Subscribe Us

header ads

Sekolah di Politisasi Guru Jadi Incaran Siswa Kena Sasaran

Oleh: Kasman Renyaan
Pemerhati Pendidikan Huamual SBB, Maluku.
        

     
Apa jadinya jika, institusi pendidikan seperti, sekolah sering dilibatkan di rana politik praktis oleh pimpinan sekolah (Kepsek). Apalagi disaat menjelang Pemilihan Umum (Pemilu). Baik itu, pemilu ditingkat esekiutif. Sebut saja, Pemilu gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, pemilu walikota, dan wakil walikota, maupun Pemilu ditingkat legislative, DPR-Ri, DPD, dan DPRD Kabupaten/Kota.  Penomena seperti ini, seringkali sentral terdengar di Provinsi Maluku, lebih khusus di daerah-daerah Kabupaten/Kota.
Misalnya saja,  penomena politik di daerah Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB). Pemilu bupati dan wakil bupati yang dihelat pada tanggal 16 Mei 2011 tahun lalu.  Oknum Kepsek, disalah salah satu SMA di Huamual Barat, di bawah komando calon Bupati incumbent mengintusikan kepada para siswa. Agar memilih calon Bupati incumbent karena didukung sang Kepsek. Jika saja, ada siswa tidak mendengarkan perintah itu, maka para siswa disekolah itu. Tidak diluluskan dalam Ujian Nasional. Dan jika para siswa itu terpaksa lulus, maka izasahnya akan ditahan sang Kepsek. Bahkan yang mengerikan lagi dari ungkapan kepsek itu, bahwa presentase kelulusan siswa pun akan menurun di sekolah itu, para siswa tak bisa mendukung calon incambet tersebut. Ancaman itu dilontarkan sang Kepsek, untuk menekan siswanya, agar memilih calon bupati pilihan Kepsek.
Keterlibatan Kepsek sebagai tim sukses sangatlah jelas ketika ada kedatangan calon Bupati incamben ketika berkampanye di Dusun Limboro, Negeri Luhu, Kecamatan Huamual, Kabupaten SBB. Dimana Kepsek itu, berada langsung dibarisan depan. Dalam penyambutan kandidat calon incumbent yang akan hendak melakukan kempanye di dusun tersebut. Sebagaimana yang di ungkapkan salah satu mahasiswa asal Dusun itu ketika berdiskusi dengan penulis tentang politik penomena politik Huamual SBB, Rabu (02/04/2014), malam.
Berikutnya yaitu, seperti yang di muat di salah satu media Online ternama di Profinsi Maluku, pada hari Selasa tanggal 28 Januari 2014 yang di tulis seperti pangalan tulisan berikut ini: ‘‘Menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) pada tanggal 9 April 2014. Kepsek Madrasah Aliyah (MA) yang berinisial SM mulai melakukan aksinya, dengan menekan guru dan siswanya agar memenangkan salah satu Caleg DPRD Kabupaten dari daerah pemilihan IV, Kecamatan Huamual saat pemilu.  Jika ada siswa yang tidak mengindahkan perintah itu, mereka diancam akan dikeluarkan dari sekolah, dan bagi siswa kelas persiapan ujian, mereka diancam tidak akan diloloskan dalam ujian nanti. Para siswa di sekolah itu, mereka sangat tertekan dan sangat takut dengan ancaman Kepala Sekolah (Kepsek). Sementara itu, para guru honor di sekolah itu, hanya bisa pasrah dan ikut-ikut saja apa yang telah diperintahkan sang Kepsek. Demi kelansungan dan masa depan mereka di Sekolah.”
Dari dua contoh kasus tersebut, telah menunjukan bahwasanya, masih ada lagi sekolah-sekolah yang lain di Kabupaten SBB namun saja belum teridentifikasi. Diamana Kepseknya, melakukan tindakan yang sama kepada para siswa. Hanya kerena untuk pencintraan Kepsek dihadapan antasanya. Betapa ironisnya, ketika Kepsek sebagai pimpinan tertingi disekolah seharusnya berfikir untuk bagaimana agar Sekolah itu di tingkatkan kwalitasnya? Justru menekan siswanya untuk memilih kandidat tertentu tampa mempertimbangkan efek jerah jika kadindat yang diusunya tidak lolos menjadi Bupati.
Sukurlah jika Kandidat yang diperjuangkan sang Kepsek itu lolos dalam pertarungan, dan dapat menduduki kursi bupati, hingga Kepsek itu bisa mempunyai jaringan yang bagus di tingkat Kabupaten. Selain itu, sang Kepsek pun bisa selamat dari ancaman pemutasian. Itu pun jika, Bupati yang di perjuangkan sang Kepsek masih mengingat mereka sebagai tim sukses. Kalaw tidak, maka semua yang perjuangan Kepsek hanyalah sia-sia.
Pimpinan sekolah, (Kepsek) sering terjun langsung kerana politik praktis. Menjadi tim pemenangan atau istilah akrabnya “tim sukses” untuk memenangkan calon yang didukungnya. Jika,  calon yang didukung Kepsek itu, berhubungan dengan pemegang kekuasaan, atau atasan dari sang Kepsek tersebut, maka apapun resikonya, yang penting calon yang di dukung Kepsek itu menang dalam pertarungan dan mendapat kursi kekuasaan.  Disaat Kepsek tidak mendukung atasan mereka yang memegan dan mempunyai kekuasaan di daerah itu. Berarti Kepsek pun mendukung calon lain, yang diprediksi nantinya punya peluang kemangan.
Ketika Kepsek telah mewakafkan diri menjadi tim sukses, maka sudah barang tuntu guru sebagai bawahan Kepses juga akan ambil bagian. Bekerja sama menjadi tim sukses. Baik itu guru PNS maupun guru honor. Tak jarang, Kepsek pun sering mengunakan cara-cara yang ilegan, dengan menakan guru yang mencoba tidak tertib dalam barisannya. Ketika Kepsek dan guru-guru di sekolah itu, sudah sama-sama terlibat menjadi tim sukses. Sasaran berikutnya, adalah para siswa-siswi di Sekolah. Imbasnya, siswa tidak dapat belajar secara efektif dan efesian selama masa politik berlansung. Lagi-lagi siswa yang menjadi korbanya.
Bila Kepsek, guru-guru dan siswa, sudah sama-sama terlibat menjadi tim sukses, maka sekolah secara istutusi boleh dikata sudah dilibatkan menjadi tim sukses. Sebab dengan mengunakan nama besar Sekolah. Masyarakat maupun orang tua, dari para siswa akan merasa iba, sehingga terpaksa harus mendukung sepenuhnya apa yang di perintahkan oleh Kepsek dan guru di sekolah. Hanya karena alasan, demi penyelamatan dan nama baik Sekolah kedepan. Jika, Kepsek dan guru tidak mendukung calon tertentu itu, maka sekolah tidak lagi mempunyai jaringan (network) yang baik, dengan pejabat pemerintah setempat. Ketika Kepsek dan guru tidak mendukung calon tertentu itu, maka siswa tak bisa lulus Ujian Sekolah dan Nasional.
Alasan yang baik didengar, namun tidak masuk akal (anlogis). Alasan yang tidak bisa diterima dengan pertimbangan kemajuan pendidikan. Bahkan alasan yang bertentangan dengan aturan Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2003 dan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Namun itulah kenyataan yang terjadi di dunia pendidikan kita sebagian di daerah profinsi Maluku ketika menjelang pemilu. Lebih khusus lagi di daerah-daerah kabupaten/kota.
Tak jarang, banyak Kepala sekolah dan guru-guru PNS, dipindah tugaskan dari tempat asal tugas mereka mengajar. Pasca pemilu itu berlangsung. Sasaran pemutasian, biasanya di daerah-daerah terpencil. Daerah yang sulit  dari akses informasi, dan transportasi. Betul, jika guru PNS dimutasikan didaerah terpenil itu, adalah bagian dari pengabdian. Selain mendapatkan tunjangan daerah terpencil, juga guru sebagai abdi bangsa, dan Negara. siap ditugaskan di mana saja. Selama masih dalam daerah tersebut, dan wilayah Negara Kesatuan Repoblik Indonesi (NKRI). Dengan pertimbangan otonomisasi daerah.
Namun  harus dikaji kembali secara matang dan rasional. Apakah tempat asal mengajar itu, kelebihan tenagga pengajar atau tidak.? Jika memang di daerah asal mengajar itu, sudah kelebihan guru. Maka, tidak beralasan guru PNS menolak untuk di mutasikan, sebab di tempat lain pun masih kekurangan guru hingga membutuhkan guru yang dimaksud. Pemutasian itu, kadang bukan terjadi karena di daerah yang di maksud kekurangan tenaga pengajar. Tetapi, lebih terkesan pada imbas politik yang di lakukan bupati pemenang pemilu. Guru yang di mutasikan pun tak akan sudi menerima kenyataan itu. Sehingga akan berimbas pada tidak adanya Kualitas pendidikan di sekolah. 


*** Ditulis di Kamar Kos, Pondokan Anugrah, Makasar, Jumat, 12 April 2014 terispirasi dari penomena politik di Huamual SBB, saat Diskusi dengan Kawan Dari Dusun Limboro dan Mangge-Mangge, Negeri Luhu, Huamual, SBB. .***

Posting Komentar

0 Komentar