Subscribe Us

header ads

Jibu-Jibu Penopang Ekonomi Kawasan di Maluku

 


Perempuan di pesisir pantai barat, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Provinsi Maluku, dianggap memiliki perperan penting dan strategis dalam membangun kekuatan ekonomi kota kabupaten dan provinsi. Pasalnya aktivitas usaha mereka di ruang publik bukan hanya sekedar untuk menopang biaya hidup keluarga, akan tetapi menjadi pemacu gairah ekonomi kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku Tenggah dan Kota Ambon. Komunitas perempuan yang dikenal dengan jibu-jibu itu dianggap sangat berkontribusi terhadap berbagai sektor usaha barang dan jasa di daerah itu. Jibu-jibu merupakan istilah lokal yang digunakan masyarakat di pesisir pantai barat, Seram Bagian Barat, setiap saat untuk menyebut perempuan khususnya mama-mama yang berpofesi sebagai pedagang kecil (peet trades), baik untuk perempuan peet trades yang bergerak pada usaha jual-beli komoditas hasil pertanian masyarakat, maupun usaha jual-beli ikan hasil tangkapan nelayan yang diperoleh dari kampung dan di pasarkan ke kota.

Penyebutan istilah jibu-jibu ini sebagai bentuk penegasaan dari kata ibu, yang berarti sebutan untuk perempuan dewasa, khususnya di kawasan pesisir itu memang faktanya tidak disandingkan kepada perempuan yang berprofesi sebagai peet trades dengan komoditas utama berupa bahan sembako atau pedagang butik eceran. Meskipun aktivitas perdagangan itu juga diperankan oleh kaum perempuan. Itulah sebabnya, istilah ini lebih khusus melekat pada komunitas perempuan yang melakukan aktivitas usaha dagang skala mikro dengan komoditasnya hasil pertanian, berupa sayur-sayuran atau ikan hasil tangkapan nelayan yang di peroleh dari kampung dan dipasarkan demi mendapatakan surflus.

Bagi penduduk di Maluku Tengah dan Pulau Ambon pada umumnya menyandingkan istilah jibu-jibu khusus kepada perempuan yang berperan sebagai penjual ikan. Sedangkan bagi perempuan penjual hasil pertanian berupa buah-buahan atau sagu di emperan Ruko atau berkeliling kampung atau dilorong-lorong kecil menyebutnya papalele. Akan tatapi, bagi penduduk di pesisir pantai barat SBB menyebut istilah itu melebar ke ruang-ruang usaha yang diperankan perempuan peet trades dengan komoditas hasil pertanian yang diperoleh dari kampung ke kota atau sebaliknya, yang kebanyakan diperankan oleh kaum perempuan beretnis Buton. Sedangkan untuk jibu-jibu yang berperan pada usaha jual beli ikan hasil tangkapan nelayan, aktifitas mereka hanya berfokus pada jual-beli ikan saja, sehingga mereka tidak menangkap peluang dalam melakukan usaha jual beli pada komoditas hasil pertanian. Meskipun di antara mereka ada yang memiliki lahan pertanian. Sebaliknya, jibu-jibu yang berperan sebagai pedagang hasil pertanian tidak melebarkan usahanya sampai jual beli hasil tangkapan nelayan. Pada titik inilah terjadi klasifikasi komiditas usaha dagang yang diperankan oleh perempuan jibu-jibu.

Peran usaha perempuan jibu-jibu dapat diklasifikasi menjadi dua bagian : pertama komunitas jibu-jibu yang bergerak pada jual beli hasil tangkapan pelaut (perikanan) dan kedua, jibu-jibu yang melakukan aktifitas jual beli hasil usaha petani (pertanian). Hal ini menunjukan bahwa jibu-jibu di pesisir pantai barat SBB yang banyak diperangkan orang Buton telah menunjukan eksistensinya dengan menempatkan peluang usaha mereka pada tataran yang seimbang antara potensi laut dan darat, yang diilhami oleh ideologi barata (perahu bercadik ganda) dalam falsafah hidup orang Buton perantaun.

Kedua komunitas jibu-jibu itu pun berbeda dari segi menagangkap peluang bisnis, namun mereka adalah perempuan hebat pantang menyerah yang berani keluar dari sekat-sekat domestik ke rana publik demi menghidupi keluarga dan kemajuan pembangunan daerah. Konsentrasi jual beli yang dilakukan oleh komunitas jibu-jibu yang bergerak pada usaha perikanan mengunakan dua pola, pertama: papalele, kedua: Penjualan langsung ke pemborong. Pola papalele dilakukan dengan cara, jibu-jibu akan berdagang keliling dengan menjunjung daganganya di atas kepala lalu mengkampanyekannya agar diketahui pembeli, sehingga dapat laku terjual dengan cepat. Kegiatan papalele ini dilakukan dari satu kampung ke kampung yang lain demi mendapatkan sedikit keuntungan. Itulah sebabnya, bila ikan junjungan yang didagangkan di kampung-kampung Negeri (penduduk lokal), misalnya tidak habis terjual kadangkala di barter dengan komoditas pangan lokal seperti Sagu sehingga memiliki nilai tambah secara ekonomis untuk kebutuhan hidup keluarga dan mengurangi resiko kerugian.

Komoditas yang diperdagangkan kadangkala merupakan hasil produksi pertanian yang diusahan oleh mereka sendiri. Pada titik ini perempuan yang berprofesi sebagai jibu-jibu tidak hanya berperan sebagai distributor barang dagangan dalam skala makro, tetapi juga produsen dari hasil usaha dagangnya tersebut. Pendek kata, mereka sebagai pedagang juga petani, tampa mengabaikan tugas mereka sebagai ibu rumah tangga. Hal ini dilakukan agar mereka mendapatkan surflus yang berkelebihan demi menujang kebutuhan hidup keluarganya dan pempertahankan eksistensi barang dagangan di pasar lokal.

Penopang Kekuatan Ekonomi Kota

Perempuan Jibu-jibu dari pantai barat Seram memiliki perananan penting dan strategis dalam membangun kekuatan ekonomi lokal, tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dan masyarakat setempat. Akan tetapi lebih dari itu, jibu-jibu berperan penting sebagai puyumbang pendapatan perkapita masyarakat yang bekerja pada sektor formal, seperti pelayar Speet Boat, buruh pelabuhan, Sopir Angkot dan sebagainya. Bahkan lebih dari itu, mereka menjadi salah satu pendongkrak pendapatan Asil Daerah (PAD), Kabupaten Maluku Tengah dan Kota Ambon, melalui restribusi jasa pelabuhan dan pajak yang mereka bayar setiap kali melakukan aktivitas jual-beli di kawasan tersebut.

Dalam menjalangkan aktifitasnya, komunitas jibu-jibu ini memiliki peran ganda. Selain sebagai distributor barang juga menjadi produsen dari komoditas yang diperdagakan. Pasalnya masing-masing dari mereka mempunyai lahan (kebun) yang dapat menghasilkan kebutuhan barang dagangan yang bisa di pasarkan ke kota. Produksi hasil pertanian seperti Cili (cabay rawit), Sarey, Lengkuas, Kunyit, Tomat, Sayur Ganemong, Sayur Mati, Lemon Cina, Daun Lemon 88, Pisang, merupakan komoditi unggulan yang separuh dihasilkan dari usaha kebun mereka sendiri atau diperoleh dengan cara dibeli dari masyarakat petani di pesisir pantai barat SBB kemudian didistribusikan ke kota Ambon melalui Pelabuhan Tahoku, Hila, dengan mengunakan jasa trasportasi penghubung antar pulau, yakni speet boat.  Namun tak jarang mereka pun seringkali mendapatkan tekanan dan perlakukan kasar dari petugas pemerintah hanya karena tak memiliki tempat julan tetap. Merekapun dianggap penghambat arus lalulitas oleh karena kebanyakan mereka memanfaatkan badan jalan sebagai tempat dagang berpindah di pasar-pasar tradisional di kota Ambon.

Pencipta Lapangan Kerja Untuk Lelaki

"Keberhasilan laki-laki terdapat perempuan hebat di belakangnya." Pepata lama ini telah memberikan pandangan bahwa perempuan hanya berada di belakang kesuksesan lelaki. Sehingga tampa memiliki peran lain, selain mengasuh anak dan melayani suami. Perempuan hanya mampu bekerja disektor domestik, tampa bisa masuk ke rana publik dan menciptakan peluang usaha kepada laki-laki. Namun, pernyataan lama ini tidak bisa lagi dijadikan dasar pijakan dalam menghadari era saat ini. Apalagi disandingkan kepada perempuan jibu-jibu. Pasalnya jibu-jibu menjadi garda terdepan dalam menciptakan peluang usaha kepada laki-laki.

Kegiatan jubu-jibu hampir setiap hari, telah menciptakan peluang bisnis baru bagi kaum laki-laki yang bekerja sebagai Anak Buah Kapal (ABK) speet boat lintas barat Seram, buruh pelabuhan dan sopir angkot. Pekerja laki-laki itu dengan mudah mendapatkan keuntungan dari jasa yang diaediakan dan sistem sewa muatan, baik muatan orang maupun muatan barang. Itulah sebabnya kehadiran jibu-jibu di pelabuhan Tahoku telah membuat aktifitas pelabuhan pun menjadi ramai dan lancar ketika terjadi arus barang ke luar masuk pelabuhan.

Kemudian mayarakat lokal yang bekerja sebagai buruh di pelabuhan tersebut, mendapatkan penghasilan tambahan dari jasa pikul barang masuk dan ke luar pelabuhan. Demikian pula Angotan Umum (Angkot) Hila-Ambon juga mendapat keuntungan dari arsus penumpang barang dan orang. Apabila barang dagangan mereka tidak ditangani pemborong di kota Pelabuhan itu, biasanya kelompok jibu-jibu ini menyewa sebuah mobil pikc upp dengan sistem patungan ketika muatan mereka berkelebihan. Akan tetapi, bila barang dagangan tidak terlalu banyak mereka memilih menggunakan Angkot sebagai traspotrasi penghubung menuju kota bersama penumpang lainnnya. Karena itulah dapat dikatakan bahwa jibu-jibu di pantai barat sbb penopanag ekonomi tiga kawasan di Maluku.

 

Posting Komentar

0 Komentar