Oleh: Habil Kadir
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FIS Unidar Ambon.
Pemilihan Gubernur Maluku menurut
rencana akan dihelat pada Juli 2013 mendatang. Sejumlah nama telah digadang
bakal bertarung memperebutkan karpet merah, seperti: Said Assagaff, Fredy
Latumahina, Abdullah Tuasikal, Alex Litaay, Azis Samual, Nono Sampono, Alex
Retraubun, Suadi Marasabessy Daud Sangadji, dan Edison Betaubun.
Dari sekian nama diatas, muncul fenomena menarik. Bukan hanya figur tua, pun ikut menderek hasrat para jagoan muda adu balapan di sirkuit melawan para seniornya. Michael Wattimena, Abdullah Vanath, Abdul Hamid Rahayaan adalah sederet nama selanjutnya mewakili figur kaum muda yang telah menyatakan sikap resmi untuk ikut ambil bagian.
Dari sekian nama diatas, muncul fenomena menarik. Bukan hanya figur tua, pun ikut menderek hasrat para jagoan muda adu balapan di sirkuit melawan para seniornya. Michael Wattimena, Abdullah Vanath, Abdul Hamid Rahayaan adalah sederet nama selanjutnya mewakili figur kaum muda yang telah menyatakan sikap resmi untuk ikut ambil bagian.
Tentu ini adalah satu langkah
maju. Sekaligus momentum baik bagi peningkatan mudan kualitas kultur
demokratisasi kita di aras lokal. Guna melengkapi ikhtiar bersama tercapainya
proyek demokratisasi subtantif. Sebagai akibat dari proses konsolidasi
demokrasi dan regenerasi kepemimpinan, sejauh ini berjalan cukup stabil dan
seimbang dengan banyaknya partisipasi kaum muda tampil dalam pentas politik.
Hal yang ternyata ber-antitesa
dengan prediksi banyak orang, bahwa Pilgub Maluku 2013 masih dominasi kaum tua
(the sunset generation) berkontestasi secara prosedural-elektoral memperebutkan
kuasa. Kaum muda sulit mendapatkan ruang dan tempat.
Anggapan ini sebenarnya sah-sah saja. Tatkala ketika kita mencermati proses Pilgub Maluku di dua periode sebelumnya (2003 dan 2008), hak dan partisipasi politik kaum muda dibajak oleh hegemoni elit kaum tua yang begitu dominan. Sehingga kita tidak saksikan seorang anak`muda tampil merebut tapuk kuasa gubernur maupun wakil gubernur.
Namun, sepertinya anggapan tersebut harus dibuang jauh-jauh. Dinding tebal arsitektur hegemoni politik kaum tua, sudah tak lagi kokoh. Situasi yang kemudian membuka peluang bebas bagi kaum muda bersaing merebut tapuk kekuasaan kepemimpinan daerah.
Terlepas dari plus-minus dan apapun jejak rekam mereka, tampilnya para kaum muda harus kita dorong dan apresiasi. Mereka adalah representasi dari kita. Juga secara tidak langsung, telah berhasil menginspirasi generasi berikut. Soal menang-kalah, juri adilnya kita kembalikan terhadap selera rakyat.
Anggapan ini sebenarnya sah-sah saja. Tatkala ketika kita mencermati proses Pilgub Maluku di dua periode sebelumnya (2003 dan 2008), hak dan partisipasi politik kaum muda dibajak oleh hegemoni elit kaum tua yang begitu dominan. Sehingga kita tidak saksikan seorang anak`muda tampil merebut tapuk kuasa gubernur maupun wakil gubernur.
Namun, sepertinya anggapan tersebut harus dibuang jauh-jauh. Dinding tebal arsitektur hegemoni politik kaum tua, sudah tak lagi kokoh. Situasi yang kemudian membuka peluang bebas bagi kaum muda bersaing merebut tapuk kekuasaan kepemimpinan daerah.
Terlepas dari plus-minus dan apapun jejak rekam mereka, tampilnya para kaum muda harus kita dorong dan apresiasi. Mereka adalah representasi dari kita. Juga secara tidak langsung, telah berhasil menginspirasi generasi berikut. Soal menang-kalah, juri adilnya kita kembalikan terhadap selera rakyat.
Sebagai anak muda, jelas saya
kagum, salut atas semangat adrenalin dan optimisme naluri politik mereka.
Semangat yang dilatari oleh perasaan jenuh dan resah terus menjadi
bayang-bayang dibalik dominasi kaum tua. Pada konteks lain, tampilnya kaum muda
juga mengkonfirmasi kritik paling telanjang terhadap institusi partai politik
agar segera melakukan daur ulang terhadap genealogi oligarki kepartaiannya dan
darurat mengakomodir semangat reformasi kepemimpinan daerah, yang selama ini
macet dari aspek kaderisasi, perekrutan dan regenerasi calon pemimpin. Maka,
tidak berlebihan kehadiran tokoh-tokoh muda pada momentum suksesi Pilgub Maluku
2013 dianggap salah satu pillihan alternatif. Terlebih disaat pekerjaan rumah
mulai dari pengentasan kemiskinan, pengangguran sampai pemberatasan korupsi tak
kunjung rampung. Seperti yang dikemukakan Sukardi Rinakit dalam Kompas (Jalan
Baru Pemimpin Baru, 9-10-2007), kesadaran politik dalam pencarian pemimpin alternatif
menjadi suatu keharusan sejarah ketika kondisi kehidupan tak juga membaik.
Sehingga dibutuhkan tokoh-tokoh
muda yang segar sebagai upaya meneguhkan kembali proyek cita-cita dan
ekspektasi masyarakat Maluku ke rel sesungguhnya. Cita-cita dan ekspektasi
untuk melihat daerah ini maju, sejahtera, berkeadilan dan bermartabat.
Prospek dan Tantangan
Prospek dan Tantangan
Ditengah menguatnya wacana
tampilnya kepemimpinan kaum muda di pentas Pilgub Maluku 2013, timbul satu
pertanyaan: Mungkinkah Pilgub Maluku 2013 dapat mencetak seorang anak muda
untuk menjadi gubernur atau wakil gubernur ? Dalam sebuah kesempatan diskusi
dengan seorang teman aktivis, saya menghadirkan sejumlah daftar tentang prospek
dan tantangannya. Prospek dan tantangan, apakah kaum muda mampu lolos atau tidak
dalam ujian demokrasi lokal.
Sebagai seorang warga negara yang
telah memenuhi kriteria seperti dianjurkan dalam konstitusi, tentulah semua
orang mempunyai hak untuk dicalonkan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur.
Hak yang sama dimiliki oleh kaum muda. Problem berikut yang harus dipenuhi oleh
kaum muda adalah pada prasayarat pencalonan.
Prasyarat pencalonan sendiri,
sesuai termaktub dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana diubah terkahir dalam UU Nomor 12 Tahun 2008, mengharuskan
seseorang menempuh jalur partai politik dan perseorang (independen).
Menyangkut hal pertama di jalur partai politik, kepemimpinan kaum muda di Maluku saat ini memiliki prospek cerah. Banyak figur politisi muda binar tersebar dan mengisi job startegis dalam ranah partai politik baik skala daerah maupun nasional.
PKB misalnya, ada figur Basri Damis sebagai ketua umum. Kemudian diikuti Said Muzaqir Assagaff di PKS. Abdullah Vanath, di Partai Demokrat. Hingga Michael Wattimena dan Hamzah Sangadji, yang saat ini menjabat sebagai Korwil DPP Partai Demokrat untuk Maluku dan Wakil Sekjen DPP Partai Golkar. Dan sederet figur politisi muda binar lain yang tak kalah saing diposisinya.
Menyangkut hal pertama di jalur partai politik, kepemimpinan kaum muda di Maluku saat ini memiliki prospek cerah. Banyak figur politisi muda binar tersebar dan mengisi job startegis dalam ranah partai politik baik skala daerah maupun nasional.
PKB misalnya, ada figur Basri Damis sebagai ketua umum. Kemudian diikuti Said Muzaqir Assagaff di PKS. Abdullah Vanath, di Partai Demokrat. Hingga Michael Wattimena dan Hamzah Sangadji, yang saat ini menjabat sebagai Korwil DPP Partai Demokrat untuk Maluku dan Wakil Sekjen DPP Partai Golkar. Dan sederet figur politisi muda binar lain yang tak kalah saing diposisinya.
Jika sudah tersedianya ruang yang
memadai bagi tokoh-tokoh muda bergelut dan menduduki posisi puncak di ranah
partai politik, bukan hal mustahil rotasi kepemimpinan daerah ke tubuh kaum
muda hanya menunggu waktu. Tugas berikutnya, tinggal kaum muda mengkalkulasi
peluang menang-kalahnya. Seadainya peluang menang maju sebagai single fighter
kecil, langkah politik paling rasional dan hemat adalah memadukan antara senior
dan kaum muda. Untuk masa depan yang dekat, misalnya, gubernurnya kalangan
senior dan wakilnya kaum muda. Ataukah sebaliknya.
Perpaduan tersebut penting, bukan
saja menghindari konflik dikotomi tua-muda dalam waktu panjang. Tetapi untuk
mencegah kian tumbuh berkembang genealogi oligarki di partai politik. Diantara
banyak ruang prospektif bagi kaum muda, yang juga amat kita perlukan dari
mereka adalah ihwal keberanian solidaritas untuk duduk berkumpul bersama
merumuskan dan mengawal agenda-agenda suksesi kepemimpinan daerah dalam suatu
konsensus politik. Ini yang belum tercapai. Nyaris, kaum muda masih berjalan
membawa ego dan kepentingan politik masing-masing. Belum adanya solidaritas
bersama diantara kaum muda itu, sulit bagi kita membangun imajinasi dan harapan
lahirnya kepemimpinan muda di masa datang ibarat jauh dari panggangan api. Pun
pada persoalan krusial lainnya, mengenai adanya ancaman dari kaum tua yang
secara infrastruktur politik sudah mapan: jaringan, finansial dan basis massa.
Dan yang paling serius, berasal dari personalitas kaum muda itu sendiri. Harus
diakui jujur, rapor dan trust kaum muda secara generalitif sedang jelek dimata
publik. Persoalan korupsi yang melilit beberapa sosok kaum muda baik di
legislatif dan ekskutif belakang ini, membuat publik mulai ragu dan tidak
bergairah untuk melirik sosok kepemimpinan kaum muda.
Seperti terlihat dengan hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada Oktober 2011 lalu, sebanyak 75,2 persen dari 1200 responden menilai kiprah politisi muda buruk. Sisanya 24,8 persen menilai baik. Serta yang terbaru, bisa kita lihat secara seksama hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 29 Mei 2012, dimana pertimbangan paling penting bagi pemilih masih berkutat pada aspek integritas (66,2 persen responden). Baru aspek rekam jejak dan pendidikan.
Seperti terlihat dengan hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pada Oktober 2011 lalu, sebanyak 75,2 persen dari 1200 responden menilai kiprah politisi muda buruk. Sisanya 24,8 persen menilai baik. Serta yang terbaru, bisa kita lihat secara seksama hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada 29 Mei 2012, dimana pertimbangan paling penting bagi pemilih masih berkutat pada aspek integritas (66,2 persen responden). Baru aspek rekam jejak dan pendidikan.
Pada titik genting ini, penting
bagi sejumlah figur kaum muda yang telah mendekler diri ikut balapan di Pilgub
Maluku 2013, harus bekerja keras melewati lintasan yang penuh tikungan. Agar
sukses kembali memperoleh simpati dan trust dari publik. Bilamana tidak, maka
siap-siap kereta dorong kaum muda bakalan mogok di tengah jalan. Hanya saja,
lebih dari itu, sesungguhnya mereka figur kaum muda sedang berikhtiar panjang
membangun fondasi kokoh dan jalan lapang. Agar saya, anda, dan kalian semua
dapat mempersiapkan diri lebih matang menjadi calon pemimpin muda masa depan
ditengah derasnya arus demokratisasi yang memberikan kesempatan bagi siapa
saja.
Kini, dengan semakin banyak muncul
figur baik tua dan muda mencalonkan diri sebagai gubernur dan wakil gubernur di
pentas Pilgub Maluku 2013, membuat selera politik kian variatif dan selektif.
Tinggal kita serahkan sepenuhnya kepada masyarakat Maluku untuk menakar
integritas, jejak rekam dan kualitas kemampuan setiap calon. Agar demokrasi
tidak bergeser ke titik kebangkrutan, karena satu hal: salah pilih pemimpin. Untuk
itulah, kepada bung Wattimena, bung Vanath, bung Rahayaan dan bung-bung yang
lain; terima kasih atas semangat adrenalin dan optimisme naluri politik yang
ditunjukan. Kalian kini menggenggam makna sejarah. Jika salah memilih jalan dan
peran, rakyat akan mati. Jika benar memilih jalan, rakyat akan mukti ! (*)
Komentar
Posting Komentar