Menyajikan Data Mengungkap Fakta Menjadi Sejarah

Sejarah

3/sejarah/post-list

Mencari Pemimpin Ideal untuk Indonesia

 

Oleh: ARWAN WABULA

Ketua PD HIMA PERSIS Jakarta Timur


Menjelang perhelatan Pemilihan Umum (pemilu) pada 2024 mendatang. Sangat perlu kiranya untuk mengadakan pembinanan dan pembekalan pendidikan politik kepada masyarakat. Sebelum hajatan demokrasi langsung itu digelar. Pesta rakyat itu diasumsikan sebagai sarana pencarian sosok pemimpin yang ideal untuk masa depan Indonesia. Pendidikan politik dianggap perlu dengan melibatkan lembaga yang berwenang dan para insan akademisi diperguruan tinggi, guna mengedukasi masyarakat dalam memahami pemilu yang berkualitas.

Para elit politik bukan sebatas mengajak rakyat untuk meyalurkan hak pilihnya dibilik suara. Akan tetapi, perlu juga dibekali pemahaman politik agar  memiliki kemampuan dalam menentukan sosok figur pilihannya, dapat membawa arah kepemimpinan negara rasional dan objektif. Pasalnya kualitas pemilih dalam penyelenggaraan pemilu akan melahirkan pemimpin yang berkualitas pula. Dengan demikian, penyadaran masyarakat akan konsepsi sosok pemimpin ideal menjadi tuntutan dan keharusan, dengan cara memberikan edukasi secara konsekuen. Hal ini akan berimplikasi signifikan bagi kualitas demokarsi elektoral Indonesia. Menganulir dari pada kekacuan dan kegagalan dalam penyelenggaraan pemilu, seperti pada pemilu 2019 silam.

Sebuah fase pemilu yang dianggap gagal berdasarkan data yang dilansir sejumlah media cetak dan elektronik. Terdapat ratusan petugas pemilu meninggal dunia, hingga sejumlah aparat negara tewas akibat kelelahan mengawal bilik suara. Sebab sistem penyelangaraan pemilu yang dijalangkan serentak. Lima pemilihan secara bersamaan, yakni pemilihan presiden dan wakil prasesiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Pemilu 3 tahun yang lalu itu, merupakan pemilu yang paling kelam dalam perjalanan sejarah demokrasi elektoral sejak bergulirnya reformasi.

Melahirkan Pemimpin Ideal

Penurunan kualitas pemilu tersebut menunjukkan pergeseran pola demokrasi elektoral, menjadi demokrasi yang cacat (flowed democrasy). Efek dari minimnya literasi masyarakat terhadap konsepsi sosok pemimpini deal, sehingga pada setiap kontestasi pemilu tidak melahirkan sosok pemimpin yang mampu membawa masyarakat yang adil dan makmur. Sebagaimana yang dicita-citakan oleh konstitusi negara.  Mengutip ungkapan akademisi Universitas Padjadjaran Caroline Paskarina, “bahwa demokrasi elektoral melalui pemilu tidak melahirkan pemimpin yang mensejaterakan rakyat.” Pernyataan itu merupakan kausal dari penjelasan sebelumnya, yaitu minimnya literasi masyarakat yang menjadi salahsatu fakor utama dalam memahami konsepsi pemimpin ideal.

Di sisi lain problematika dari pada pasangan calon dalam kontestasi pemilu yang tidak berkompetitif dengan narasi, konsep dan gagasan yang menjadi salah satu faktor mempengaruhi buruknya penyelenggaraan pemilu. Begitupun dengan organisasi partai politik yang dominan dalam mengusung figur khususnya yang bertalian dengan pemilihan presiden (pilpres). Menjadi penilaian prioritasnya elit dan partai politik adalah figur popularitas serta mengutamakan partikularis medan kepentingan oligarki. Ketimbang pendekatan yang rasionalitas dan objektifitas terhadap sosok figur yang akan disajikan di tengah-tengah masyarakat luas pada saat kontestasi pemilu berlangsung.

Fenomena pemilu sepadan itu merupakan sesuatu yang rumit di masyarakat akar rumput. Pasalnya adanya permainan politik kebencian, saling menghasut hingga memicu ketegangan dan stabilitas sosial. Kampanye hitam (black campaing) disebarkan, di rencanakan, diarahkan dan dikelola melalui intrumen media sosial dan jejaring teknologi lainya yang dilakukan dengan rapi oleh sebagian besar para politisi di negeri ini. Begitupun dengan transaksi politik uang (money politic), menyebabkan tidak sehatnya demokrasi untuk melahirkan pemimpin yang ideal.

Demokrasi elektoral perlu dimaknai bukan hanya sebatas menjadi instrumen untuk kontestasi kekuasaan belaka, tetapi harus menjadi instrumen yang dapat menghadirkan sosok figur pemimpin yang dapat mensejahterakan rakyat. Penyelenggaraan pemilu 2024 nanti, diharapkan melahirkan kepemimpinan yang dapat mendekatkan kepada kesejahteraan rakyat dan mampu membawa bangsa ini lebih baik  dan maju.

Di tengah-tengah situasi persoalan kebangsaan yang melanda dari berbagai aspek, baik mengusiknya persatuan, pendidikan, kemiskinan, pengangguran dan degradasi moral bangsa yang melahirkan budaya korupsi di setiap unsur lembaga negara, belum lagi tantangan global yang bergejolak yang mengakibatkan krisis ekonomi yang melanda hampir seluruh negara-negara di dunia, termasuk Indonesia di dalamnya. 

Krisis geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang masih belum menemukan titik terangnya, berimbas signifikan untuk stabilitas global. Bergeser krisis geopolitik di kawasan Asia Pasifik, juga menjadi ancaman untuk eksistensi Negara Republik Indonesia sebagai negara kawasan Asia Pasifik. Persoalan perubahan iklim ekstrem, juga menjadi ancaman serius untuk keberlangsungan hidup manusia (sustainabel)  di masa yang akan datang.

Dari berbagai permasalahan kusial itu mengharuskan kita untuk mencari sosok pemimpin ideal untuk Indonesia nanti. Pemimpin yang memiliki kemampuan mumpuni dalam mengobati persoalan kebangsaan. Mampu mamangani persoalan global yang menjadi idealisme dalam pembukaan UUD 1945, yakni ikut serta dalam ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pertanyaan kemudian seperti apa pemimpin ideal dalam konteks Indonesia?

Pemimpin Ideal dalam Islam

Untuk menjawab pertanyaan di atas bagi seorang muslim yang taat sudah barang tentu mengacu pada sumber ajaran Islam. Al-Quran dan As- Sunnah, sebagai pedoman sekaligus pandangan hidup (Way oflife) yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Baik  yang berhubungan dengan Tuhan (vertikal), maupun hubungan sesama manusia (horizontal). Salah satu diantaranya mengatur masalah kepemimpinan di pemerintah. Dalam Islam, mayoritas ulama menyepakati, bahwa pemimpin adalah abdi masyarakat. Sebab, kepemimpinan sesungguhnya merupakan amanah (titipan) yang suatu saat akan di pertanggung jawabkan dan di ambil wewenangnya.

Substantif kepemimpinan dalam prespektif Islam merupakan sebuah amanat yang harus diberikan kepada orang yang benar-benar ahli (kapabilitas), berkualitas yang memiliki tanggung jawab yang jelas dan benar, berintegritas serta adil. Inilah kriteria yang Islam tawarkan dalam memilih seorang pemimpin yang sejatinya dapat membawa masyarakat kepada kehidupan yang adil dan makmur.

Disamping itu, pemimpin harus orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Ketaqwaan sebagai standarisasi dalam melihat sosok pemimpin yang benar-benar akan menjalankan amanah. Sifat amanah inilah, yang menjadi salah satu prinsip kepemimpinan yang dimiliki Nabi Muhammad SAW. Sebagai pemimpin umat, Nabi SAW memliki empat ciri kepemimpinan yang harus diteladani bagi setiap muslim, empat ciri tersebut yaitu : Shidiq (jujur), fathanah (cerdas dan berpengetahuan) amanah ( dapat dipercaya) dan tabligh ( komunikatif ).

Dari empat ciri kepemimpinan Nabi Muhammad diatas dapat kita cermati dalam pengambilan kebijakan dan tingkah laku beliau sehari-hari, baik sebagai pemimpin umat sekaligus pemimpin masyarakat dan negara (Madinah) kala itu. Namun begitu sifat kepemimpinan beliau dan juga para sahabat dalam konteks ini para Khulafaur Rasyidin yang dapat dijadikan cermin oleh semua pemimpin saat ini (kontempoer). Mereka senantiasa mengabdi, menerima keluh-kesah, memfasilitasi, dan siap jadi budak rakyatnya, bukan sebaliknya menjadi tuan bagi masyarakatnya(feodalisme).

Kepemimpinan ideal bagi seorang muslim sudah tentu yang mengamalkan empat sifat nabi Muhammad diatas dan sahabat (Khulafaur Rasyidin). Dari sahabat nabi kita dapat mengambil teladan dari sosok Abu bakar Shidiq, yang tercermin dari pidatonya saat beliau diangkat sebabagai pemimpinumat, berikut kutipannya :

“Wahai manusia! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukan orang yang terbaik diantaramu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, bantulah (ikutlah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah. Orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hakdaripadanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan haknya kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasulnya, namun bilamana aku tidak mematuhi Allah dan Rasulnya, kamu tidak perlu mematuhiku, berdirilah untuk sholat, semoga rahmat Allah meliputi kamu.”

Pidato Khalifah Abu Bakar tesebut memiliki poin-poin penting yang dapat dapat dipetik, yakni pertama, Kerendahan hati Abu Bakar yang mengakui terhadap dirinya bukan yang terbaik dari yang lain (tawadhu), kedua, Membantu dalam hal kebaikan dan memberikan kritikan jika berlaku salah (terbuka dikritik), ketiga, Prinsip kesetaraan dalam masyarakat tanpa memandang kelas (keadilan sosial), keempat, Pengabdian hanya kepada Allah dan Rasulnya dan tidak ada ketaatan dalam kezaliman.

Konsepsi pemimpin ideal menurut Imam Al-Ghazali adalah pemimpin yang memiliki intelektualitas yang luas, pemahaman agama yang mendalam, dan memiliki akhlak mulia, mampu mempengaruhi lingkungan yang dipimpin serta memiliki kemampuan dalam menyelesaikan kehancuran dan kerusakan dalam sebuah bangsa, serta membawa masyarakat yang adil dan makmur dengan menjunjung tinggi keilmuan, juga moral yang berasaskan agama. Dari uraian tersebut konsepsi imam Al- Ghazali terhadap pemimpin ideal tidak terlepas dari cerminan kepemimpinan nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, sebab kriteria yang dikemukakan Al-Ghazali persis apa yang dijelaskan sebelumnya.

Dari rangkaian syarat-syarat model kepemimpinan diatas, dapat ditarik intisarinya, bahwa model kepemimpinan ideal dari prespektif Islam yang menjadi syarat pertamanya, Kecerdasan intelektualitas, pemimpin harus memiliki intelektual tinggi, sebab pemimpin harus mampu merancang konsep dan gagasan sebagai peta dalam membangun sebuah bangsa, juga kemampuan menganalisis permasalahan dan memecahkan permasalahan dengan cepat, dan dalam mengimplementasikan kebijakan dengan tepat dan terukur (presisi).

Menurut Yudi Latif kedekatan antara negara dan kecerdasan intelektual, dan bahwa keselamatan negara di tentukan oleh kecerdasan pemimpin.kedua, Kecerdasan emosional, dimaksud dengan kecerdasan emosional disini adalah pemimpin harus memiliki sikap melayani masyarakatnya dan terbuka untuk di berikan kritik dengan kata lain tidak anti kritik (demokratis), peka terhadap kondisi dan kebutuhan rakyat, pemimpin juga  harus memiliki keterampilan komunikatif yang baik dihadapan publik selain itu juga penguasaan bahasa universal.

Ketiga, kecerdasan Spritualitas; kecerdasaan ini penting yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Dalam Islam kepemimpinan dimaknai sebagai perwujudan dan pengabdian kepada Tuhan. Kepemimpinan yang memiliki kecerdasan spritual akan berbasis pada etika religus. Inilah yang dimaksudkan akhir dalam pidato Abu Bakar setalah diangakat jadi pemimpin dan juga konspesi Imam Al Ghazali. Kecerdasan spritual bukan hanya memiliki pemahaman keagamaan, tetapi dijadikan sebagai pangkal moral, dan dalam prakteknya nilai-nilai religus akan mengilhami prilaku dan sikap seorang pemimpin, dengan memegang teguh kejujuran, menegakan keadilan sosial, semangat beramal shalaeh, dan kerendahan hati.

Dari tiga poin kesimpulan singkat diatas dapat menjadi acuan bagi seorang muslim dalam menentukan kriteria pemimpin yang ideal untuk Indonesia yang akan datang. Saat ini problem yang kita hadapi terhadap figur kepemimpinan adalah krisis spritualitas. Tidak heran kemudian kebohongan dan kejujuran tidak dapat kita komposisikan dari keduanya. Jadi, sebuah kesalahan dalam penilaian apabila kreteria pemimpin di lihat dari prespektif popularitas dan dukungan partai politik, apalagi dilihat dari kerutan wajah dan warna rambut yang merupakan penilaian amatiran dan lelucon yang jauh dari akal sehat, kriteria pemimpin seperti ini kata Komarudin Hidayat, merusak cita-cita luhur kemerdekaan dan demokrasi. 

Kita juga harus menghindari orang-orang yang berambisi menjadi pemimpin-penguasa yang memanfaatkan celah titik lemah demokrasi untuk meraih suara rakyat dengan cara membeli dan membodohi rakyat. Oleh karena itu menjelang pemilu 2024 nanti. Mari kita pilih pemimpin bangsa yang yang tepat sebagaimana dicontohkan nabi dan para sahabat, demi mewujudkan kesejahteraan dan kemajuaan bangsa Indonesia. ***

Editor : K.R

Share:

Konsep Kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka Belajar dalam Pembelajaran

Sumber gambar : unida.ac.id

 

Pengantar

Kurikulum senantiasa diperbaharui namun tentu penyempurnaan kurikulum. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor, salah satunya adalah untuk mengimbangi pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Saat ini, Kurikulum 2013 diubah lagi dengan kurikulum baru yaitu Kurikulum Merdeka. Namun demikian, satuan pendidikan pada semester ganjil 2022 ini masih bebas memilih penerapan kurikulum 2013 dan Kurikulum Merdeka Belajar

Kurikulum Merdeka hadir untuk menyempurnakan implementasi Kurikulum 2013. Penelitian dari Krissandi dan Rusmawan (2019), mengungkapkan bahwa penerapan Kurikulum 2013 (K-13) terkendala dari pemerintah, instansi sekolah, guru, dan orang tua siswa, serta siswa sendiri. K-13 merupakan pengembangan kurikulum yang berfokus pada peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap (attitude), keterampilan (skill), dan pengetahuan (knowledge).

Kurikulum ini bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif,kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Pemerintah membuat terobosan dengan adanya Kurikulum Merdeka. Saat ini pemahaman guru dalam penerapan Kurikulum Merdeka masih dalam kategori cukup, dan perlu adanya pengembangan.

Karakteristik K-13

Dalam permendikbud No 68 tahun 2013 juga menjelaskan bahwa Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut;

1.      Mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik.

2.      Sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar

3.      Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat.

4.      Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

5.      Kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran

6.      Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti.

7.      Kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan jenjang pendidikan (organisasi horizontal dan vertikal).

Dalam kaitan itu, pakar pendidikan Mulyasa, juga mengidentifikasikan tentang karakteristik Kurikulum 2013, yang menurutnya terdapat lima karakteristik yaitu: mendayagunakan keseluruhan sumber belajar, pengalaman lapangan, strategi individual personal, kemudahan belajar, dan belajar tuntas.

Perbedaan Kurikulum 2013 dengan KTSP 2006

1.      Pada KTSP 2006 Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari Standar Isi, sedangkan pada Kurikulum 2013 Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari kebutuhan masyarakat.

2.      Pada KTSP 2006 Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan mata pelajaran, sedangkan pada Kurikulum 2013 Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan

3.      Pada KTSP 2006 pemisahan antara mata pelajaran pembentukan sikap, pembentukan keterampilan, dan pembentukan pengetahuan, sedangkan pada Kurikulum 2013 semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

4.      Pada KTSP 2006 kompetensi diturunkan dari mata pelajaran,sedangkan pada Kurikulum 2013 mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai.

5.      Pada KTSP 2006 mata pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti sekumpulan mata pelajaran terpisah, sedangkan pada Kurikulum 2013 semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti (tiap kelas).

6.      Pada KTSP 2006 pengembangan kurikulum sampa pada kompetensi dasar, sedangkan pada Kurikulum 2013 pengembangan kurikulum sampai pada buku teks dan buku pedoman guru.

7.      Pada KTSP 2006 tematik kelas I-III (mengacu mapel), sedangkan pada Kurikulum 2013 tematik integratif kelas I-VI (mengacu kompetensi).

Guru dalam Penerapan Kurikulum 2013

Guru dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Namun, bagi kelas tinggi akan kebingungan karena materi yang diajarkan perlu diperluas dan iperdalam kembali. Sehingga guru harus mencari ke sumber belajar lainnya, seperti penelusuran internet. Bahkan memakai kembali buku kurikulum lama (KTSP).

Siswa dalam Penerapan Kurikulum 2013

Untuk siswa kelas 1-3, mereka lebih ramai dan senang dalam belajar, karena mereka sering diberikan tugas atau proyek luar kelas. Selain itu, media yang beragam untuk mendukung pembelajaran dapat menarik minat siswa. Sementara, bagi siswa kelas tinggi penerapan Kurikulum 2013 ini membuat kebingungan, karena siswa harus mencari sumber lain, siswa belum terbiasa mandiri dan masih bergantung pada materi yang sudah ada di buku. Siswa lebih senang belajar dengan menggunakan buku KTSP daripada buku tema. Selain itu, banyaknya aktivitas pembelajaran di kelas tinggi membuat siswa bosan dan malas dalam belajar. Ada dampak penerapan kurikulum K-13 bagi siswa sebagai pembelajar Pertama, dampak positif; siswa memiliki nalar kritis dalam setiap pelajaran dan guru pun dituntut untuk kreatif. Kedua, dampak negatif; adanya penurunan yang diakibatkan pergantian kurikulum.

Tantangan Penerapan K-13

Menurut Neti Budiwati, berpendapat bahwa tantangan keterlaksanaan Kurikulum 2013 disebabkan oleh para pendidik yang belum siap dalam mengimplementasikan kurikulum ini. Selain itu, pendidik belum mendapatkan pelatihan yang mencukupi untuk menerapkan kurikulum ini di kelasnya. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kehendak sendiri, bahkan masih ada yang menerapkan seperti Kurikulum KTSP, yaitu secara parsial. Karena Kurikulum 2013 yang integratif, dirasa sangat sulit diterapkan oleh guru di kelasnya masing-masing

 Penyempurnaan K-13 Dengan Merdeka Belajar

Kurikulum kini disempurnakan dengan Kurikulum Merdeka Belajar. Kurikulum ini merupakan kebijakan pemerintah di bawah komando kementerian pendidikan yang bertujuan untuk mengembalikan otoritas pengelolaan pendidikan kepada sekolah dan pemerintah daerah dalam bentuk memberikan mereka fleksibilitas dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program-program pendidikan yang dilaksanakan di sekolah, dengan mengacu pada prinsip-prinsip kebijakan Merdeka Belajar yang ditetapkan pemerintah pusat.

Tujuan Pelaksanaan Merdeka Belajar

Kebijakan Merdeka Belajar dilaksanakan untuk percepatan pencapaian tujuan nasional Pendidikan, yaitu meningkatnya kualitas sumber daya manusia Indonesia yang mempunyai keunggulan dan daya saing dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

Pentingnya Merdeka Belajar

Ada beberapa alasan mengapa perlu kurikulum merdeka belajar diterapkan di satuan pendidikan diantaranya sebagai berikut ;

1.     Peraturan Pendidikan selama ini umumnya bersifat kaku dan  mengikat, contoh: aturan terkait UN, aturan RPP, aturan  penggunaan dana BOS dan lainnya. Peraturan tersebut  terbukti tidak efektif untuk mencapai tujuan nasional  Pendidikan;

2.     Ketidakefektifan pencapaian tujuan nasional Pendidikan terlihat pada hasil belajar siswa di komparasi test internasional (contoh: PISA) yang menunjukkan siswa-siswi kita masih lemah dalam aspek penelaran tingkat tinggi khususnya dalam hal literasi dan numerasi;

3.     Kebijakan Merdeka Belajar yang tidak bersifat kaku dan mengikat (fleksibel) diharapkan dapat mengatasi keragaman kondisi, tantangan dan permasalahan Pendidikan yang berbeda antar sekolah, dengan strategi penyelesaian yang berbeda.

 

Manfaat Pelaksanaan Merdeka Belajar

1.      Kepala sekolah, guru, orang tua dan pemerintah daerah dapat bergotongroyong untuk mencari dan menemukan solusi yang efektif, efisien dan cepat terhadap kondisi, tantangan dan permasalahan Pendidikan di masingmasing sekolah khususnya dalam rangka meningkatkan kualitas proses belajar siswa

2. Kepala sekolah, guru, orang tua dan pemerintah daerah merasa memiliki dan bertanggungjawab terhadap pengelolaan Pendidikan di sekolah pada daerah masingmasing

Perbedaan Merdeka Belajar dengan K-13

1.   Menekankan pada Kompetensi yang Esensial

2.   Fleksibilitas dalam Pendekatan Pembelajaran

3.   Penguatan Karakter

Kebijakan Kurikulum Merdeka Belajar

1.     Mengganti USBN (Ujian Sekolah Berstandar Nasional) menjadi Asesmen Kompetensi

2.    Mengganti Ujian Nasional (UN) menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter

3.      Perampingan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

4.      Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi

Catatan Akhir

Kurikulum 2013 merupakan implementasi dan penyempurna dari kurikulum- kurikulum sebelumnya. Hanya saja terdapat sedikit perubahan pada standar isi dan penilaian dengan tetap berpedoman kepada tujuan pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan bangsa dan menjadikan manusia yang beriman dan berakhlakul karimah yang tinggi. Sedangkan Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam, di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Dengan kurikulum ini, dapat membantu guru untuk memilih berbagai perangkat ajar untuk menyesuaikan kebutuhan belajar dan minat peserta didik..**

 

 

Share:

Mahasiswa Pendidikan Sejarah STKIP Hatta-Sjahrir Banda Naira Kunjungi Museum Siwalima dan Studi Tour di Ambon


Mahasiswa Pendidikan Sejarah STKIP Hatta-Sjahrir Sedang Berfoto di Depan Museum Siwalima Koleksi Kelautan, Jumat, 27/05/2022, Pagi.   

Museum merupakan objek studi lapangan berbasis sumber benda yang cukup efektif untuk merangsang motivasi belajar dan kreatifitas mahasiswa pendidikan sejarah. Di kantor penyimpan koleksi benda purbakala unik itu, mahasiswa dapat mengamati berbagai jenis benda tinggalan sejarah lokal, budaya nusantara, budaya bahari, jejak Islam, kolonialisme bangsa Eropa dan lainnya.

Mengujungi museum dan studi wisata ke tempat-tempat bersejarah dapat melepas kejenuhan selama belajar di dalam kelas. Merefresikan pikiran menjadi damai, menghilangkan stres akibat menumpuknya tugas kuliah. Menemukan pengetahuan. Menguatkan literasi mahasiswa ketika diperhadapkan pada sumber benda, selain sumber lisan dan tulisan.

Mahasiswa yang melaksanakan praktek pembelajaran di lapangan dapat melakukan pengamatan secara langsung, baik berupa tempat, nama, bentuk, maupun narasi tentang objek wisata sejarah. Pada titik inilah sejarah tidak untuk dihafal, tetapi diamati diteliti dan ditulis kembali sebagai sebuah karya sejarah yang bernilai guna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan informasi parawisata sejarah sekarang dan ke depan. Model pembelajaran semacam ini dapat memperkaya produksi ingatan mahasiswa terhadap peristiwa masa lalu. Menghasilkan pengalaman baru. Memperluas cara pandang mereka terkait objek dan fakta yang sedang dipelajari.

Dalam melakukan observasi, dosen pengampu menjadi fasiliator mengemas model pembelajaran dengan baik, agar terkesan hidup dan menyenangkan. Mengefektifkan peran mahasiswa dalam menjejaki tempat-tempat bersejarah adalah yang terpenting. Mahasiswa dituntut untuk lebih aktif dan kreatif memanfaatkan benda-benda bersejarah itu. Media kamera Hp digunakan tidak sekedar hanya untuk  berfoto selfi, mengabadikan gambar dan mengapdate status di sosial media. Akan tetapi, mahasiswa pembelajar sejarah dapat berdokumentasi dengan baik, agar karyanya bisa beguna untuk menciptakan konten kreatif berupa video pembelajaran tentang studi wisata sejarah itu. 

"Studi lapangan itu menyenangkan, kami bisa mengamati langsung objek sejarah di Ambon. Di meseum Siwalima, banyak koleksi benda bersejarah di sana yang dapat menambah pengetahuan kami. Termasuk tata kelola museum yang baik, yang bisa diterapkan di museum alam di Banda Naira. "

Demikian kata salah satu Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah STKIP Hatta-Sjahrir Banda Naira, Maluku Tengah, yang turut serta dalam kegiatan Studi Tour dan praktek lapangan ke Museum Siwalima dan kunjungan ke tempat-tempat bersejarah di Pulau Ambon. Kegiatan yang belangsung pada 25-28 Mei 2022 itu berjalan lancar dan sukses. Studi tour dan praktek lapangan ini dilaksanakan dalam rangka memenuhi kegiatan pembelajaran sejarah pada matakuliah "Sejarah Indonesia Abad XVI-XIX." 

Dalam kegiatan studi tour mahasiswa pendidikan sejarah semester 2 itu didampingi oleh dosen pengampu matakuliah Rahma Temarwut, S.Pd., M.Pd, dan seorang tour gude dari sarjana pendidikan sejarah. Selain melaksanakan obsevasi benda bersejarah dan bedokumentasi, para mahasiswa juga di bekali pengetahuan tentang meseum dari pegawai kantor penyimpang benda purbakala itu.

Di depan gerbang Benteng Victoria Ambon

Benteng Victoria, Patung Pattimura Park,  Mesjid Wapaue, Benteng Amesterdam di Hila-Kaitetu dan Kapaha, Perkuburan Perang Dunia II menjadi tempat kunjungan para mahasiswa itu. Di depan gerbang Benteng Victoria para mahasiswa menyempatkan diri bersua foto dengan para prajurit Tentara Kodam XVI Pattimura yang bermarkas di benteng tinggalan kolonialisme Eropa tersebut.

Studi Tour ini bertujuan agar para mahasiswa bisa berkreasi menghadirkan imajinasi masa lalu dalam nasari historiografi ketika diperhadapkan pada bukti benda tinggalan sejarah. Terutama sejarah kolonialisme Belanda dalam kaitanya dengan perdagangan rempah dan penjajahan di Maluku. Ketika posisi Ambon sebagai kota niaga dan pusat pemerintah VOC sebelum di pindahkan ke Batavia abad ke 16-19. Para mahasiswa juga mendapatkan transfer pengetahuan sejarah dan budaya langsung dari pegawai museum Siwalima tentang koleksi benda purbakala di museum itu.

Mahasiswa yang mengikuti studi tour wajib harus menyusun laporan dalam bentuk narasi historiografi sebagai pertangungjawaban pelaksanaan praktek lapangan, sekaligus menambah nilai tugas mahasiswa pada matakuliah dimaksud.** (K. R).

Share:

Belajar Bermain dengan Alam

 


Abang Fahzin, sudah dua hari Ini belum balik kanan dari negeri Jajahan Inggris, Pulau Ay, hanya untuk menikmati ke indahan alam di titik nol jalur rempah Nusantara itu. Fahzin Alqhafiqi, sedang berpetualang di pulau sebrang. Ia meniggalkan ibu, ayah dan dua adiknya di rumah.

Bersama tiga gadis manisan pala, tetangganya, mengisi waktu liburan di kawasan taman wisata perairan. Satu di antara dua gadis itu, mahasiswi yang jago Diving (renang-selam) pada kedalaman 50 meter. Seringkali di pakai menjadi pemandu wisata untuk wisatawan macanegara yang ingin memotret taman bawah Laut Banda. Peneliti terkenal Prancis Cousteau, mengatakan Taman Bawah Laut Banda adalah "Serpihan Surga yang jatuh di bumi." Di dalamnya hidup 350 spesis biota laut yang tidak terdapat di pojok dunia manapun. 
 
Ibunya, tak begitu khawatir berpergian menyebrang laut bersama gadis ahli diving. Agar ia terbiasa dengan tantangan alam sejak dini. Tetapi rasa kangen adiknya hadir saat menjelang tidur malam. Aban, adik pertama tak bisa bermain sendiri. Meski ditinggal semantara waktu. Aban, seringkali menyebut nama kakaknya. Seolah kesepian tampa ditemani kakanya menjelang tidur.
Sejak usia 40 hari Fahzin, telah di bawah menyebrang laut mengitari Tanjung Sial, Seram barat, menuju kampung neneknya, di tengah angin timur beriup kencang di sertai gelombang. Keseringan berpergian membuatnya menjadi tak mabuk laut. Itupula yang meyakinkan mamanya, jika Ia bisa melewati tantangan alam. 
 
Setiap kali berpergian, ia mendatangkan banyak cerita-cerita lucu. Mengisahkan pengalaman yang dilihat dan di dengar kepada mamanya, menjelang tidur. Caranya belajar dengan alam. Melihat, mendengar dan mengamati, menambah pengetahuan dan kosakatanya. Bermain sambil belajar dengan alam menjadi stimulus rasa ingin tahu, sifat kreatif untuk selalu maju. Faktor lingkungan berpengaruh terdapat belajar dan pembentukan prilaku anak sejak usia dini.
Share:

Unordered List

3/sosial/post-list

Latest blog posts

3-latest-65px

BTemplates.com

3/sosial/col-right
Diberdayakan oleh Blogger.

Search

Statistik Pengunjung

Ekonomi

3/ekonomi/col-left

Publikasi

3/publikasi/feat-list

Error 404

Sorry! The content you were looking for does not exist or changed its url.

Please check if the url is written correctly or try using our search form.

Recent Posts

header ads
Ag-Historis

Text Widget

Sample Text

Pengikut

Slider

4-latest-1110px-slider

Mobile Logo Settings

Mobile Logo Settings
image

Comments

4-comments

Budaya

budaya/feat-big

Subscribe Us

Recent Posts

sejarah/hot-posts

Pages

Popular Posts