Oleh: Julian
Kita
sering mendengar tuduhan bahwa Marxisme bertentangan dengan agama serta
memusuhi orang yang taat. Bukankah Marx pernah menyebutkan agama sebagai
"candu rakyat"?
Sebetulnya
sikap Marx dan Lenin dalam hal ini sering disalahartikan, baik oleh orang non-sosialis
maupun oleh tidak sedikit orang yang mengaku Marxis. Kritik Marx yang termasyur
mengenai peranan agama dalam masyarakat sebetulnya tidak diarahkan untuk
meremehkan kepercayaan manusia pada Tuhan.
Memang
betul bahwa Marx, sebagai seorang filosof yang bersikap materialis, tidak
percaya pada Tuhan. Namun demikian Marx sangat menaruh simpati pada rakyat
biasa yang beragama. Untuk memahami sikap Marx yang sebenarnya, mari kita
menyimak tulisannya "Kritik terhadap Filsafat Hukum Hegel". Di sini
kita mendapati rumusan terkenal tentang "candu rakyat", tapi dalam
konteks spesifik.
"Di
negeri Jerman," tulisnya, "kritik terhadap agama dalam garis besar
sudah lengkap". Artinya, kritik tersebut sudah diselesaikan oleh kaum
filosof yang mendahului Marx (kaum "Hegelian Muda" terutama
Feuerbach). Marx merangkum kritik mereka sebagai berikut:
"Landasan
untuk kritik sekuler adalah: manusialah yang menciptakan agama, bukan agama
yang menciptakan manusia. Agama adalah kesadaran-diri dan harga-diri manusia
yang belum menemukan diri atau sudah kehilangan diri sendiri."
Kedua
kalimat ini memaparkan, bahwa agama (dan Tuhan) merupakan produk ideologis yang
dibuat oleh manusia. Namun di mata Marx, penciptaan itu memiliki segi yang
agung sekaligus mengharukan. Kemudian Marx berpaling ke aspek sosial yang
merupakan perhatian utamanya:
"Namun
manusia bukanlah suatu makhluk yang berkedudukan di luar dunia. Manusia itu
adalah dunia umat manusia, negara, masyarakat. Negara ini, masyarakat ini
menghasilkan agama, sebuah kesadaran-dunia yang terbalik, karena mereka sendiri
merupakan sebuah dunia terbalik."
Jika manusia melihat
dunia melalui kacamata agamis yang terbalik, itu disebabkan karena manusia
hidup dalam masyarakat yang timpang:
"Agama
merealisasi inti manusia dengan cara fantastis karena inti manusia itu belum
memiliki realitas yang nyata. Maka perjuangan melawan agama menjadi perjuangan
melawan sebuah dunia nyata yang aroma jiwanya adalah agama tersebut." Kaum
sosialis tidak diajak berkampanye malawan agama sebagai tugas pokok, melainkan
diajak berkampanye melawan bentun-bentuk sosial yang timpang.
Tugas
utama kaum Marxis adalah untuk memberantas eksploitasi dan penindasan, dan
agama juga merupakan protes terhadap penindasan itu:
"Kensengsaraan
agamis mengekspresikan kesengsaraan riil sekaligus merupakan protes terhadap
kesengsaraan itu. Agama adalah keluhan para makhluk tertindas, jantung-hati
sebuah dunia tanpa hati, jiwa untuk keadaan tak berjiwa. Agama menjadi candu
rakyat.
Tanpa
perjuangan untuk pembebasan sosial, kritik terhadap agama adalah sia-sia bahkan
negatif, karena kritik semacam itu hanya mempersulit penghiburan emosional yang
sangat dibutuhkan oleh manusia:
"Kritik
telah merenggut bunga-bunga imajiner dari rantai, bukanlah supaya manusia akan
terus mengenakan rantai yang tak terhias dan suram itu, melainkan agar dia
melepaskan rantai itu dan memetik kembang hidup."
Marx
menutup teks ini dengan menhimbau agar kaum filosof meninggalkan kritik
terhadap agama demi memperjuangkan perubahan sosial:
"Maka
begitu dunia di luar kebenaran itu hilang, tugas ilmu sejarah adalah untuk
memastikan kebenaran dunia nyata ini. Begitu bentuk suci dari keterasingan
manusia telah kehilangan topengnya, maka tugas mula bagi filsafat, yang menjadi
pembantu ilmu sejarah, adalah untuk mencopot topeng keterasingan dalam
bentuk-bentuk yang tak suci. Sehingga kritik terhadap surga menjelma menjadi
kritik terhadap alam nyata; kritik terhadap agama menjadi kritik terhadap
hukum, dan kritik teologi menjadi kritik politik."
Sentimen
ini mengulangi isi semboyan revolusioner yang dimuat dalam Tesis IX Tentang
Feuerbach (tulisan Marx): "Para ahli filsafat hanya telah menafsirkan
dunia, dengan berbagai cara; akan tetapi soalnya ialah mengubahnya".
LENIN
Dalam
Revolusi Rusia, Lenin dan Partai Bolsyevik menerapkan kebijakan yang
berlandaskan pada prinsip-prinsip Marx tersebut di atas. Maka dalam
pemerintahan, kaum Bolsyevik tidak mengambil sikap anti-agama, melainkan
kepercayaan pada Tuhan dianggap sebagai masalah pribadi saja. Menurut Lenin
(dalam "Sosialisme dan Agama", 1905):
"Kita
minta agar agama dipahami sebagai sebuah persoalan pribadi ... seharusnya agama
tidak menjadi perhatian negara, dan masyarakat religius seharusnya tidak
berhubungan dengan otoritas pemerintahan. Setiap orang sudah seharusnya bebas
mutlak untuk menentukan agama apa yang dianutnya, atau bahkan tanpa agama
sekalipun, yaitu, menjadi seorang atheis ... Bahkan untuk sekedar penyebutan
agama seseorang di dalam dokumen resmi tanpa ragu lagi mesti dibatasi."
Pemerintahan
Bolsyevik memang memusuhi lembaga-lembaga agamis yang konservatif, dan melawan
hubungan resmi antara negara dan agama, tetapi sekali lagi untuk menjaga
prinsip-prinsip demokrasi:
"Subsidi-subsidi
tidak boleh diberikan untuk memapankan gereja, negara juga tidak boleh
memberikan tunjangan untuk asosiasi religius dan gerejawi. Ini harus secara
absolut menjadi perkumpulan bebas orang-orang yang berpikiran begitu, secara
independen dari negara. Hanya pemenuhan seutuhnya dari tuntutan ini yang dapat
mengakhiri masa lalu yang memalukan dan terkutuk, ketika gereja hidup dalam
ketergantungan feodal pada negara, dan rakyat Rusia hidup dalam ketergantungan
feodal pada gereja yang mapan..."
Sikap
kaum Bolsyevik sebagai partai politik memang agak berbeda. Sebagai sebuah
organisasi Marxis, partai melawan ideologi agamis dalam kelas pekerja:
"Partai
kita adalah sebuah perhimpunan para pejuang maju yang berkesadaran kelas, yang
bertujuan untuk emansipasi kelas pekerja. Sebuah asosiasi seperti itu tidak
dapat dan tidak seharusnya mengabaikan adanya kekurangan kesadaran- kelas,
ketidaktahuan atau klenik-klenik dalam bentuk keyakinan-keyakinan agama ...
kita mendirikan asosiasi kita ... tepatnya untuk sebuah perjuangan melawan
setiap agama yang menina bobokkan para pekerja..."
Meski begitu, mereka
tidak melarang orang beragama masuk partai:
"Jika
memang demikian, mengapa kita tidak menyatakan dalam Program kita bahwa kita
adalah atheis? Mengapa kita tidak melarang orang-orang Kristen dan para
penganut agama Tuhan lainnya untuk bergabung dalam partai kita?
"[Karena]
kita tidak boleh jatuh dalam kesalahan merumuskan persoalan agama secara
abstrak dan idealistis, sebagai sebuah masalah "intelektual" yang tak
berhubungan dengan perjuangan kelas, ... Tentulah bodoh untuk berpikir bahwa,
dalam sebuah masyarakat yang berdasarkan pada penindasan tanpa akhir dan
merendahkan massa pekerja, prasangka-prasangka agama bisa disingkirkan hanya melalui
metode propaganda melulu."
Seperti
Marx, Lenin beranggapan bahwa agama merupakan "keluhan para makhluk
tertindas", sehingga "prasangka agama" tidak bisa dihilangkan
tanpa menjungkirbalikkan tatanan sosial. Sebelum perubahan itu dapat tercapai,
sikap anti-agama hanya menjadi sektarian, dan bisa memecahkan kelas pekerja.
PASCA REVOLUSI
Bagaimana
dalam masyarakat sosialis di masa depan? Apakah kaum Marxis akan melarang agama
atau menindas orang yang taat? Pertanyaan ini sering diungkit dan bisa
dipahami, karena rezim-rezim stalinis (yang pura-pura sosialis) memang melarang
serta menindas agama. Selain itu, bukankah Marx dan Lenin menekankan bahwa
agama hanya bisa amblas setelah penindasan diberantas? Kalau begitu, apakah
agama mau "dihilangkan" secara aktif oleh masyarakat sosialis?
Sama
sekali tidak. Marxisme, yang berlandaskan pada materialisme, berharap agama
akan menghilang dengan sendirinya bila semua penindasan diberantas.
Artinya, selama manusia masih merasa memerlukan agama, itu membuktikan bahwa
pendindasan masih terjadi. Maka kaum Marxis mesti berjuang terus melawan
penindasan, bukan memushi agama.
Dalam
waktu jangka panjang, pandangan teoritis kaum Marxis dalam hal ini memang akan
teruji. Apabila dalam masyarakat sosialis seutuhnya yang akan tiba, manusia
tetap merasa memerlukan agama, itu hak mereka. Akan tetapi jika mereka tidak
lagi merasa begitu, analisis materialis Marxisme tentang agama akan terbukti
benar.
****
Komentar
Posting Komentar