generasi Ipmam di dalam pergaulannya dengan orang-orang etnis Cia-Cia lain, yang juga berfikir kolot dan  sectarian. Karena lagi-lagi yang diliahat adalah struktur social dalam masyarakat warisan budaya buton Masa lalu yang belum tentu teruji kebenaranya. Itulah pemikiran sectarian keliru juga kolot.  Mereka hanya memandan generasi orang lain berdasarkan pandangannya. Bukan memandang berdasarkan pandangan generasi itu. Biasanya fikiran-fikiran seperti ini pada akhirnya terjebak pada sifat cauvanisum yaitu membanggakan budaya dan generasi sendiri dan menganggap rendah budaya dan generasi lain.

Secara agama bahwa islam tidak pernah mengajarkan dan membagi manusia dalam kehidupan kasta-kasta, karena islam memandang semua manusia adalah sama. Sebab sama-sama mahluk Tuhan yang harus mengabdi kepadaNya. Tuhan hanya akan membedakan manusia pada tingkat keimanan dan ketawaan, dibaringi dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, sebagaimana Allah Berfirman artinya“ Allah akan mengangkat Beberapa derajat dari mereka yaitu orang-orang yang berilmu dan bertakwa”.
Beranjak dari firman tersebut Allah Swt, tidak pernah membedakan hambanya terkecuali orang-orang berilmu dan bertakwa. Naïf ketika etnis dinegri ini kadang ada yang mengklasifikasikan manusia dalam lingkungan sosialnya.
Ipmam merupakan organisasi dinama setiap anggota berkewajiban menjunjung tinggi etika, sopan santun, dan menjalankan aktifitas organisasi (ART pasal 8 poin 4). Kewajiban anggota ini harus ditanamkan didalam masing-masing anggota ipmam, agar nilai-nilai kebersamaan itu bisa terwujud secara maksimal. Sehingga para anggota, pengurus, dan kades bisa saling mengargai, monghormati dan menjunjung tinggi etika persaudaraan. Demi terciptanya suasana harmonis di setiap anggota IPMAM.
 Sekali lagi penulis ingatkan, secara institusi ipmam juga sangat merarang anggota dan kadesnya untuk  memakai lebel organisasi, menjual organisasi dirana politik praktis demi mewujudkan kepentingan pribadi. Ipmam adalah organisasi yang lebih mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingga pribadi. Setiap anggota dalam organisasi ini, juga berkewajiban menjaga nama baik organisasi, sehingga organisasi bisa mendapat kepercayaan penuh di lingkungan masyarakat Dusun Amaholu. Sebagai organisasi pengabdian kepada masyarakat. Ipmam  sudah sepatasnya memberikan kontribusi dalam bidang pengembangan sumber daya manusia, dan pencerahan yang baik kepada masyarakat Dusun Amaholu tentang pentingnya kebersamaan, persaudaraan dan menghindari konflik (pertentangan) internal sesama anggota Ipmam dan masyarakat Dusun Amaholu. Sehingga generasi-generasi ipmam kedepan bisa menjadi barometer yang diperhitungkan oleh generasi paguyuban lain bukan hanya dipesisir Huamual Barat Seram Bagian Barat secara husus melaingkan Maluku secara kolektif.
Ipmam hari esok akan lebih berwarna, Ipmam kedepan akan menjadi penentuh pembangunan masa depan Huamual, Ipmam diera mendatang akan menjadi kiblat pendidikan di huamual, jayalah ipmamku dan majulah generasiku, utukmu Amaholu generation.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH KETERTIBAN

KATA PENGANTAR Dengan Menyebut nama Allah SWT, yang selalu melimpahkan kasih sayang kepada makhluknya, segala puja dan puji hanya dipersembahkan kepadanya, shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sebagai penunjuk jalan bagi umat menuju keridhaan Allah SWT. Makalah ini disusun dengan maksud untuk menambah bahan pengetahuan tentang Ketertiban. Ketertiban yang dimaksud dalam makalah ini adalah ketertiban sebagai landasan kehidupan dilingkungan baik lingkungan pendidikan, perkantoran, maupun dilingkungan masyarakat umum dan kedisiplinan seseorang terhadap aturan yang berlaku. Namun demikian   usaha seperti ini dirasakan masih sangat kurang bila dibandingkan dengan luasnya permasalahan-permasalahan Ketertiban diberbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Penulis menyadari bahwa penulisan Makalah ini jauh dari harapan akan kesempurnaan. Namun berkat usaha penulis dan bantuan yang selalu datang dari berbagai pihak, hingga penulisan makalah ini dapat diseles...

Universitas Banda Naira Gelar Yudisium Sarjana Perdana

  Wakil rektor bidang akademik (tengah depan) beserta dekan dan sejumlah ketua program studi dalam acara Yudisium Sarjana Rabu (11/1/2023), Pagi. AG-HISTORIS.com , Banda ; Setelah resmi naik status dari sekolah tinggi (STP dan STKIP) Hatta-Sjahrir menjadi Universitas Banda Naira (UBN) pada 2022 lalu, kampus yang dikelolah Yayasan dan Warisan Budaya Banda itu, mengelar yudisum masal perdana kepada 47 orang mahasiswa yang telah menempuh ujian sarjana hingga pekan lalu. Kegiatan serimonial akademik untuk pengesahan pengunaan gelar sarjana ini, diikuti oleh sebanyak 27 lulusan Fakultas Perikanan dan 20 mahasiswa lulusan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) di gedung Harmony Society, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Rabu (11/1/2023). Dalam sambutannya, Wakil Rektor (Warek 1) Bidang Akademik UBN Budiono Senen, S.Pi., M.Si, mengatakan pemberian gelar sarjana ini merupakan suatu kebangaaan sekaligus beban. "Masyarakat di luar sana menunggu pengabaian Anda sebagai ...

AKULTURASI KEBUDAYAAN ISLAM DI NUSANTARA DALAM PERSPEKTIF EKONOMI POLITIK SOSIAL DAN BUDAYA

KATA PENGANTAR Mendahului kata pengantar ini, penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa Pengasih Lagi Maha Penyayang atas limpahan rahmat-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini disusun dengan maksud untuk menambah bahan pengetahuan tentang “ Akulturasi Kebudayaan Islam Dalam Persingunganya Dengan Kebudayaan Lokal Dalam Perspektif Ekonomi Politik Sosial Dan Budaya.” Kemampuan Islam untuk beradaptasi dengan budaya setempat, memudahkan Islam masuk ke lapisan paling bawah dari masyarakat. Akibatnya, kebudayaan Islam sangat dipengaruhi oleh kebudayaan petani dan kebudayaan pedalaman, sehingga kebudayaan Islam mengalami transformasi bukan saja karena jarak geografis antara Arab dan Indonesia, tetapi juga karena ada jarakjarak kultural. Proses kompromi kebudayaan seperti ini, tentu membawa resiko yang tidak sedikit, karena dalam keadaan tertentu seringkali mentoleransi penafsiran yang mugkin agak menyimpang dari aja...